"Zahra, kamu jalan kaki sejauh ini setiap hari?" Tanya Ifan kepadaku. Aku baru saja turun dari sebuah sepeda motor yang mengantarku pulang. Diani, dia adik kelasku di organisasi. Â Kebetulan hari ini, dia menginap di rumah kerabatnya. Searah denganku. Walau dia lebih jauh. Sebetulnya, Â tadi aku sudah izin kepda Ibu akan menginap di kos temanku. Tapi, karena Diani menawariku untuk pulang bersama. Aku pun langsung mengiyakannya. Ya, selagi ada jalan pulang. Kenapa harus menyusahkan orang dengan menginap?Â
Diperjalanan, aku dan Diani cerita-cerita. Tiba-tiba dia teringat begal yang membumbunuh abang dari temannya. Hingga, ia tak berani lagi pulang sendiri. Karena nanti, ketika dia mengantarku. Dia akan sendiri melanjutkan perjalannanya yang melewati gang sepi. Â Membayang-bayangkan itu, wajahnya jadi pucat. Â Ia takut nasibnya akan sama seperti abang temannya itu. Kembali ke rahmatullah.Â
Ia menghentikan kendaraannya di pertengahan jalan. Wajahnya pucat, air matanya hampir keluar membayangkan pikiran-pikiran negatif di kepalanya. Akhirnya dia menyuruhku menelepon Ifan. Dia teman kami di organisasi. Seangkatanku, satu jurusan denganku. Dan  dia salah satu laki-laki yang banyak berurusan denganku.Â
Tuan,  aku mengenal Ifan ketika dulu saat masih semester muda, aku ikut sebuah acara lomba. Dimana pesertanya hanya kami berdua. Aku, orang yang sangat kaku, bertemu orang baru. Apalagi  dengan laki-laki. Aku agak sulit menyatukan diri.  Namun, dengan Ifan entah kenapa aku secepat itu berbaur. Mungkin memang betul, karena dia orangnya ramah. Dan yang paling penting dia hobi tertawa. Kadang-kadang tidak ada yang lucu, tapi dia tetap teratawa. Maka tuan,  tiada hariku tanpa tertawa jika bertemu dengannya.Â
"Assalamualaikum Fan"
"Ha? Halo.. "Â
Ini yang tak bisa kutahan, setiap dia bicara. Perutku tak bisa menahan tawa. Aku pun menyerahkan hpku pada Diani. Agar dia saja yang bicara dengan Ifan, sebab jika aku. Pembicaraan tidak akan menyambung, karena dia banyak bercanda. Sedang aku mudah tertawa.Â
"Bang Fan, Aku gak berani jalan sendirian apalagi lewat gang sepi. Bisa nggak, Abang  kawal aku" ucap Diani.Â
"Kalian dimana sekarang?" Katanya.Â
"Di depan klinik kecantikan Bang" ucap Diani.Â
"Oke, tunggu disana. Abang otw kesana" jawab Ifan.Â
Aku dan Diani pun menunggu kedatangan Ifan. Sungguh, Â selama penungguan itu. Aku malah teringat padamu tuan.
Bagaimana, jika kamu tahu kalau aku tidak  salat tarawih ke masjid hari ini tuan? Bagaimana jika kamu tahu tuan, kalau aku sekarang sedang menunggu kedatangan laki-laki yang bukan mahromku.  Meski cuman teman biasa, namun kan tuan ini sudah malam. Sebetulnya tak pantas yang mengawal kami adalah yang  bukan mahrom.Â
Aku resah sendiri.  Tuan, aku akan tetap salat tarawih,  nanti di rumah sendiri. Sungguh tuan, acara kami hari ini adalah acara kebaikan. Kami telah memberi makan dan santunan pada 16 anak yatim. Kemudian, kami juga membagi-bagikan 60 takjil di jalan. Kami juga adakan kajian sebelum berbuka. Kami salat maghrib  berjamaah di masjid kampus. Kemudian, kami berbuka bersama. Lalu, pulang. Â
Hanya karena perjalanan, salat isya di masjid, pun tak bisa kukejarkan. Namun, waktu masih panjang tuan. Aku masih bisa salat isya di rumah. Â Aku juga telah berniat untuk tarawih di rumah tuan. Â Semoga kau paham, Â bahwa aku ikut agenda kebaikan tadi. Hanya karena masalah kewajiban.
 Aku pengurus tuan, di organisasi itu. Bayangkan tuan, dari sekian banyak pengurus. Kurang lebih 35 manusia. Namun, yang aktif hanya 5 orang saja. Dan itu termasuk aku. Jika aku tak ikut tuan, maka pengurusnya hanya akan ada 4. Lalu, aku akan menjadi salah satu manusia yang tak bertanggung jawab.
