Sudah hampir 2 jam aku dan Nur menunggu kedatangan angkot, namun tak kunjung datang. Hujan pun sudah semakin deras tuan. Lalu, Â Nur mengingatkanku kepadamu. Â Hingga, aku mengingatmu lagi. Â
"Kamu kenal Amel?" Tanya Nur kepadaku tuan.Â
Aku terkejut tuan. Mendengar namanya, aku menjadi teringat padamu. Seba wanita itu kan tuan yang kau pilih? Wajahku terngaga. Mengapa nama itu sangat panas ditelingaku?Â
"Zahra?"Â
"Eh, Amel... Mmm... Amel yang mana yah? Nama Amel kan banyak" kataku.Â
"Amel, anaknya Bu Ros"
"Oooohhh.."Â
Ternyata tuan, dia membicarakan amel anaknya Bu Ros. Balita berusia 5 tahun yang sangat imut.Â
Namun tuan, mendengar namanya kepalaku telah berkelana ke dirimu. Â Aku langsung istigfar. Biar bagaimana pun, aku tiada berhak untuk membencu siapa pun. Apalagi karena perasaan-perasaan bodoh yang kusimpan kepadamu. Â Aku telah kalah bahkan sebelum kumulai. Maka tuan dengan cepat dan sigap aku istigfar membuang dirimu dari pikiranku.Â
Tuan... sudah berakhir cerita kita. Tapi aku akan tetap menulis. Sebab, seperti yang kusampaikan. Aku menulis bukan karenamu. Tapi, karena aku memamg suka menulis. Jadi, biar pun ceritaku denganmu sudah usai. Aku akan tetap membagikan ceritaku kepadamu.Â
Meski aku tak tahu, apakah dari cerita pertama dari akhir kau pernah membacanya? Atau jangan-jangan kau bakan tak pernah tahu bahwa aku menuliskan cerita tentangmu. Aku tak peduli tuan. Yang kutahu, adalah  menulis.Â