Mohon tunggu...
Rahmatul Ummah As Saury
Rahmatul Ummah As Saury Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis dan Editor Lepas. Pemilik www.omah1001.com

Ingin menikmati kebebasan yang damai dan menyejukkan, keberagaman yang indah, mendamba komunitas yang tak melulu mencari kesalahan, tapi selalu bahu membahu untuk saling menunjuki kebenaran yang sejuk dan aman untuk berteduh semua orang.. Kata dan Ingatan saya sebagian ditulis di www.omah1001.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Taman Merdeka Kota Metro sebagai Rumah Bersama

26 September 2015   15:21 Diperbarui: 26 September 2015   16:00 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekilas Metro

Memasuki gerbang Kota Metro setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam dari Ibu Kota Provinsi Lampung, Bandarlampung, yang berjarak 45 km, suasana sejuk akan sangat terasa dengan rerimbunan pohon di kiri-kanan jalan utama. Suasana asri tersebut akan setia mengiri perjalanan para pengunjung, dari tengah hingga sudut-sudut kota, bahkan pusat kota yang ditandai dengan tugu bola (metern) persis di tengah-tengah taman kota, tak kalah asri dan sejuknya.

Taman Kota Metro atau Taman Merdeka, dulunya adalah alun-alun. Selayaknya taman yang dirancang oleh Belanda, sebagaimana dalam buku The Indonesian City (1986) ditulis bahwa setiap kota-kota lama yang terbentuk pada masa kolonial (colonial Town) pastinya memiliki Masjid Agung dan Alun-alun. Periode pembentukan kota pada masa 1914 hingga 1945 tersebut meninggalkan kenangan terhadap rancangan kota-kota di Eropa. Kota-kota ini mendapat sentuhan dari seorang arsitek sekaligus perancang kota Ir. Thomas Karsten, sehingga keberadaan alun-alun, keraton atau masjid agung menjadi ciri yang sangat kental, termasuk Kota Metro.

Tidak hanya era kolonialisme Belanda yang meninggalkan rancangan kota yang  unik. Era kolonisasi juga meninggalkan istilah-istilah unik di Kota Metro, yakni istilah Bedeng. Istilah bedeng-bedeng itu masih dijumpai sampai sekarang.

Di Kota Metro lebih mudah menemukan daerah dengan sebutan, 15a daripada Iringmulyo, 16c dibanding Mulyojati, lebih enak bicara daerah 22 dibanding Hadimulyo. Lebih populer di masyarakat nama 21c dibanding Yosomulyo. Isitilah 15a, 16c, 21c, 22 itu adalah sebutan untuk kampung/wilayah yang lebih dikenal dengan Bedeng.

Bahkan,nama Metro juga diambil dari bahasa Belanda "Meterm" yang berarti pusat (centrum),  yang kemudian diartikan sebagai suatu tempat yang diletakkan strategis dan berada di tengah-tengah, ada juga sebagian yang mengartikannya dengan Mitro atau sahabat, hal tersebut dilatarbelakangi dari kolonisasi yang datang dari berbagai daerah di luar wilayah Sumatera.

Seiring sejarah perjalanan panjang Kota Metro, bertambahnya penduduk dan pembangunan infrastuktur yang kian marak, paska memisahkan diri dari Kabupaten Lampung Tengah tahun 1999, telah mengantarkan wilayah yang dulunya Bedeng bermetamorfosis menjadi sebuah kota yang sebenarnya. Sebuah wilayah dengan pusat konsentrasi penduduk dengan segala aspek kehidupannya mulai dari bidang pemerintahan, sosial politik, ekonomi dan budaya.

Kini, Kota Metro yang memiliki Luas wilayah 68,74 km2 atau 6.874 ha, dengan jumlah penduduk 150.950 jiwa yang tersebar dalam 5 wilayah kecamatan dan 22 kelurahan, berubah menjadi kota kedua yang ramai dikunjungi setelah Bandar Lampung.

Salah satu yang menjadi daya tarik pengunjung adalah Taman Kota atau Taman Merdeka yang selalu ramai, bukan hanya ketika musim libur atau akhir pekan, tetapi setiap sore dan malam di hari-hari biasa.

