"Aku juga tak mengerti." Jawab Bara singkat.
Maria terus memburu Bara dengan banyak pertanyaan, untuk membuatnya yakin Bara tidak sedang bercanda kala itu.
Bara tersudut, tak bisa menjelaskan.Â
"Aku tak percaya!" Tandas Maria, saat Bara tak bisa meyakinkannya
Anehnya, meski Maria tak percaya, ia diam-diam memupuk rasa kagum dan sayang. Penuh harap Bara benar-benar menyukainya.Â
Di satu sore, pada saat mereka sedang berdua, terjebak gerimis hingga tak bisa pulang
"Aku tak bisa menjelaskan mengapa aku suka, mungkin karena nama, mungkin pula karena wajah, atau mungkin karena semuanya!" Bara berusaha meyakinkan Maria.
Maria terdiam. Ia seolah tak mendengarkan penjelasan Bara. Ia menikmati setiap tintik hujan, mengikuti setiak detak rintik gerimis. Maria tak ingin cepat pulang, ia sangat bahagia terjebak dalam perasaan tak ingin buru-buru berpisah. Dan, gerimis hadir menjadi alasan.
"Cinta itu abstrak dan metafisik. Tak mungkin bisa dijelaskan, semakin dijelaskan semakin ia tak jelas! Cinta itu soal rasa, datang tiba-tiba tanpa bisa ditolak. Aku hanya tahu, ada ruang yang terisi dengan hadirmu, ada ruang yang kosong kala kamu menjauh, ada rindu." Panjang lebar Bara menjelaskan.
Maria sebenarnya tak peduli lagi dengan penjelasan Bara. Kini dia cinta tumbuh subur dalam hatinya. "Untuk mencintaimu aku tak butuh alasan, bahkan sebenarnya aku tak peduli apakah kamu cinta atau tidak. Mencintaimu adalah kemerdekaanku, soal rasaku. Aku bebas untuk mencintaimu sebagaimana kamu bebas untuk tidak mencintaiku." Tekad Maria.
"Kok diam?" Bara tiba-tiba mengejutkan.