Pemilihan  China  sebagai  mitra  strategis  dalam  pengerjaan  proyek  kereta cepat  Jakarta–Bandung  dapat  dikatakan  pemilihan  yang  dapat  dikatakan  tepat untuk  menyeimbangkan  pengaruh  atau  dominasi  Jepang  dalam  perekonomian Indonesia.Â
Hal ini dikarenakan, dalam perkembangan kereta cepat, dapat dilihat sendiri bahwa teknologi yang diusung dalam kereta cepat buatan China, tidak jauh  berbeda  dengan kereta buatan Jepang,  ditambah  dengan penawaran biaya total  proyek  yang  lebih  murah . Hal  inilah  yang  kemudian membuat  China  dapat  dikatakan  merupakan  mitra  strategis  yang  dapat membantu mengurangi dominasi Jepang dalam perekonomian Indonesia (Kurniawati, 2018).
Sebagai langkah awal pelaksanaan proyek kereta cepat ini pada tanggal 2 Oktober 2015 PT WIKA bersama dengan tiga BUMN lainnya mendirikan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan komposisi pemegang saham dan permodalan sebagai berikut (Yamin, 2018).
Pada tanggal 21 Januari 2016 PT KCIC juga telah melakukan ground Breaking oleh Presiden Joko Widodo, kemudian pada tanggal 16 Maret 2016 PT KCIC telah menandatangani perjanjian konsesi atau perjanjian kerjasama tentang penyelenggaraan perekretaapian umum kereta cepat Jakarta-Bandung antara PT KCIC dengan Kementerian Perhubungan  (Yamin, 2018).   Â
Strategi pembiayaan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menjalankan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini merupakan strategi PINA (Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah).Â
PINA ini merupakan strategi pembiayaan yang menggalang sumber-sumber pembiayaan alternatif agar dapat digunakan untuk berkontribusi dalam pembiayaan proyek infrastruktur strategis nasional di mana  proyek kereta cepat ini merupakan salah satu proyek startegis nasional menurut  Peraturan Presiden Republik Indonesia No 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang mempunyai nilai komersial dan berdampak untuk meningkatkan perekonomian.
PINA ini penting untuk dilakukan sebab ruang fiskal anggaran pemerintah sangat terbatas akibat adanya pembatasan lebar defisit anggaran. Kebutuhan investasi inrastruktur sangatlah besar sehingga anggaran pemerintah difokuskan untuk infrastruktur yang tidak dikelola secara komersial (filling the gap).Â
Pembangunan infraastruktur ini dapat membawa manfaat bagi masyarakat Indonesia dengan dilaksanakan tanpa menggunakan anggaran pemerintah. Strategi PINA ini melengkapi strategi KPBU sebagai alternatif dalam pembiayaan infrastruktur.