Maka tampak oleh orang lain bahwa orang yang marah sepeti orang yang kesetanan berganti wujud seperti syetan. Dari mulutnya keluar kata-kata kotor, dari tangannya keluar tindakan yang tidak di benarkan.Â
Oleh karena itu  dalam islam melarang orang yang sedang marah untuk mengambil kebijakan dan keputusan, karena berpotensi menjadi penyesalan yang berkepanjangan, saat akal belum mampu di fungsikan karena marah.
Disinilah letak pentingnya pengendalian diri seseorang ketika menghadapi respond emosi marah. saat marah hati menjadi keruh kemudian secara spontan menggiring pikiran cenderung  pada sesuatu yang negatif (buruk). Contohnya dalam kehidupan keseharian kita di perjalanan menuju tempat tujuan.Â
Saat ada kendaraan lain di depan kita melakukan aksi kebut kebutan yang berakhir dengan pertengkaran, yang pertama terbersit sebelum akhirnya respond emosi marah muncul adalah pikiran yg menganggap bahwa orang tadi menganggap remeh kita, sehingga kita yang juga sedang berkendara di buat tersinggung dan akhirnya marah,Â
coba jika kita mampu mengendalikan pikiran walaupun kita melihat aksi orang yang kebut kebutan tapi kita paksa menghadirkan pikiran kita dengan sesuatu yang positif seperti mungkin ada keperluan mendesak atau lainnya, niscaya respon kita akan mudah di kendalikan dan terhindar dari emosi marah di jalanan.Â
Jadi pikiran positif sangat penting untuk bisa mengendalikan emosi marah yang berpotensi menguasai diri. Dengan pikiran positif seseorang akan mampu bersabar dan lapang menerima apapun kejadian yang diterima oleh indra nya. Â
Marah yang di bolehkan dalam Islam  Â
Pada dasarnya emosi marah adalah fitrah manusia akibat dari respon terhadap peristiwa yang terjadi pada lingkungan sekitar. Tetapi marah yang seperti apa yang di bolehkan? Untuk menjawab pertanyaan ini kita bisa mengambil pelajaran dari tauladan kita baginda Rasulullah SAW. Yang tampak dari beberapa hadis berikut:
Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi Wassallam marah saat mendengar laporan bahwa dalam medan peperangan, Usamah bin Zaid membunuh orang yang sudah mengatakan la Ilaha illallah (tiada Tuhan selain Allah). Sedang Usamah membunuhnya karena menyangka orang itu melafalkan kalam tauhid hanya untuk menyelamatkan diri. Nabi menyalahkan Usamah dan berkali-kali mengatakan, "Apakah engkau membunuhnya setelah dia mengatakan la Ilaha illallah?" (HR. al-Bukhari)
Raut wajah Nabi berubah karena marah, ketika sahabat merayu agar ia tak memotong tangan seorang wanita yang mencuri. Alasan mereka, ia adalah wanita terpandang dari klan Bani Makhzum, salah satu suku besar Quraisy. Nabi tegaskan, "Apakah layak aku memberikan pertolongan terhadap tindakan yang melanggar aturan Allah?" (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Di lain waktu, Nabi melihat seorang lelaki memakai cincin emas. Melihat pelanggaran agama itu, Rasulullah marah. Ia lantas mencabut cincin lelaki itu dan melemparkannya ke tanah. "Salah seorang di antara kalian dengan sengaja menceburkan diri ke jilatan api dengan menggunakannya (cincin emas, penj) di tangannya," sabda Nabi (HR. Muslim)