Taman Merdeka Sebagai Ruang Publik

Data Pemerintah Kota Metro, setidaknya ada 33 taman yang tersebar di 5 kecamatan yang ada di Kota Metro, dengan total luas 31.935 M2, meskipun tidak semua taman tersebut populer dan ramai dikunjungi, seperti halnya Taman Merdeka

Ramainya pengunjung Taman Merdeka, disamping karena sebagai taman tertua di Kota Metro, letaknya yang strategis, berada di jantung kota dan dikelilingi jalan-jalan protokol, berhadapan dengan Masjid Taqwa yang juga menjadi ikon kebanggan warga Kota Metro, beragam kegiatanpun dari pertunjukan musik, kegiatan diskusi dan bedah buku, pameran foto dan kegiatan-kegiatan kreatif lainnya menjadi, bahkan tak lengkap rasanya kunjungan ke Kota Metro, jika tak menyempatkan diri berfoto-ria dengan latar tugu “meterm” dengan air mancurnya, menjadi alasan Taman Merdeka menjadi lebih menarik.

Beragam pengunjung dan banyaknya aktifitas warga di Taman Merdeka Kota Metro, menjadikan taman ini memenuhi syarat untuk disebut sebagai “Ruang Publik Kota  untuk Semua”, sebagaimana Jurgen Habermas memperkenalkan gagasan ruang publik pertama kali melalui bukunya yang berjudul The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquire Into a Category of Bourjuis Society yang diterbitkan sekitar tahun 1989.

Ruang publik  yang ditandai oleh tiga hal, responsif, demokratis, dan bermakna. Responsif dalam arti ruang publik adalah ruang yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas. Demokratis, artinya ruang publik dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya serta aksesibel bagi berbagai kondisi fisik manusia. Bermakna memiliki arti kalau ruang publik harus memiliki tautan antara manusia, ruang, dan dunia luas dengan konteks sosial.

Dalam terminologi sederhana Danisworo (2004), Taman Merdeka Kota Metro telah mengejawantah sebagai ruang publik, ruang yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum sepanjang waktu, tanpa dipungut bayaran, atau dalam istilah Baskoro Tedjo (2005) sebagai ruang yang netral dan terbuka untuk siapa saja, untuk berkegiatan dan berinteraksi sosial.

Berbeda dengan ruang yang ada di mal-mal, ruang yang dibuka untuk umum tapi dimiliki secara pribadi (square), meski sering disebut dan dikategorikan sebagai ruang publik, namun tetap saja publik memiliki akses terbatas. Taman Merdeka Kota Metro benar-benar mewujud sebagai ruang khalayak yang dimiliki oleh warga, mereka bebas beraktifitas, meski tetap berkewajiban menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan taman kota, sebagai bentuk penghargaan terhadap kebebasan warga lain untuk menikmati kenyamanan dan keasrian taman.

Jika di kota-kota besar, banyaknya ruang publik yang dikuasai pasar, karena pembentukan ruang-ruang publik kota terbentuk oleh kepentingan pasar yang berorientasi pada kepentingan satu atau sedikit kelompok. Secara parsial bisa saja dikatakan bahwa superblok atau supermal merupakan bentuk ruang-ruang kota yang baru, dimana terbentuk pula ruang-ruang publik kota yang baru yang di dalamnya terbentuk pula interaksi sosial masyarakat urban yang baru.

Maka untuk Taman Merdeka, Pemerintah Kota Metro wajib meletakkan perhatian pada keseimbangan ruang publik kota bagi semua lapisan warga. Taman Merdeka tak boleh dimiliki apalagi dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu, termasuk dimiliki oleh pemerintah, meskipun pemerintah tetap berkewajiban untuk menyediakan fasilitas-fasilitas yang bisa dinikmati secara bersama oleh warga kota, seperti fasilitas tempat duduk, memelihara keasrian, menyediakan wifi gratis, dll.

Ruang publik sangat penting untuk mengembalikan semangat kesetiakawanan sosial , di tengah kehidupan warga kota yang semakin tersegmentasi ke arah kehidupan yang individualistik, berpotensi bergerak ke arah saling tidak mengenal dan akhirnya kehilangan identitasnya sebagai makhluk sosial yang seharusnya saling membutuhkan.

Taman Merdeka bagi Kota Metro adalah ruang publik yang menjadi sub-sistem dari kota, memiliki peran sangat penting dalam mengontrol, mengendalikan dan menegaskan orientasi perkembangan ruang kota Metro secara morfologis maupun sosiologis.