Kau tak marah kan tuan? Tuan, selama aku ikut organisasi ini. Aku banyak mendapatkan  ladang untuk berbuat kebaikan.  Meski pun masih ada peluang ikhtilat disini.  Tapi tuan, Insya Allah aku bisa menjaga diri.  Karena mereka paham, bagaimana aku. Mereka segan lepadaku tuan. Lagi pula tuan, sejauh ini hanya engaku yang ada di hatiku. *
Tuan, kita cerita soal Ifan lagi. Semoga kau tidak cemburu. Niatku bukan untuk membuatmu cemburu. Tapi, Â hanya ingin menceritakan padamu. Ini, karena aku yakin kepadamu tuan. Ifan, jika ada pada mode serius tuan, dia amat serius. Selama aku berkuliah, Ifan lah salah satu teman yang tak bisa kulupakan kebaikannya. Kamu masih ingat tuan, waktu aku cerita aku melawan seorang dosen korup? Saat itu tuan, semua teman karib yang mengaku dekat denganku meninggalkanku. Aku sendiri dan tertuduh menjadi orang yang paling tak punya akhlak di muka bumi. Â Kecuali, Dia tuan. Tuan, dia lah yang terang-terangan membantuku berjuang menegakkan kebenaran waktu itu.Â
Ketika dia ada dalam mode serius, maka saat itu, aku menjadi segan kepadanya. Â Kutatap aura kedewasaan dan akhlaknya yang amat baik. Tapi tuan, jangan cemburu! aku mohon. Aku tak punya perasaan apa pun kepadanya tuan. Aku hanya ingin menceritakan padamu bahwa dia salah satu teman yang baik. Agar nanti, jika kita bertemu. Kau tak salah paham padanya.Â
Tuan,  Ifan itu buaya. Aku tentu bukan tipe yang mudah terperangkap oleh jebakan pemangsa itu. Bukan aku, yang mampu tergoda oleh rayuan-rayuan mautnya. Hanya Allah  tuan, yang mampu menggetarkan hatiku. Dengan izin Allah, Engaku mampu menggeyarkan hatiku saat mendengar namamu saja.  Meski tanpa sepatah kata pun, meski kita  tidak ada  dalam pertemuan apa pun. Meski jarak kita amat jauh. Meski aku tak begitu dalam mengenalimu. Bahkan kurasakan malu yang  dalam tuan,  saat aku berbuat kesalaham. Seperti malam ini tuan.Â
Saat menunggu kadatangan Ifan, yang kupikirkan adalah dirimu tuan. Takut, bagaimana kalau kamu tak percaya padaku? Bagaimana kalau kamu kira aku sama seperti perempuan perempuan pasa umumnya? Karena itu, Â aku langsung menulis cerita ini padamu tuan. *
Oh iya tuan, aku ingin bercerita padamu soal seorang pengagummu.Â
Tuan, masih ingat Alisya? Dia temanku yang amat kepo dengan hidupmu. Rupanya,  dia telah menyebarkan kepada banyak orang. Kalau aku dan kau saling mencintai. Semoga itu benar. Agar  tidak menjadi sebuah fitnah.Â
Alisya rupanya menceritakan kepada Yuni, salah satu juniorku di organisasi. Meski kami satu angkatan di semesteran, Yuni tetaplah juniorku di Organisasi . Yuni, rupanya telah mengagumimu sejak lama. Ia juga adalah teman akrabnya Amel. Dulu, Â katanya Amel dan Yuni beradu baik di hadapanmu. Agar bisa menaklukan hatimu. Bahkan hingga kini pun.Â
Hari ini, Yuni hadir di acara ini. Sepanjang acara, dia diam-diam mencuri pandang ke arahku. Kadang-kadang tak sengaja kulihat dia sedang menatapku dengan penuh hayat.Â
Mungkin tuan, dia sedang termakan cerita Alisya. Yang menyebarkan kalau aku dan kamu saling mencintai. Padahal, kamu belum tentu punya perasaan yang sama padaku kan tuan?Â
Barangkali, Yuni sedang berpikir-pikir kenapa kau mencintaiku? Apa yang spesial dariku? Kalau soal cantik, tentu ia lebih cantik. Â Kalau soal baik, Yuni juga orang baik. Kalau soal harta, dia tentu lebih punya dariku yang hanya seorang anak pengepul. Â Kalau soal akhlak, orang-orang juga tahu kalau aku perempuan yang kurang akhlak. Katanya... tuan.Â
Tak hentinya dia menatapku tuan. Aku pun mendekatinya. Kemudian, Aku tersenyum padanya. Dia balas semyumanku tuan.Â
Tuan, begitu banyak orang yang mengagumimu. Â Bahkan orang baik seperti Yuni juga ikut dalam pertarungan menakulukkan hatimu lewat jalur langit.Â
Aku jadi semakin insecure tuan. *
"Serius kamu jalan sejauh ini setiap hari?" Tanya Ifan lagi.Â
"Iya Fan" kataku.Â
"Memang kamu ya, Zahra. Memang betul-betul muslmah sejati" katanya.
"PReettt" ucapku.Â
Ali yang ada diboncengan belakang Ifam tertawa. Demikian juga Diani.Â
"Aku duluan. Â Makasih ya dek udah ngatar" kataku pada Diani.Â
"Makasih juga sudah dikawal" kataku pula pada Ifan dam Ali.Â
Mereka mengaggukkan kepala. Aku pun berjalan menuju rumah. Sambil memikirkanmu tuan. Â Aku ingin segera menyampaikan klarifikasi kepadamu. Cepat-cepat kubuka laman blog ku. Ku ciptakan sebuah tulisan, agar kau membacanya.*
"Kamu kenal Naza?" Tanyaku. Yuni memgagukkan kepala.Â
"Naza, sumaiku" katanya. Â
" Nggak, Â Naza itu sumiku" ucap Amel.Â
"Naza kan suami kita berdua" kata Yuni pada Amel.Â
"Ha??" Kataku kaget.
"Kamu itu pelakor" ucap mereka kepadaku.Â
"Justru Aku istri pertama Naza" ucapku.Â
"Maksudmu, Aku ini kedua  dan Yuni ketiga?" Kata Amel.Â
"Haaa...?" Kataku teriak.
Tiba-tiba aku terbangun, rupanya aku mimpi tuan. Aku mimpi kalau kau sudah memaduku dengan mereka.Â
Aaahh... tuan, kamu tak akan melakukan itu di dunia nyata kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H