Dalam konteks ini Pakiah belajar untuk melanjutkan tradisi para rasul Tuhan yang selalu mengajarkan kepada pengikutnya atau ummatnya untuk membalas kejelekan yang dilakukan orang lain dengan kebaikan, hinaan dibalas dengan senyuman. Dahulunya Nabi Muhammad SAW pernah dilempari orang di Thaif saat beliau mengajak mengajak manusia kepada Islam.
Akibat dari lemparan tersebut sampai-sampai kaki Nabi berlumuran darah. Kemudian malaikat menawarkan bantuan untuk menimpakan gunung pada orang-orang yang telah menyerangnya. Nabi menjawab tidak atas tawaran malaikat itu, sambil berdoa : Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaum saya, karena mereka adalah orang-orang yang belum mengerti.
Pakiah mengajarkan pada kita tentang tradisi para nabi dan orang-orang saleh untuk senantiasa menjadi sabar. Karena untuk menjadi sabar itu butuh proses, dan pakiah berada dalam proses training kesabaran itu, dimulai dari sabar terhadap ujian keterbatasan ekonomi, sabar dari godaan dunia dan kemajuan teknologi serta sabar dari menahan kerinduan kepada orang tua.
Di antara perbuatan baik yang sangat tinggi nilainya adalah membalas keburukan orang kepada kita dengan kebaikan, membalas cibiran dengan pujian dan sebagainya. Bagi pakiah hal demikian bukanlah sesuatu yang mustahil karena perintah Allah untuk itu. Alhasil pakiah menjadi lebih matang dan dewasa meskipun masih berusia muda.
Proses pembentukan karakter pakiah itu pada masa training dimulai melalui pengajian yang diajarkan di pesantren atau surau lewat nilai-nilai kemandirian, disiplin, hormat kepada yang tua dan sayang kepada yang muda.
Pada diri Pakiah itu melekat dua peran sekaligus atau disebut dengan istilah berperan ganda yaitu berperan sebagai guru dan sebagai murid. Pada waktu tertentu dia menjadi murid dari gurunya yaitu saat dia belajar. Kemudian setelah selesai belajar secara resmi, dia akan berperan menjadi guru tuo bagi yuniornya. Kalau tidak maaja, baraja (kalau tidak mengajar (jadi guru), ya belajar yaitu jadi murid).
Dalam memainkan peran tersebut, kesabaran pakiah senior terus dilatih karena menghadapi yuniornya yang masih kecil dan berbagai macam perangainya. Dia akan mengajarkan pada adik-adiknya ilmu yang sudah dipelajari dan secara tidak langsung kajinya juga terulangi kembali. Adik kelasnya mendapatkan ilmu, dan pelajarannya teringat kembali alias manjadi guru tuo bagi yuniornya, secara beriringan pakiah juga menjadi murid bagi gurunya.
Apa yang sudah dia dapatkan langsung diajarkan juga kepada adik-adiknya. Tertanam rasa sayang kepada yang kecil dan hormat kepada yang tuo, sehingga terbangun hubungan baradiak kakak atau guru tuo.
Proses pembentukan nilai itu mengantarkan pakiah menjadi lebih berwibawa atau matang setelah menjadi tuanku atau naik statusnya pasca pakiah. Meskipun masih usia muda, tetapi ketika kajinya sudah dihormati, tampilannya lebih berwibawa, katonyo badanga, pandainyo baturuik. Betapa bagus dan hebatnya proses perjalanan pakiah tersebut.
Pasca pakiah mereka mengaktualisasikan dirinya juga ke dalam berbagai profesi, di samping profesi utamanya sebagai penyiar agama Islam. Ada yang sebagiannya sudah memilih melanjutkan studinya ke perguruan tinggi, kemudian mengantarkannya juga pada berbagai profesi seperti guru, dosen, ASN dan berbagai profesi lainnya.
Profesi yang digeluti pasca pakiah itu sekarang juga sudah variatif dan beragam tergantung bakat dan minatnya masing-masing. Kalau diistilahkan pakiah itu bagaikan batang paranciah (pohon singkong), dimana pun terdampar atau berada selalu berperan dan eksis. Sebagai wujud dari hadits nabi Khairunnas anfaunnas, sebaik-baik manusia adalah bermanfaat bagi yang lain. InsyaAllah