Pada konteks ini, peran dan fungsi Taman Merdeka menjadi signifikan sebagai rumah bersama warga kota, selain sebagai wadah bertemunya (meeting pot) seluruh warga Metro dengan berbagai ragam nilai yang dianutnya, menjadi katalisator kegiatan-kegiatan sosial-rekreasi-budaya warga kota, melalui interaksi sosial yang diakomodasi dalam ruang publik.  

Dalam ruang publik yang menjadi rumah bersama, bisa terjadi pembelajaran antara manusia satu dengan yang lain, komunitas satu dengan komunitas yang lain, berlangsung terus menerus hingga akhirnya terdapat kesatuan pemahaman bersama bahwa heterogenitas yang ada dalam satu kota merupakan keniscayaan yang harus dijalani dan diterima bersama-sama. Pada tahap inilah konsepsi urbanitas yang solid seutuhnya terbentuk, dan inilah bekal utama dalam transformasi kota menuju nilai-nilai baru.

Ruang Publik Sebagai Rumah Bersama

Rumah bersama adalah istilah yang dikembangkan dari ruang publik, untuk menjadi tempat tinggal bersama warga kota, tempat berdiskusi melahirkan gagasan-gagasan baru dan kerja-kerja kreatif secara terus menerus. Rumah bersama bahkan bukan hanya diorientasikan sebagai tempat bersemainya gagasan dan kerja-kerja kreatif yang berorientasi memproduksi ilmu pengetahuan, Rumah Bersama juga kemudian dikembangkan dalam rangka mendukung usaha ekonomi kreatif dengan cita rasa lokal (local economic development).

Kehadiran para pedagang di sekitar Taman Merdeka Kota Metro, harus ditata dan diarahkan sebagai usaha ekonomi kreatif yang memasarkan brand lokal, mulai dari makanan hingga pernak-pernik yang bisa dijadikan oleh-oleh mereka yang berkunjung ke Kota Metro.

Ruang publik sebagai rumah bersama adalah upaya untuk mendorong bahwa kota dan warganya saling berinteraksi dengan dinamis. Di satu sisi kota menjadi muara bagi imajinasi dan dunia kreatif, sedangkan di sisi lain, kota mempunyai kekuatan untuk mendorong, menggerakkan, memusatkan dan menyalurkan energi kreatif itu.

Dalam proses interaksi itu kota mampu mengubah energi kreatif menjadi inovasi-inovasi yang melingkupi ranah teknis maupun ranah artistik kultural. Oleh sebab itu kota menjadi sumber yang tak henti-hentinya menciptakan lapangan kerja, melahirkan bentuk-bentuk industri dan perdagangan baru di tengah-tengah masyarakatnya.

Ruang publik seperti Taman Merdeka menjadi rumah bersama para pekerja kreatif yang terdiri dari para ilmuan, tenaga ahli yang mengabdi di pusat-pusat pendidikan dan penelitian, arsitek, dan mereka yang bergerak di bidang kebudayaan seperti penyair, pemusik, desainer, perancang atau pekerja dalam dunia hiburan. Selain itu para pekerja profesi berbasis pengetahuan, seperti kesehatan, keuangan, hukum, juga termasuk dalam kelompok ini, yaitu kelompok yang disebut ahli sosio-ekonomi Richard Florida kelas kreatif (creative class) yang menjadi penggerak ekonomi kota di masa depan.

Semua itu hanya dimungkinkan karena kemampuan kreatif manusia. Kemampuan ini adalah sumber daya paling nyata bagi trend ekonomi berbasis penciptaan nilai, sekarang dan masa depan. Ia merupakan konstruksi kemampuan intelektual yang melingkupi segala bentuk potensi yang terdapat di dalam diri manusia yang kemudian diekspresikan dalam bentuk produk-produk budaya. Oleh karena itu kota, yang didefinisikan sebagai tempat pemukiman manusia dengan jumlah besar, adalah tempat berkumpul dan berinteraksinya sumber daya kreatif yang hampir tidak terbatas itu.

Jika semua ini terwujud, maka secara otomatis tidak akan ada lagi kegaduhan-kegaduhan di ruang publik karena isu ketidakadilan dan diskriminasi, adanya jarak antara yang empunya dengan yang papa, antara kelas elit dan alit. Ruang publik sebagai rumah bersama yang melahirkan nalar publik dan kreatifitas akan menjembatani kesenjangan sehingga akhirnya semua birsinergi.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun