Mohon tunggu...
Rahmi Yanti
Rahmi Yanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pengalaman adalah cerita-cerita di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Tua Itu Narsistik

28 Februari 2024   21:36 Diperbarui: 28 Februari 2024   21:44 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Baik Bu, Aku keluar. Tapi ingat baik-baik Bu. Yang Ibu lakukan itu salah. Ibu sudah melakukan tindakan sepihak demi kepentingan Ibu"

"Pergi Kamu! Saya akan kasih nilai D untukmu. Karena kamu tidak punya akhlak dan adab pada gurumu!" ucapnya.

"Jika karena saya menyampaikan sebuah kebenaran saya dianggap tidak punya adab. Maka baiklah saya akan belajar  tentang adab lagi. Dan jika karena saya tidak mau beli buku nilai saya D, saya ikhlas.  Saya cukup tahu dan bisa menilai guru seperti apa yang ada di hadapan saya ini" Ucapku lalu aku berjalan keluar.

"Oke! Itu mau mu, lihat saja saya akan kasih nilai D" katanya teriak-teriak.


Setelah tiga hari berlalu atas kejadian itu orang-orang menyuruhku untuk meminta maaf. Katanya Aku tak akan bisa melawan calon profesor seperti dia. Lagi pula, Aku juga dihantui rasa bersalah karena sudah membuat emosi orangtua bangka padahal sebentar lagi akan idul adha. Maka aku ingin menyelesaikannya baik-baik. Aku pun menemuinya di kantornya. Saat itu di kantornya sangat ramai dosen yang lain. Mengejutkan dia langsung memaafkanku saat itu. Tidak tahu kenapa, Dia berkata manis dan bahkan juga tersenyum padaku. Karena itu aku pun menyalam tangannya,  Apa kamu  percaya bahwa dia memaafkanku dengan tulus? Awalnya aku juga mengira begitu. 


Namun, Kamu tahu? kukira Perempuan tua itu ikhlas memaafkanku. Tapi ternyata dia punya muka dua. Senyumnya itu hanya supaya kedoknya tak terbongkar. Dia takut aku bersuara, dan dosen lain pun tahu kelakuannya yang sesungguhnya. Betul-betul perempuan tua yang narsistik.


Mirisnya, Dia sengaja tidak membiarkan teman-temanku yang lain memberi tahuku sistem ujian. Hingga ketika ujian, Aku tidak tahu kalau ujian kami dilakukan dengan sistem  open book. Sehingga saat ujian semua orang bisa melihat buku. Hanya aku yang tidak bisa, karena aku tak punya buku. Menurutmu ujian seperti apa ini? Apa gunanya ujian jika melihat buku diperbolehkan? Aku mengarang bebas tidak tahu mau menulis apa, karena soal di kertas ini  tak pernah kami bahas saat perkuliahan. Hingga aku pun terlihat paling goblok.


Kini  Aku tak bisa berbuat apa-apa. Dia punya bukti jika ingin membuat nilaiku D. Nilai ujianku memang  benar anjlok, dosen laknat itu memberiku nilai D. Dia memang seniat itu untuk memberi pelajaran padaku. Tapi yang paling membuatku geleng kepala adalah dia tulis di sistem informasi akademik bahwa sikap ku nol. Angka bulat itu disematkannya di nilai sikap ku. Seolah-olah  selama perkuliahan aku tak pernah sopan padanya,  seolah-olah Aku selalu menjambak rambutnya, berkata kasar padanya, dan mempermalukannya di kelas. Hahahaha... edan dosen yang satu ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun