Mohon tunggu...
Rahmi Yanti
Rahmi Yanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pengalaman adalah cerita-cerita di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Artikel Utama

Cerpen: Mimpi dan Overthinking

2 Maret 2024   20:19 Diperbarui: 22 Maret 2024   21:12 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Perempuan dan buku-buku bacaan. (Sumber: pixabay)

Nona, Aku sudah membaca semua tulisan-tulisanmu tentangku. Sudah kubaca pula, alasan mengapa engkau membuat story-story tentang mundur selama ini. 

Rupanya, Amel sudah mengusikmu kan Nona? Di pagi-pagi buta, dia melabrakmu tanpa alasan. Nona, aku sudah paham dan mengerti semua sinyal yang kau beri di tulisanmu. Itu untukku kan nona? Namun maaf Nona, aku pura-pura tak paham. 

Nona, Aku akan menjawab semua pertanyaanmu. Pertama; Aku memang sering menyebut namamu di hadapan Amel. Kadang-kadang, Aku mengira Kau adalah Amel. Sebab, aku sering mengingat dirimu nona. Aku sering salah sebut, mengira Amel adalah dirimu. 

Kedua; Aku dan Amel memang punya hubungan nona. Dia memang, kekasihku nona. Kemudian Ibu dan ayah merestui hubungan kami juga nona. 

Lalu, aku menolak untuk melanjutkan hubungan terlarang itu dengannya. Sebab, aku tak ingin terjerumus lebih dalam lagi pada dosa.

Nona, kau benar! Aku memang punya rasa terhadapmu. Apalagi terhadap tulisan-tulisanmu yang membuat aku candu. Meski sekali pun kita tak pernah bertemu. Aku sudah jatuh suka terhadapmu, sejak tulisan pertamamu.

Nona, setiap malam aku tak bisa tidur. Tanpa melihat storymu. Tanpa menstalking akun igmu. Tanpa mebaca situs blogmu yang berisi tulisan-tulisanmu. 

Aku demikian pensaran, kamu sedang apa hari ini? Aku tak mengerti, kenapa rasa ini ada. Meskipun aku dan kamu tak kunjung bersua. 

Setiap hari pun, tak terlepas dengan hariku mendoakan agar Allah mempertemukan aku dan kamu. Sedemikian besarlah nona! keinginanku untuk bisa bersua denganmu. 

Aku pernah melihat dirimu, di sosial media. Hanif musuhmu yang adalah kawan dekatku. Menceritakan sosokmu yang pemberontak dan tegas dalam berpendapat. Kata Hanif, kau juga wanita yang cerdas. 

Banyak laki-laki yang ketakutan saat mendengar namamu. Kejujuranmu, juga amat ditakuri banyak orang. Karena itu, kau berani melawan para koruptor di kampusmu. Meskipun masa depanmu akan dianacam oleh banyak rintangan. Aku semakin penasaran saja denganmu nona. 

"Zahra tidak cantik, tapi aku akui dia perempuan baik" kata Hanif nona. 

Nona, bagiku kencatikan itu harus aku buktikan sendiri. Sebab, mungkin saja mataku dan mata Hanif berbeda kan nona? Namun, kebaikan adalah kecantikan sejati seorang wanita yang sesungguhnya. Karena itu, aku selalu menganggapmu wanita tercantik kedua setelah ibuku. 

Suatu hari nona, aku membaca tulisanmu tentang surah Al-A'la ayat 1-7 yang meneragkan kenapa kamu seolah bersikap pura-pura tak tahu dengan perasaan kita berdua. Rupanya, kau tengah meilih untuk memantaskan diri kan nona? Aku bangga padamu nona. 

Lalu, aku pun merasa diriku hina. Apalagi, saat aku menyadari calon istriku melabrakmu di pagi-pagi buta. Kau pasti sangat kesal kan nona? Aku juga demikian! Andai saja, aku bisa lepas dari Amel. Tapi tidak semudah itu nona. Karena dia sudah kenal dengan keluargaku. 

Lalu nona, Aku pun memutuskan untuk mundur dari harap-harapku untuk menjadikanmu makmumku. Sebab, aku merasa tak pantas mebimbingmu.

Ilmu agamamu sangat bagus dalam pandanganku. Semantara, Aku. Aku suka menyebar konten dakwah. Tapi aku juga selalu berbuat maksiat nona. 

Apalagi nona, dipikiranku malah terlintas untuk memadu. Padahal, antara kau dan Amel belum lah mahramku. Kuingin memilihmu nona. Tapi tidak bisa. Maafkan aku.

Aku sekarang tengah menahan diri. Mencoba tidak singgah di sosial mediamu. Mencoba untuk tidak hadir dalam daftar penonton storymu. Aku ingin mejauh nona. 

Aku juga sudah jelaskan pada Amel. Agar dia tak mengusikmu lagi. Sebab,Aku tahu jelas nona. Kamu amat terganggu dengan tindakan Amel kan nona? Ini bukan salah Amel. Ini salahku nona. Aku memberi harap padanya hingga dia menjadi obsesi kepadaku berlebihan seperti itu. 

Aku juga mengatakan kalau aku mecintainya sedalam samudra di lautan. Aku menggombalnya selayaknya buaya darat nona. Aku juga menerima tawarannya, untuk menjadi pacarnya. Maafkan aku nona. Ini semua kulakukan agar dia tak mengusik proses pematasan dirimu. Aku juga tak akan menggagumu lagi nona. Perlahan, aku ingin hilang dari hidupmu. 

Nona, aku minta maaf. Karena mencoba pura-pura menjadi laki-laki soleh. Demi mendapatkan hatimu. Kini aku sadar nona, aku hanyut dalam cinta sucimu. 

Barangkali, doa-doamu di langit tengah mengalahkan niat busukku untuk memilikimu. Kini aku tengah sadar nona. 

Aku tak pantas sama sekali berada di dekatmu. Apalagi berharap memilikimu. Kau sangat baik dan terlalu baik, untuk aku yang terjun dalam dua wajah. Kau tak suka orang munafik kan nona? Tapi aku munafik nona. Bahkan aku sering membohongi diriku sendiri.

Nona, aku pamit. Izinkan aku untuk menjauh darimu. Jangan rindukan laki-laki pendosa, yang Allah tutup aibnya seperti aku ini. 

Sibukkanlah dirimu dengan ilmu nona. Di sini aku akan mendoakanmu, agar kamu dipertemukan dengan laki-laki yang pantas jadi imammu.

Nanti nona, jika aku jadi menikah dengan Amel, aku akan bimbing dia. Agar dia menjadi wanita sepertimu. Sebab, rupa tiada lah berharga nona. 

Akhlak dan agama yang baik yang bisa menjadikan bahtera rumah tangga menjadi indah kan nona. Aku ingin jadikan Amel, menjadi wanita sepertimu yang berani dan juga luas wawasannya. Wanita yang tujuan hidupnya adalah surga-Nya.

***

"Aku bermimpi Naza, mengatakan itu semua kepadaku Sya" kataku pada Alisya. 

Aku dan Alisya tengah duduk, sebuah bale-bale ditemani segelas air putih.

"Kenapa endingnya, di mimpimu. Naza kayak buaya darat yah?" Ucap Alisya. 

Aku menaikkan kedua pundakku. Lalu, mengambil air putih di gelas dan meminumnya. 

"Jangan-jangan sebelum tidur. Kamu lagi overthinking yah ama Naza. Cieee" kata Alisya menggodaku. 

Barangkali betul tuan, aku overthinking memikirkanmu dan Amel yang serentak meninggalkanku. Hilang dari kehidupanku begitu saja. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun