Mohon tunggu...
SHITA RAHMI MARETTA
SHITA RAHMI MARETTA Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswi yang suka belajar mengenai sejarah dan perkembangan Ilmu politik. Biasanya saya dan rekan-rekan saya suka untuk berdiskusi dan menuangkan ide-ide kami dalam sebuah tulisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kacamata Liberalis Invasi Amerika Serikat Terhadap Irak

21 Desember 2023   18:00 Diperbarui: 21 Desember 2023   18:04 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan 

   Pasca perang teluk I dan II kondisi politik, ekonomi dan sosial mulai kembali pulih bahkan kerukunan antar etnis sedikit demi sedikit mulai terjalin baik. Kondisi Irak pasca perang teluk pun mulai aman dan terkendali. Sampai pada tragedi 11 september 2001 di gedung menara kembar World Trade Center yang berada di New York dan Pentagon di Washington ditabrak oleh pesawat. Amerika Serikat menyebut tragedi ini merupakan ulah para teroris, yang dimana pesawat yang terbang menghantam gedung tersebut menggunakan bom bunuh diri sehingga menara tersebut roboh. Nyawa yang melayang akibat tragedi tersebut sebanyak 3000 jiwa.

   Peristiwa tersebut menjadi mimpi buruk bagi Amerika Serikat. Kemudian, Amerika Serikat ikut menyeret negara-negara lain dalam operasi mandala yang disebut-sebut untuk melawan terorisme. Presiden Bush mengeluarkan doktrin dengan berpedoman doktrin yang dimana negara-negara lain diberikan pilihan yaitu berada di pihak Amerika Serikat atau Teroris.

   Amerika Serikat awalnya melakukan invasi pertamanya pada Afganistan dan pada Invasi kedua yang terjadi di Tahun 2003 pada Irak. Invasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat kepada Irak di tahun 2003 memiliki tujuan untuk menyerang dan menghancurkan Irak yang dianggap memiliki dan menyimpan senjata pemusnah massal serta presiden Irak pada saat itu Saddam Hussein dianggap memiliki hubungan dengan Al-Qaeda di Afganistan. Selain itu, ada upaya dari Amerika Serikat untuk membebaskan rakyat Irak dari pemerintahan otoriter Saddam Hussein.

   Aksi invasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Irak dianggap tidak menjadi solusi. Irak sebagai negara yang merdeka pada saat itu memperjuangkan kebebasan atas invasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Irak. Aksi invasi Amerika Serikat terhadap Irak dapat dipandang melalui kacamata liberalis. Liberalisme merupakan paham yang menghendaki kebebasan Individu di segala bidang kehidupan. Sekalipun liberalisme juga dikritik, namun ide-idenya tetap dipakai untuk mengesahkan tindakan negara-negara untuk berperang (Doyle & Michael, 2006).   

Pembahasan

    Invasi Amerika Serikat terhadap Irak dimulai pada 19 Maret 2003, dimana latar belakang dimulainya invasi tersebut akibat dari tragedi di gedung menara kembar World Trade Center (WTC) di New York dan pentagon di Washington yang menewaskan 3000 jiwa. Amerika Serikat menganggap tragedi ini berhubungan dengan aksi terorisme. Permasalahan ini juga dibawa ke hadapan Dewan Keamanan PBB pada saat itu. Amerika Serikat menganggap Irak melakukan pelanggaran terhadap resolusi yang telah ditetapkan oleh Dewan Keamanan PBB. Pada saat itu hanya Amerika Serikat dan Inggris yang setuju bahwa Irak melanggar resolusi tersebut sehingga berimbas berupa serangan militer dari Amerika Serikat yang didukung oleh 20 negara koalisi dan suku Kurdi.

    Dalam buku ‘perpetual peace’ karya Immanuel Kant, ia mengungkapkan bahwasannya hanya liberalismelah yang dapat menciptakan perdamaian antar negara, karena negara liberal cenderung ‘pasifis’ dengan sesama negara liberal (Nursita & Surwandono, 2017). Hingga,konsep liberalisme yang dibawa oleh Kant melahirkan democratic peace theory yang ikut mempengaruhi politik luar negeri Amerika Serikat.

   Amerika Serikat sering membawa embel-embel teori democratic peace dalam menjustifikasi peristiwa yang terjadi di WTC pada 11 september 2001 yang dikenal sebagai Bush Doctrine. Secara garis besar doktrin ini memuat mengenai perlawanan kepada terorisme, demokratisasi,national security serta pre-emptive war (pencegahan terhadap ancaman dengan cara melawan terlebih dahulu).

    Secara terang-terang Presiden Bush pada saat itu dengan terang-terangan ingin melawan dan melakukan propaganda terhadap terorisme. Di tahun 2001 Presiden Bush membentuk koalisi anti-terorisme.Pada saat itu rezim Saddam Hussein dianggap mengancam keamanan Amerika Serikat serta dituduh memiliki senjata pemusnah masal. Saddam Hussein juga diperkirakan mendukung aksi terorisme yang berada di Afganistan yaitu Al-Qaeda.Dengan alasan-alasan demikian Amerika Serikat melakukan intervensi politik secara terbuka yang berujung invasi terhadap Irak serta mengakhiri pemerintahan Saddam Hussein. Di tahun 2004 Bush secara gamblang menjelaskan di media tentang gagasan democratic peace nya,ia menjelaskan alasannya menegakkan demokrasi dengan ‘tegas’ karena negara-negara yang menjunjung demokrasi tidak akan berperang satu sama lain.Invasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat dianggap bukan sebuah tindakan penyerangan akan tetapi dianggap sebagai proses kebebasan karena rezim Saddam Hussein pada saat itu digambarkan sebagai rezim yang kejam.      

   Jika kasus ini dipandang memakai kacamata liberalis dari sisi Irak, sebenarnya Irak menginginkan jauhnya Intervensi negara lain terutama Amerika Serikat karena dianggap selalu ikut campur tangan terhadap permasalahan suatu negara. Secara sederhana dalam memahami liberalisme diartikan sebagai paham yang menghendaki kebebasan individu. Saddam Hussein menganggap tindakan Amerika Serikat justru dapat menghambat dalam menentukan arah kebijakan. Padahal jika dilihat latar belakang Amerika Serikat dan Irak justru pernah berhubungan mesra sebagai negara yang bersekutu. Sampai pada akhirnya Saddam Hussein sadar bahwa kepentingan bangsanya lebih utama daripada kepentingan asing yaitu Amerika Serikat yang berimbas pada keputusan Irak keluar dari sekutu Amerika Serikat.

   Akibat dari peristiwa ini yang menjadi korban utama adalah masyarakat sipil. Mereka kehilangan harta, benda bahkan tidak ada rumah lagi untuk bernaung. Korban yang berjatuhan pun tidak hanya dari masyarakat sipil saja tetapi juga dari militer. Rakyat Irak menyadari bahwasannya meruntuhkan rezim Saddam Hussein tidak menjadikan mereka aman, tentram dan damai. Dalam narasi lain Presiden Bush memberikan argumentasi yang berbeda bahwasannya ia tidak ingin melalui jalan kekerasan tetapi ia mencoba memberikan kesempatan untuk melakukan diplomasi. Hal tersebut juga berimbas pada ekonomi Irak maupun Amerika Serikat sendiri. Politik Irak yang carut marut serta adanya intervensi dari Amerika Serikat. Apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat jauh sekali dari nilai-nilai liberalisme yang konon katanya politik luar negerinya dipengaruhi oleh democratic peace . 

Kesimpulan

   Invasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Irak merupakan buntut dari peristiwa 11 september 2001 di gedung menara kembar World Trade Center(WTC) dan pentagon di Washington yang menewaskan 3000 jiwa. Dalam kacamata liberalis berdasarkan teori liberalisme yang dituangkan dalam buku ‘perpetual peace’ karya Immanuel Kant ia percaya bahwa liberalismelah yang dapat membawa pada perdamaian yang kemudian melahirkan democratic peace theory yang juga ikut mempengaruhi politik luar negeri Amerika Serikat. 

   Amerika Serikat dengan embel-embel teori democratic peace digunakan untuk menjustifikasi tindakannya invasi Amerika Serikat terhadap Irak yang dikenal sebagai Bush Doctrine. Pada saat itu secara terang-terangan Presiden Bush dengan tegas melawan dan melakukan propaganda terhadap terorisme. Saddam Hussein pada saat itu dituduh memiliki senjata pemusnah massal dan dianggap mendukung kelompok terorisme Al-Qaeda.Bush dalam pidatonya dengan ‘tegas’ menegakkan demokrasi  karena negara-negara yang menjunjung demokrasi tidak akan berperang satu sama lain.

   Namun, jika dipandang pada kacamata liberalis pada sisi Irak sebenarnya Irak hanya menginginkan jauh intervensi negara lain dalam pembuatan arah kebijakan dan lebih mementingkan rakyatnya terlebih dahulu. Padahal secara garis besar liberalisme yang diketahui bahwasannya liberalisme ini memiliki paham menghendaki kebebasan individu.

Korban tidak hanya pada militer saja akan tetapi juga pada masyarakat sipil yang tidak bersalah. Trauma dan luka serta kehilangan harta benda menjadi sebab akibat dari peperangan. Ekonomi keduanya sama-sama terdampak dan politik Irak yang menjadi carut marut merupakan bagian dari akibat intervensi Amerika Serikat terhadap Irak. 

Daftar Pustaka

Adriyansyah. (2011). PENYERBUAN AMERIKA SERIKAT ATAS IRAK DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT IRAK 2003-2007.

Doyle, & Michael, W. (2006). Liberalism and World Politics (Theories of International Relations.Vol.II. London:Sage Publications. ed.). dalam Stephen Chan dan Cerwyn Moore (eds).

Emilia, R., & Khaira, A. (n.d.). Permasalahan Kemanusiaan dalam Tata Kelola Keamanan Global: Kritik bagi Liberalisme.

Maylinda. (2022). KACAMATA AMERIKA SERIKAT DALAM MELAKUKAN INVASI KE IRAK. https://www.academia.edu/93761844/KACAMATA_AMERIKA_SERIKAT_DALAM_MELAKUKAN_INVASI_KE_IRAK

Nursita, R. D., & Surwandono. (2017). Gagasan Democratic Peace Dalam Politik Luar Negeri Amerika Serikat. Journal of Islamic World and Politics, 1(1), 27-39.

Polanunu, I., Setyoko, B., & Marihot. (2022). ANALISIS STRATEGI PERANG TELUK TAHUN 2003 ANTARA SEKUTU DAN IRAK. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 9(1), 195-199.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun