Tuan..
Beberapa hari ini, aku hampir lupa kamu ada di muka bumi. Sejak kamu tak lagi mampir ke sebuah kotak berwarna magenta dengan membawa hati seperti sedia kala. Â Bila pun kamu datang, kamu hanya diam. Sehingga Aku tuan, lupa keberadaanmu.Â
Entah kamu yang sengaja menjauh dari kehidupanku. Atau, aku selama inj memang terlalu percaya diri bahwa engka tuan punya rasa yang sama padaku. Sejak aku menyadari, bahwa yang ada di hatimu hanya Amel, perempuan yang sengaja melabrakku di waktu ayam baru berkokok. Aku pun mulai paham, bahwa akulah yanng sudah hanyut dalam perasaan mengagumimu tuan. Hingga aku lupa, s kita memang bukan siapa-siapa. Bakan berteman pun kita tak pernah. Jangankan berteman, Kita bahkan tak pernah bertatap muka dan saling bertegur sapa.Â
Tuan, aku pun telah lupa denganmu. Sebab, aku sedang berjuang mengahdapi pahitnya kehidupan. Aku sibuk menjadi wanita yang mandiri. Â Jangan kan kamu tuan, aku bahkan tak punya waktu untuk memikirkan skripsiku. Aku sudah terlalu sibuk tuan.Â
Kamu masih ingat tuan, aku pernah bercerita lewat cerbungku di ramadan silam. Bahwa aku sedang menjual es doger. Barangkali, aku sibuk karena iru. Sekarang, aku menjadi penjual tetap dan yang dipikiranku hanya bagaima agar aku tidak meminta kepada ayah dan ibuku. Sebab, sudah kubilang kami hanya keluarga miskin. .
Tuan,Aku juga sedang sibuk menjadi aktivis dakwah. Ikut kajian kesana kemari demi mendapatkan ilmu akhirat yang sempurna. Sesungguhnya tuan, aku sedang berusaha menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat.Â
Tuan, di usiaku ini aku sadar, aku sudah mulai ada yang memantau. Maka, aku juga sedang memantau-mantau calon suami tuan. Dan jika orang lain bertanya kriteria seperti apa yang kuinginkan. Jelas aku ingin dia yang taat pada Robb-Nya da. Maka tuan, aku juga tengah sibuk memperbaiki diri. Barangkali aku ingin menjadi wanita/istri yang solihah buat suamiku nanti. Maka tuan, aku lupa denganmu.Â
Aku lupa denganmu. Lupa, dan sakin lupanya. Yang berkaitan denganmu tuan, seperti Hanif teman baikmu pun aku lupa. Â Barangkali, Allah memang ingin aku melupakanmu tuan.Â
Tuan, malam itu. Â Di simpang tiga di jalan imam bonjol turun rintik gerimis. Aku dan temanku bernama Nur tengah menunggu kedatangan angkot di dua arah. Sebab arahku dan arahnya berbeda.
Kamu mungkin bertanya-tahta tuan, kenapa aku malam-malam berkeluaran di jalan? Aku baru saja seleai jualan tuan. Ketika hujan menimpa bumi, aku dan Nur sholat magrib di masjid alhidayah. Ifan disana sebagai marbot, hanya saja kala itu. Ifan sedang tak disana, ia sedang pulang kampung.Â
Sudah hampir 2 jam aku dan Nur menunggu kedatangan angkot, namun tak kunjung datang. Hujan pun sudah semakin deras tuan. Lalu, Â Nur mengingatkanku kepadamu. Â Hingga, aku mengingatmu lagi. Â
"Kamu kenal Amel?" Tanya Nur kepadaku tuan.Â
Aku terkejut tuan. Mendengar namanya, aku menjadi teringat padamu. Seba wanita itu kan tuan yang kau pilih? Wajahku terngaga. Mengapa nama itu sangat panas ditelingaku?Â
"Zahra?"Â
"Eh, Amel... Mmm... Amel yang mana yah? Nama Amel kan banyak" kataku.Â
"Amel, anaknya Bu Ros"
"Oooohhh.."Â
Ternyata tuan, dia membicarakan amel anaknya Bu Ros. Balita berusia 5 tahun yang sangat imut.Â
Namun tuan, mendengar namanya kepalaku telah berkelana ke dirimu. Â Aku langsung istigfar. Biar bagaimana pun, aku tiada berhak untuk membencu siapa pun. Apalagi karena perasaan-perasaan bodoh yang kusimpan kepadamu. Â Aku telah kalah bahkan sebelum kumulai. Maka tuan dengan cepat dan sigap aku istigfar membuang dirimu dari pikiranku.Â
Tuan... sudah berakhir cerita kita. Tapi aku akan tetap menulis. Sebab, seperti yang kusampaikan. Aku menulis bukan karenamu. Tapi, karena aku memamg suka menulis. Jadi, biar pun ceritaku denganmu sudah usai. Aku akan tetap membagikan ceritaku kepadamu.Â
Meski aku tak tahu, apakah dari cerita pertama dari akhir kau pernah membacanya? Atau jangan-jangan kau bakan tak pernah tahu bahwa aku menuliskan cerita tentangmu. Aku tak peduli tuan. Yang kutahu, adalah  menulis.Â
Tak untuk rindu ku tulis itu, hanya sebai pelampiasan saja tuan. Jika sedih, senang, bahagia, marahku menjadi karya kenapa t tidak kan tuan?Â
"Zahra..." katamu tuan.Â
"Naza!!!" Ujarku kaget.Â
Dan sialnya, kamu hanya menyapaku  dalam mimpiku  saja.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H