Anak usia dini merupakan usia yang penting sepanjang hidup anak karena pada usia ini sebagai fondasi pembentukan pribadi yang utuh untuk kehidupan selanjutnya. Pendidikan sedari dini sangat diperlukan bagi anak dalam pembentukan pribadi yang utuh. Pendidikan anak usia dini sangat penting dalam pembentukan pribadi anak, dalam hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 18 Tahun 2018 tentang penyelenggaran pendidikan pada satuan PAUD dikeluarkan dengan menimbang untuk menjamin anak usia dini mendapatkan akses terhadap pendidikan anak usia dini yang berkualitas. Dalam hal ini dengan Permendikbud no 18 tahun 2018 dapat memeratakan layanan PAUD di setiap daerah diindonesia, sehingga dapat mengoptimalkan pertumbihan dan perkembangan anak diseluruh Indonesia. Sesuai dengan tujuan penyedian layanan PAUD berdasarkan Permendikbud No 18 Tahun 2018 bahwa “penyedian layanan PAUD bertujuan untuk menyediakan layanan PAUD secara universal untuk semua anak usia dini yaitu sejak lahir sampai berusia 6 (enam) tahun agar memiliki akses terhadap perkembangan dan pengasuhan anak usia dini, pendidikan prasekolah dasar yang berkualitas sebagai persiapan menempuh pendidikan dasar”.
Dalam penyelenggaraan PAUD salah satu pasal didalam Permendikbud No 18 Tahun 2018 menjadi isu yang sedang disorot pada saat ini, yaitu Permendikbud No 18 Tahun 2018 pasal 9, yang menegaskan bahwa pembelajaran di PAUD dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan berpusat pada anak dalam konteks bermain sesuai dengan tingkat pencapaian perkembangan anak, pembelajaran di PAUD tidak boleh menggunakan pendekatan skolastik yang memaksakan anak secara fisik maupun psikis untuk memiliki kemampuan membaca, menulis dan berhitung.
Dalam hal ini berarti dalam implementasi penyelenggaraan PAUD, anak usia dini tidak harus dipaksa untuk menguasai kemampuan membaca, menulis dan berhitung secara mendalam. Pembelajaran di PAUD harus berfokus pada perkembangan anak yang meliputi fisik, motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, maupun seni.
Namun, kenyataan yang terjadi dilapangan, masih banyak lembaga PAUD yang dalam penyelenggaraannya masih menggunakan pendekatan skolastik ini, dimana lebih memfokuskan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung anak dari pada memfokuskan menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak. Hal ini terjadi karena tekanan dan pandangan orangtua dan masyarakat yang memandang jika anak belum bisa membaca, menulis, dan berhitung diusia dini merupakan anak yang kurang cerdas dan tertinggal. Sehingga dengan pandangan tersebut banyak orangtua yang menginginkan anak untuk belajar membaca menulis sejak dini, dengan alasan agar anak tidak tertinggal dan mempersiapkan anak masuk ke sekolah dasar. Sesuai dengan pendapat Wulansuci, G., & Kurniati, E. (2019) bahwa banyak orang tua yang sangat menginginkan anak sudah mampu membaca, menulis dan berhitung sejak usia dini, orang tua akan merasa khawatir terhadap anaknya jika anak tidak dibekali kemampuan calistung di PAUD, sehingga kebanyakan orangtua memaksakan belajar calistung kepada anaknya sejak anak di PAUD.
Dengan pandangan orangtua tersebut, banyak orang tua yang lebih memilih menyekolahkan anaknya pada lembaga PAUD yang menawarkan pembelajaran dengan fokus pada calistung. Sehingga dengan tuntunan saat ini bahkan didaerah-daerah banyak bermunculan PAUD non-formal yang menawarkan pembelajaran dengan fokus pada calistung (membaca, menulis, dan berhitung). Fenomena ini membuat PAUD yang diselenggarakan oleh pemerintah, yang lebih mengutamakan pengembangan karakter dan keterampilan sosial anak, mengalami kekurangan murid. Orang tua seringkali memilih PAUD non-formal karena mereka berharap anak-anak mereka dapat menguasai keterampilan akademik dasar sebelum memasuki sekolah dasar.
