Ramainya pengunjung Taman Merdeka, disamping karena sebagai taman tertua di Kota Metro, letaknya yang strategis, berada di jantung kota dan dikelilingi jalan-jalan protokol, berhadapan dengan Masjid Taqwa yang juga menjadi ikon kebanggan warga Kota Metro, beragam kegiatanpun dari pertunjukan musik, kegiatan diskusi dan bedah buku, pameran foto dan kegiatan-kegiatan kreatif lainnya menjadi, bahkan tak lengkap rasanya kunjungan ke Kota Metro, jika tak menyempatkan diri berfoto-ria dengan latar tugu “meterm” dengan air mancurnya, menjadi alasan Taman Merdeka menjadi lebih menarik.
Beragam pengunjung dan banyaknya aktifitas warga di Taman Merdeka Kota Metro, menjadikan taman ini memenuhi syarat untuk disebut sebagai “Ruang Publik Kota untuk Semua”, sebagaimana Jurgen Habermas memperkenalkan gagasan ruang publik pertama kali melalui bukunya yang berjudul The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquire Into a Category of Bourjuis Society yang diterbitkan sekitar tahun 1989.
Ruang publik yang ditandai oleh tiga hal, responsif, demokratis, dan bermakna. Responsif dalam arti ruang publik adalah ruang yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas. Demokratis, artinya ruang publik dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya serta aksesibel bagi berbagai kondisi fisik manusia. Bermakna memiliki arti kalau ruang publik harus memiliki tautan antara manusia, ruang, dan dunia luas dengan konteks sosial.
Dalam terminologi sederhana Danisworo (2004), Taman Merdeka Kota Metro telah mengejawantah sebagai ruang publik, ruang yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum sepanjang waktu, tanpa dipungut bayaran, atau dalam istilah Baskoro Tedjo (2005) sebagai ruang yang netral dan terbuka untuk siapa saja, untuk berkegiatan dan berinteraksi sosial.
Berbeda dengan ruang yang ada di mal-mal, ruang yang dibuka untuk umum tapi dimiliki secara pribadi (square), meski sering disebut dan dikategorikan sebagai ruang publik, namun tetap saja publik memiliki akses terbatas. Taman Merdeka Kota Metro benar-benar mewujud sebagai ruang khalayak yang dimiliki oleh warga, mereka bebas beraktifitas, meski tetap berkewajiban menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan taman kota, sebagai bentuk penghargaan terhadap kebebasan warga lain untuk menikmati kenyamanan dan keasrian taman.
Jika di kota-kota besar, banyaknya ruang publik yang dikuasai pasar, karena pembentukan ruang-ruang publik kota terbentuk oleh kepentingan pasar yang berorientasi pada kepentingan satu atau sedikit kelompok. Secara parsial bisa saja dikatakan bahwa superblok atau supermal merupakan bentuk ruang-ruang kota yang baru, dimana terbentuk pula ruang-ruang publik kota yang baru yang di dalamnya terbentuk pula interaksi sosial masyarakat urban yang baru.
Maka untuk Taman Merdeka, Pemerintah Kota Metro wajib meletakkan perhatian pada keseimbangan ruang publik kota bagi semua lapisan warga. Taman Merdeka tak boleh dimiliki apalagi dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu, termasuk dimiliki oleh pemerintah, meskipun pemerintah tetap berkewajiban untuk menyediakan fasilitas-fasilitas yang bisa dinikmati secara bersama oleh warga kota, seperti fasilitas tempat duduk, memelihara keasrian, menyediakan wifi gratis, dll.
Ruang publik sangat penting untuk mengembalikan semangat kesetiakawanan sosial , di tengah kehidupan warga kota yang semakin tersegmentasi ke arah kehidupan yang individualistik, berpotensi bergerak ke arah saling tidak mengenal dan akhirnya kehilangan identitasnya sebagai makhluk sosial yang seharusnya saling membutuhkan.
Taman Merdeka bagi Kota Metro adalah ruang publik yang menjadi sub-sistem dari kota, memiliki peran sangat penting dalam mengontrol, mengendalikan dan menegaskan orientasi perkembangan ruang kota Metro secara morfologis maupun sosiologis.
Pada konteks ini, peran dan fungsi Taman Merdeka menjadi signifikan sebagai rumah bersama warga kota, selain sebagai wadah bertemunya (meeting pot) seluruh warga Metro dengan berbagai ragam nilai yang dianutnya, menjadi katalisator kegiatan-kegiatan sosial-rekreasi-budaya warga kota, melalui interaksi sosial yang diakomodasi dalam ruang publik.
Dalam ruang publik yang menjadi rumah bersama, bisa terjadi pembelajaran antara manusia satu dengan yang lain, komunitas satu dengan komunitas yang lain, berlangsung terus menerus hingga akhirnya terdapat kesatuan pemahaman bersama bahwa heterogenitas yang ada dalam satu kota merupakan keniscayaan yang harus dijalani dan diterima bersama-sama. Pada tahap inilah konsepsi urbanitas yang solid seutuhnya terbentuk, dan inilah bekal utama dalam transformasi kota menuju nilai-nilai baru.