Mohon tunggu...
Rahmi Yanti
Rahmi Yanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pengalaman adalah cerita-cerita di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Insting

20 Januari 2024   21:41 Diperbarui: 20 Januari 2024   21:42 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang benar saja, berita itu ternyata benar. Bagaimana mungkin gadis baik itu meninggalkan orang-orang yang ia sayangi di usia ini? Dia masih muda, dan sebentar lagi akan menyandang gelar sarjana.  Lalu, kenapa Tuhan mencabut nyawanya begitu cepat? Bahkan aku belum sempat mengenal dia dengan dalam. Padahal, Aku masih ingin mengenal dia lebih dalam lagi. 

Air mataku tak bisa kubendung. Gumpalan daging yang bernama hati, seolah tersayat-sayat tanpa darah.  Aku saja, yang baru masuk dalam hidupnya, walau hanya sekedar singgah. Merasakan kehilangan yang amat dalam.  Lalu, bagaimana dengan keluarganya? Bagaimana dengan teman-teman dekatnya? Bagaimana dengan orang-orang yang mencintainya. Bagimana dengan Dia yang diam-diam mengirimkan doa kepadanya.  

"Jadi Mi, Dani itu kecelakaan. Dia terpelanting hingga masuk ke kolong truk Lalu, mengenai pembuluh darahnya. Saat diperjalanan ke rumah sakit. Beliau pun menghembuskan napas terkahir" kata  Uswah, kawan magangku. 

Tetes air mataku, tak berhenti mengalir. Orang baik itu, yang pertama menemui dzat yang maha Agung. 

Ku ingat, Aku masih melihat story instagramnya tadi siang. Sebuah foto estetik yang ia tangkap, dengan panorama yang amat indah. Ia memang pecinta seni. Foto itu adalah ranting-ranting pohon yang gundul dengan warnanya yang kelam. 

Lalu, Aku ingat lagi senyumannya seminggu yang lalu. Rupanya senyuman itu, adalah senyuman pamit. Tuhan sebenarnya sudah memberikan sinyal, namun Aku tak paham. 

Malam itu, angin sepoi-sepoi menggerogoti pori-pori Ku. Air mataku, tak henti-hentinya menjatuhkan butir-butir kepedihan .  Tuhan, belum sempat diri ini mengenalnya lebih dalam. 

Bayangan kalimat terkahir yang kami bincangkan di fakultas kala itu terus menghantuiku  "Alhamdulillah sebentar lagi Aku daftar sempro,  doain yah Mi" Bagaimana aku menahan luka ini? Aku menjadi salah satu saksi atas perjuangannya untuk melihatnya menyandang gelar sarjana. 

Sialan,  kami berusaha mati-matian untuk berjuang. Hingga kematian itu pun tak terelakkan.

Mirisnya, sebuah partikel   kecil di dalam ubun-ubunku seperti menertawakanku.  Mati-matian kami ingin memperjuangkan sebuah gelar, namun gelar itu hanya sebuah nama belakang. Pada akhirnya, yang bergelar atau pu tak bergelar semua manusia akan kembali ke bumi. 

Melihat usia gadis jelita nan dermawan itu, yang teramat masih muda. Usianya sama sepertiku dan kawan-kawan sebayaku. Ini, menandakan kematian tak mengenal usia. Lalu tiba-tiba rasa takut menghantui pikiranku. Maut pun seolah sedang mengintaiku, Bagaimana jika setelah ini adalah gilaranku? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun