Di tengah Pandemi Covid-19, Pemerintah, DPR, dan KPU telah bersepakat untuk tetap melanjutkan pilkada serentak pada 9 Desember 2020. Sebanyak 270 Kabupaten/Kota dan Provinsi yang akan ikut pilkada serentak nantinya.Â
Sebenarnya, Pilkada serentak ini telah ditunda pelaksanaannya yang  seharusnya dilaksanakan bulan september lalu namun  ditunda ke bulan desember karena alasan wabah Covid-19 yang masih merebak luas di masyarakat.
Alasan Pilkada Dilanjutkan
Setidaknya ada 4 alasan tetap dilaksankannnya pilkada serentak ini:
Melaksakan Undang-Undang, karena sempat ditunda dan adanya Pandemi Covid-19 maka pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Pilkada Nomor 2 Tahun 2020Â sebagai landasan hukum melaksanakan pilkada serentak tersebut.
Tidak ada yang bisa memastikan kapan berakhirnya Pandemi Covid-19, maka dari itu pemerintah tetap melaksanakan pilkada dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Hak Konstitusional, masyarakat mempunyai hak untuk memilih dan hak untuk dipilih, karena setiap lima tahun sekali harus ada pergantian kepemimpinan.
Legitimasi Kepemimpinan, jika pilkada serentak ini ditunda, maka otomatis yang menjadi kepala daerah adalah pelaksana tugas (Plt). Â Sedangkan wewenang Plt dengan kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat sangat berbeda. Plt wewenangnya terbatas diantaranya tidak bisa mengambil kebijakan yang bersifat substansial, apalagi soal anggaran, sedangkan Pandemi Covid-19 perlu penanganan yang serius.
Ketika ditelisik lebih mendalam alasan mengapa pemerintah mengambil keputusan untuk tetap melanjutkan pilkada di tengah Pandemi Covid-19 ini memang sangat tepat.
Karena ada beberapa hal yang memang ketika tidak dilaksanakan akan sangat merugikan, terutama ketidakpastian kapan berakhirnya Pandemi Covid-19 sedangkan tahun depan banyak kepala daerah yang telah berakhir masa jabatannya.
Alasan Pilkada Ditunda
Namun kebijakan apapun yang diambil pemerintah, pasti ada yang kontra terutama diselenggarakannya pilkada di tengah wabah Covid-19.Â
Berbagai alasan dan desakan dari masyarakat untuk menunda pilkada adalah sebagai berikut:
Menciptakan Klaster Pilkada, kasus positif Covid-19 secara nasional terus mengalami kenaikan namun tidak ada yang menjamin bahwa daerah-daerah yang mengadakan pilkada akan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.
Tidak diadakan pilkada saja masih banyak yang melanggar protokol kesehatan, kerumunan masyarakat masih terjadi dimana-mana, apalagi jika pilkada tetap dilaksanakan, tidak ada yang menjamin pada saat kampanye maupun hari pencoblosan tidak ada kerumunan.
Inkonsisten Pemerintah, tidak konsistennya pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan sangat terlihat sekali, banyak tempat keramaian yang masih terbuka lebar, seperti mall, pasar, kafe/warkop, tempat-tempat hiburan lainnya.
Tapi di sisi lain hal-hal yang bersifat urgent seperti pembukaan sekolah, penyelenggaraan pertandingan olahraga dan sebagainya belum mendapat izin untuk dibuka secara keseluruhan. Ada semacam kekhawatiran pemerintah dalam mengambil kebijakan, jadi semuanya serba nanggung, dilaksanakan salah, tidak dilaksanakan juga salah.
Hak Asasi Manusia dipertaruhkan, apabila memang Covid-19 sangat berbahaya, maka pemerintah akan bertanggung jawab terhadap keberlangsungan hidup rakyatnya jika pilkada tetap dilaksanakan, dan yang dikhawatirkan adalah seluruh stakeholder yang ikut langsung dalam pilkada seperti petugas KPPS, pemilih, bahkan calon kepala daerah nantinya ditakutkan terpapar Covid-19 kemudian ada yang meninggal dunia diakibatkan pilkada ini, maka pemerintah bisa dituntut atas dasar pelanggaran hak asasi manusia.
Tiga alasan ini bisa menjadi patokan untuk ditundanya pilkada serentak. Karena penolakan-penolakan masyarakat masih terjadi dimana mana, misalnya Komnas HAM, NU, Muhammdiyah, Perludem, dan masyarakat secara luas.
Tidak pantas lagi disebut "Pesta Demokrasi" apabila masyarakat sebagai pemilih tidak senang atau ikut bahagia atas pilkada tersebut.
Memang ketika dikaji secara mendalam, alasan-alasan untuk tetap dilanjut dan alasan-alasan untuk ditunda sama-sama mempunyai pembelaan yang sama, sama-sama akan rugi dan sama-sama akan untung disatu sisi.
Jadi pengambil kebijakan seperti pemerintah akan sangat susah dalam mengambil kebijakan, walaupun sudah ditentukan untuk tetap dilanjutkan.
Yang dikhawatirkan dengan tidak ditundanya pilkada serentak ini adalah adanya kepentingan-kepentingan orang-orang tertentu maupun kelompok-kelompok tertentu yang akan mengambil keuntungan yang banyak.
Sedangkan bagi lansia maupun anak-anak dan orang tertentu sangat rentan sekali terhadap Covid-19. Anak-anak memang belum bisa ikut memilih, tapi tidak ada yang menjamin anak-anak tidak berada dalam kerumunan kampanye maupun pada saat hari pemilihan. Begitupun dengan lansia, paksaan-paksaan untuk ikut memilih  bisa saja terjadi apabila ada anggota keluarganya ingin sekali memenangkan pasangan tertentu.
Hal-hal seperti inilah yang harus dicari solusinya, bagaimana mereka akan dijaga dari bahaya Covid-19 apabila pilkada harus dilanjutkan.
Namun yang terjadi hari ini penolakan-penolakan terhadap pilkada semakin meredup, karena isu terkait UU Omnibus Law sangat membanjiri khazanah pemberitaan di seluruh Indonesia, yang tentunya kerumunan orang tidak bisa dihindarkan.
Semoga kita semua dalam lindungan yang maha kuasa, tetap menjalani protokol kesehatan jika berpegian, jaga diri kita dan jaga keluarga kita.
Wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H