Mohon tunggu...
Rahmat Setiadi
Rahmat Setiadi Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan swasta yang suka nulis dan nonton film

Saya suka baca-tulis dan nonton film.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yasinan di Perumahan Rakyat

22 Desember 2022   19:06 Diperbarui: 22 Desember 2022   19:21 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yasinan malam Jumat di perumahan rakyat. Terlepas dari sudut pandang dalil Nakli, dalil Akli pada acara"yasinan" dalam perspektif sosiologi yang mengartikan agama sebagai seperangkat bentuk dan tindakan simbolik (sekelompok) manusia yang dipengaruhi oleh kepercayaan pada kehidupan setelah kematian, bisa diterima oleh banyak orang di Indonesia.

Dari sisi sosial, acara yasinan biasanya diadakan dalam rangka beberapa hal  namun umumnya menjadi rutinitas yang diadakan setiap malam Jumat. Tidak hanya diadakan di masjid-masjid dan musholla, juga diadakan di rumah-rumah. Yasinan menjadi sarana pertemuan rutin mingguan, yang bagi saya justru bisa juga disebut sebagai sarana pertemuan dua-tiga mingguan, bulanan, bahkan tahunan.

Di komplek perumahan mewah, acara yasinan jarang dilakukan mingguan di rumah-rumah penghuninya, berbeda dengan perumahan rakyat yang cenderung ada warga sepakat mengadakannya. Meskipun ada yang sengaja mengadakan yasinan selain malam Jumat, tapi itu biasanya karena adanya hajatan ( Sunatan, Pernikahan, Kematian, Syukuran lainnya). Dan yasinan malam Jumat tetap berjalan.

Di tempat saya tinggal, wilayah keertean kami meliputi rumah subsidi dan non-subsidi. Namun begitu banyak juga warga rumah subsidi yang pada gilirannya menunjukkan keadaan ekonomi yang berlebih dengan bukti rumahnya di renovasi menjadi rumah bertingkat dan kepemilikan mobil, padahal masih menyicil KPR. Dalam keadaan seperti ini, efek modernisme yang cendrung individual tidak terhindarkan.

Awal kesepakatan bersama diadakannya yasinan tidak menemui kendala yang berarti.  Yang terdaftar bersedia giliran ditempati yasinan di awal terbentuk sebanyak 45 orang warga tetap dari sekitar 70 warga dalam satu RT. Lalu meningkat sampai 120 warga dalam jangka lima tahun pertama. Sementara keaktifan hadir di tiap yasinan berkisar 40-50 orang.  Ada beberapa keunikan dari kebiasaan yasinan di tempat tinggal saya. Diantaranya sebagai berikut:

Pertama, yasinan diselenggarakan di jalan depan rumah, atau sebagian di teras rumah. Ini dikarenakan tidak ada rumah dengan ruang tamu yang cukup luas. Di sini, rumah tipe 27 ( subsidi) memiliki luas 5x12 meter (60 M), tipe 30 (komersial) 72 M, dan tipe 45 hanya seluas 84 M.  Otomotif penutupan jalan terjadi, dan tidak pernah ada masalah atau yang mempermasalahkan. Hal ini sudah berlangsung lebih dari sepuluh tahun.

Kedua, untuk menentukan tuan rumah penyelenggara yasinan di malam Jumat pertama, kedua, dan seterusnya dilakukan dengan cara kocok nama, seperti arisan. Namun begitu, jika ada yang ingin merubah giliran maka yang bermaksud demikian bisa meminta pada tuan rumah hasil kocokan untuk bertukar waktu. Hal seperti itu sering kali berjalan mulus.

Ketiga, sulit merubah giliran. Pernah terjadi suatu ketika orang yang menerima giliran yasinan di rumahnya menyatakan tidak bisa menyelenggarakan dengan alasan kepentingan yang mengharuskan ia tidak di rumah saat itu. Memang ada kesepakatan perihal ini, yaitu otomatis melompat ke urutan berikutnya. Tapi saat itu nomor urut berikutnya pun menyampaikan penolakan dengan alasan tertentu.

