"Sangat wajar jika Putri sangat sedih, melihat Sumur Putri kondisinya seperti sekarang ini," lanjut Rani yang sangat menghayati perannya sebagai Dayang yang melayani dan menghibur Putri.
Kesedihan yang sama juga disampaikan oleh Gudel, yang berperan sebagai pedagang hasil bumi, seperti buah-buahan.
"Keberadaan Sumur Putri bukan hanya penting untuk memenuhi kebutuhan minum warga atau manusia, melainkan Sumur Putri juga menjadi sumber kehidupan tumbuh-tumbuhan, termasuk tanaman yang menghasilkan buah yang saya jual," jelas Gudel.
Kesedihan mendalam terlihat dari Imam, pemeran penebang pohon yang kali pertama menemukan sumber mata air Sumur Putri. Ia seolah mewakili arwah para orang tua yang berjasa menemukan dan membangun Sumur Putri sebagai sumber mata air, sumber kehidupan manusia, binatang dan tanaman yang ada di sekitar Metro kala itu.
"Sedih banget. Dulunya sumur ini begitu vital, tapi kok sekarang diabaikan tak terurus," pungkas Imam.
Menyaksikan secara utuh adegan dalam pertunjukan Putri Sumur Bandung ini, seolah mewakili apa yang menjadi perasaan Mbah Rusman, seniman lukis yang masih setia membujang yang kini telah berusia hampir 80 tahun dan tinggal di salah satu Toilet Sumur Putri ini, memiliki harapan dan cita-cita suatu saat kelak Sumur Putri kembali dihidupkan, dibangun Taman di sekelilingnya.
"Saya ini sudah tak memiliki keinginan apapun. Cita-cita Mbah satu yang belum bisa diwujudkan, membuat sekitaran Sumur Putri ini menjadi taman. Jadi, kalau malam banyak orang, jadi orang-orang tidak takut lagi lewat sini," harap Mbak Rusman yang disampaikan setahun lalu ketika wawancara dengan penulis.
"Pertunjukan ini menarik, bercerita soal sejarah dan harapan. Pertunjukan seni drama pertama kali di Kota Metro yang mengangkat kisah tentang sejarah dan tempat penting di kota ini, tak sabar untuk segera menonton seluruh adegannya," seru Ahmad Gufron yang hadir di lokasi latihan.
Bagi Anda yang juga penasaran dan tertarik untuk menyaksikan pertunjukan Putri Sumur Bandung ini, segera buru tiketnya yang dicetak terbatas, tebus dengan uang 10 ribu rupiah, dan catat jadwalnya, Sabtu, 02 Desember 2017, Pukul. 19.30 di Cafe Mama. Semoga tak terlewat dan Anda menjadi menyesal tak ada obatnya...:)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H