Untuk mengatasi permasalahan ini, hendaknya pemerintah lebih memperhatikan kualitas penyelenggaraan PAUD. Pemerintah baik pusat maupun daerah hendaknya semakin kritis memperhatikan kualitas penyelenggaraan PAUD sebelum memberikan izin operasional kepada lembaga-lembaga yang ingin membuka layanan pendidikan anak usia dini baik PAUD formal maupun PAUD non-formal. Pemerintah harus memperhatikan kurikulum dan pembelajaran seperti apa yang digunakan sekolah-sekolah tersebut. Langkah ini menjadi penting mengingat banyaknya lembaga PAUD yang saat ini belum sepenuhnya memahami dan menerapkan prinsip dasar pendidikan anak usia dini, terutama dalam menghindari pendekatan skolastik yang terlalu menekankan pada kemampuan akademik seperti calistung (membaca, menulis, dan berhitung). Sehingga dengan memperketat proses evaluasi dan akreditasi ini, diharapkan semua lembaga PAUD yang beroperasi di Indonesia dapat mengikuti pedoman yang tertuang dalam Permendikbud No. 18 Tahun 2018, agar pendidikan yang diberikan benar-benar sesuai dengan tahap perkembangan anak dan menjamin anak usia dini mendapatkan akses terhadap layanan pendidikan yang berkualitas untuk tumbuh kembang mereka. Yang mana sesuai dengan pendapat Apriyanti & Aprianti (2023) bahwa pada kenyataannya yang dialami anak di PAUD, dalam pembelajaran calistung pada anak usia dini menyebabkan terjadinya mental hectic pada anak ketika anak menempuh pendidikan di sekolah dasar. Sehingga ada kewajiban bagi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan dibantu Dinas Pendidikan Provinsi untuk melakukan pemantauan terhadap penyelenggaraan pendidikan agar tidak memberlakukan model penerimaan pembelajaran yang menjadi beban bagi anak.
Sebetulnya pembelajaran calistung di PAUD (TK/RA sederajat) boleh-boleh saja dengan syarat pembelajaran calistung dilakukan melalui pendekatan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak yaitu melalui kegiatan bermain, konkrit, eksplorasi dan menyenangkan Oleh sebab itu, mengajarkan materi calistung sebaiknya tidak diberikan sebagai pembelajaran tersendiri melainkan dilakukan dalam kerangka pengembangan keseluruhan aspek perkembangan anak dan sesuai dengan tugas perkembangan anak walaupun tujuan sebenarnya adalahnya adalah pembelajaran calistung (Marlisa, 2018). Materi calistung yang diajarkan yaitu meliputi pengenalan konsep dan lambang huruf vokal maupun huruf konsonan serta pengenalan konsep dan lambang bilangan yang dilakukan melalui pendekatan bermain. Oleh karena itu, disini pemerintah juga harus memperhatikan dan memastikan meningkatkan pelatihan bagi tenaga pendidik PAUD agar Permendikbud No. 18 Tahun 2018 dapat diterapkan dengan efektif. Banyak pengelola PAUD, baik yang dikelola pemerintah maupun swasta, belum sepenuhnya memahami dan mengimplementasikan prinsip perkembangan anak usia dini yang sesuai dengan peraturan tersebut. Oleh karena itu, program pelatihan pendidik PAUD yang berfokus pada pengembangan kemampuan pendidik untuk mengajarkan melalui pendekatan berbasis bermain dan eksplorasi sangatlah penting.
Selanjutnya untuk mengatasi masalah pandangan orang tua yang masih mengutamakan kemampuan anak harus bisa calistung pada usia dini yaitu dengan mengedukasi orang tua mengenai pentingnya mendukung anak-anak mereka dalam kegiatan bermain, eksplorasi, pengembangan karakter, serta pentingnya mengembangkan pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia dini daripada hanya fokus pada kemampuan akademik seperti membaca dan menulis di usia dini. Dimana penting bagi orang tua untuk memahami bahwa pendidikan yang sehat bagi anak usia dini lebih dari sekadar kemampuan membaca dan berhitung. Pendidikan yang melibatkan aspek agana, bahasa, motorik, sosial, emosional, dan kreativitas anak adalah kunci untuk membangun dasar yang kuat bagi kesuksesan anak di masa depan.
Daftar Pustaka :
Apriyanti, S., & Aprianti, E. (2023). Dampak Penyelenggaraan Aktivitas Baca, Tulis Dan Hitung (Calistung) Pada Anak Usia Dini. CERIA (Cerdas Energik Responsif Inovatif Adaptif), 6(4), 399-407
Marlisa, L. (2018). Tuntutan Calistung Pada Anak Usia Dini. Golden Age: Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 1(3), 25–38. https://doi.org/10.14421/jga.2016.13-03
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 18 Tahun 2018 tentang penyelenggaran pendidikan pada satuan PAUD
Wulansuci, G., & Kurniati, E. (2019). Pembelajaran calistung (membaca, menulis, berhitung) dengan resiko terjadinya stress akademik pada anak usia dini. Tunas Siliwangi: Jurnal Program Studi Pendidikan Guru PAUD STKIP Siliwangi Bandung, 5(1), 38-44. https://doi.org/10.22460/ts.v5i1p44-50.1272
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H