Dikemudian hari diketahui  bahwa pemangku hajat sedang dalam keadaan sulit, begitu pula nomor urut berikutnya. Ini terjadi pada tahun ketiga setelah kesepakatan adanya acara yasinan, yang juga masuk tahun ketiga rata-rata kami pindah ke perumahan itu. Banyak dari kami berspekulasi hal itu terjadi karena angsuran KPR yang naik secara sisignifikan

Itu umum, bahwa tiga tahun pertama KPR hanya membayar sejumlah bunga, yang kemudian di tahun keempat dan seterusnya pembayaran bunga berikut pokok angsuran. Selain itu, kesulitan ekonomi mengintai beberapa peserta yasinan karena adanya masalah keluarga. 

Yah! Di lingkungan perumahan yang baru banyak dihuni oleh pasangan-pasangan hidup seumur jagung.  Tapi semua itu tidak menghambat, dalam artian tidak ada malam Jumat yang terlewat tanpa yasinan keliling. Ada saja warga yang siap menyelenggarakan, beruntung konfirmasi warga terkait yang cepat menyampaikan kabar menjadikan respon cepat dari warga lainnya.

Ketiga, jenis hidangan yang kian bergengsi. Di satu tahun pertama hampir seluruhnya sepakat bahwa hidangan sesederhana mungkin, gorengan dan air gelas kemasan. Seiring berjalannya waktu ada saja tuan rumah yang memberi alasan tentang edisi yasinan yang jatuh giliran di rumahnya. Ada yang beralasan sekalian selamatan pindah rumah, selamatan rumah yang telah selesai renovasi, selamatan mobil baru, sekalian aqiqah anak, dan sebagainya. 

Memang tidak beruntun dalam tiap malam Jumat, tapi yasinan dengan alasan serupa berlangsung lebih dari satu putaran, yang berarti lebih dari 70 Minggu, bahkan lebih dari itu. Inilah yang mengawali pudarnya kesepakatan awal tentang hidangan yang sederhana di acara yasinan. Meskipun kebanyakan dari kami menyayangkan adanya kesan berlomba-lomba dalam penyediaan hidangan, tapi hal itu tetap terjadi, bahkan dilakukan juga oleh orang yang menyayangkan, dengan alasan tidak dalam keadaan terpaksa.

Keempat, peserta yasinan stabil. Dinamika hidup di perumahan rakyat di masa modern yang cenderung individual menemui posisi stabil. Individualisme tidak terhindarkan di tempatku berada. Yang sejak awal tidak turut serta dalam kegiatan yasinan masih banyak yang tinggal se-erte, dan tidak pernah ada masalah atas mereka dengan tetangganya. 

Tegur sapa biasa meski berbeda agama misalnya, atau satu Islam tapi berbeda pandangan tentang yasinan, dan pernah yasinan di rumahnya walaupun tidak ikut grup yasinan. Dan apa yang terjadi pada grup yasinan? Kini warga yang terdaftar ikut yasinan 80 warga dari 140 warga satu RT, termasuk yang ngontrak rumah. Dengan keaktifan hadir berkisar 30-50 orang di tiap pertemuan.  Masih berlangsung di jalan depan rumah.

Kelima, bacaan yang cepat. Bagi saya yang lahir dan besar di lingkungan Betawi, baca Qur'an dengan cepat dan nyaring sudah tidak asing. Berbeda dengan istri saya yang lahir dan besar di Bantul Yogyakarta. Di awal ikut yasinan dia mengalami sakit kepala. Pusing dengan bacaan surat Yasin yang sedemikian cepat, "kayak lomba pengen cepet-cepet selesai" katanya. Dia juga bilang tentang pembacaan doa yang terlalu cepat, "meminta kok, kayak musik rap gitu".

Bagi saya, kegiatan yasinan ini tidak memberatkan secara ekonomi. Kegiatan ini hanya terjadi di rumah saya dua tahun sekali. Yasinan juga yang saya alami tidak mempengaruhi hidup bertetangga menjadi kaku, berprasangka, apalagi sampai terpolarisasi.  Beruntung organisasi ke-ertean dilingkungan kami termasuk aktif. Ini tidak lain karena adanya sebagian warga yang memegang teguh prinsip "kebersamaan".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun