"Oke, tunggu disana. Abang otw kesana" jawab Ifan.Â
Aku dan Diani pun menunggu kedatangan Ifan. Sungguh, Â selama penungguan itu. Aku malah teringat padamu tuan.
Bagaimana, jika kamu tahu kalau aku tidak  salat tarawih ke masjid hari ini tuan? Bagaimana jika kamu tahu tuan, kalau aku sekarang sedang menunggu kedatangan laki-laki yang bukan mahromku.  Meski cuman teman biasa, namun kan tuan ini sudah malam. Sebetulnya tak pantas yang mengawal kami adalah yang  bukan mahrom.Â
Aku resah sendiri.  Tuan, aku akan tetap salat tarawih,  nanti di rumah sendiri. Sungguh tuan, acara kami hari ini adalah acara kebaikan. Kami telah memberi makan dan santunan pada 16 anak yatim. Kemudian, kami juga membagi-bagikan 60 takjil di jalan. Kami juga adakan kajian sebelum berbuka. Kami salat maghrib  berjamaah di masjid kampus. Kemudian, kami berbuka bersama. Lalu, pulang. Â
Hanya karena perjalanan, salat isya di masjid, pun tak bisa kukejarkan. Namun, waktu masih panjang tuan. Aku masih bisa salat isya di rumah. Â Aku juga telah berniat untuk tarawih di rumah tuan. Â Semoga kau paham, Â bahwa aku ikut agenda kebaikan tadi. Hanya karena masalah kewajiban.
 Aku pengurus tuan, di organisasi itu. Bayangkan tuan, dari sekian banyak pengurus. Kurang lebih 35 manusia. Namun, yang aktif hanya 5 orang saja. Dan itu termasuk aku. Jika aku tak ikut tuan, maka pengurusnya hanya akan ada 4. Lalu, aku akan menjadi salah satu manusia yang tak bertanggung jawab.
Kau tak marah kan tuan? Tuan, selama aku ikut organisasi ini. Aku banyak mendapatkan  ladang untuk berbuat kebaikan.  Meski pun masih ada peluang ikhtilat disini.  Tapi tuan, Insya Allah aku bisa menjaga diri.  Karena mereka paham, bagaimana aku. Mereka segan lepadaku tuan. Lagi pula tuan, sejauh ini hanya engaku yang ada di hatiku. *
Tuan, kita cerita soal Ifan lagi. Semoga kau tidak cemburu. Niatku bukan untuk membuatmu cemburu. Tapi, Â hanya ingin menceritakan padamu. Ini, karena aku yakin kepadamu tuan. Ifan, jika ada pada mode serius tuan, dia amat serius. Selama aku berkuliah, Ifan lah salah satu teman yang tak bisa kulupakan kebaikannya. Kamu masih ingat tuan, waktu aku cerita aku melawan seorang dosen korup? Saat itu tuan, semua teman karib yang mengaku dekat denganku meninggalkanku. Aku sendiri dan tertuduh menjadi orang yang paling tak punya akhlak di muka bumi. Â Kecuali, Dia tuan. Tuan, dia lah yang terang-terangan membantuku berjuang menegakkan kebenaran waktu itu.Â
Ketika dia ada dalam mode serius, maka saat itu, aku menjadi segan kepadanya. Â Kutatap aura kedewasaan dan akhlaknya yang amat baik. Tapi tuan, jangan cemburu! aku mohon. Aku tak punya perasaan apa pun kepadanya tuan. Aku hanya ingin menceritakan padamu bahwa dia salah satu teman yang baik. Agar nanti, jika kita bertemu. Kau tak salah paham padanya.Â
Tuan,  Ifan itu buaya. Aku tentu bukan tipe yang mudah terperangkap oleh jebakan pemangsa itu. Bukan aku, yang mampu tergoda oleh rayuan-rayuan mautnya. Hanya Allah  tuan, yang mampu menggetarkan hatiku. Dengan izin Allah, Engaku mampu menggeyarkan hatiku saat mendengar namamu saja.  Meski tanpa sepatah kata pun, meski kita  tidak ada  dalam pertemuan apa pun. Meski jarak kita amat jauh. Meski aku tak begitu dalam mengenalimu. Bahkan kurasakan malu yang  dalam tuan,  saat aku berbuat kesalaham. Seperti malam ini tuan.Â
Saat menunggu kadatangan Ifan, yang kupikirkan adalah dirimu tuan. Takut, bagaimana kalau kamu tak percaya padaku? Bagaimana kalau kamu kira aku sama seperti perempuan perempuan pasa umumnya? Karena itu, Â aku langsung menulis cerita ini padamu tuan. *