Mohon tunggu...
Rahmat Setiadi
Rahmat Setiadi Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan swasta yang suka nulis dan nonton film

Saya suka baca-tulis dan nonton film.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Quo Vadis Seniman

25 Oktober 2022   09:56 Diperbarui: 25 Oktober 2022   23:03 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok-pds HB Jassin 

Apa-apa yang dahulunya di awali di darat lalu laut kemudian merambah ke udara. Lalulintas di udara kian padat, tidak hanya sebatas atmosfer tapi juga menembus dan mengorbit di angkasa. Sumber energi dari bahan padat, batubara, gas ke bahan cair, sinar matahari dan kini listrik, dan pada awan akhirnya diketahui menyimpan muatan listrik terbesar.

 

Seniman merupakan sebutan pada seseorang yang memiliki daya cipta yang pada gilirannya menghasilkan karya-karya yang bisa menjawab tuntutan zaman. Adanya seniman terlahir dari proses berpikir manusia-manusia yang sadar akan kebutuhan di kehidupan ini dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia seefisien dan seefektif mungkin.

 

Dari  portal resmi Kabupaten Bekasi diberitakan PJ Bupati Bekasi Dani Ramdan meresmikan Stasiun Pengisian Daya Kendaraan Listrik atau Charging Station pertama kali di Kabupaten Bekasi, pada Senin (24/10). Hal itu menandai awal konversi energi yang digagas dari Jakarta, sebagai ibukota negara dan merambah ke wilayah terdekatnya untuk kemudian terus menyebar.

Tahun 2004, Robert Langer menemukan metode pengobatan bioteknologi yang mampu memberikan obat-obatan ke dalam tubuh dengan cara tidak diinfus atau suntik. Dengan kata lain tidak dengan cara konvensional. Untuk penyebaran terobosan baru itu dibuat dalam bentuk sepatu, di mana sepatu merupakan bagian dari kebutuhan manusia

 

Seniman sudah ada sejak zaman ketika istilah teknologi belum ada. Namun baru hari ini, 25 Oktober di tahun 2004, diprakarsai oleh Chris MacClure menjadikannya Hari Seniman Internasional atau Internasional Artist Day, dengan tujuan untuk merayakan cara seniman menghidupkan pandangan dan alirannya dalam karya seni.

Perkembangan seniman bisa dikatakan jalan di tempat setelah revolusi industri mengemuka. Bisa dibilang seniman tertinggal, jika saja tidak dipadankan dengan teknologi. Para seniman lebih dikenal sebagai individual, karyanya tidak massal. Andaipun ada, bisa jadi disebutnya teknokrat. Begitu mudanya seniman hingga peringatan tahun ini baru berusia 18 tahun.

 

Seniman bukan profesi pilihan, setidaknya belum menjadi cita-cita yang direstui oleh orang tua terhadap anaknya, dan berkat pelukis Affandi seniman di Indonesia masih bisa eksis. Begitu kata Mikke Susanto di acara Haul Maestro Affandi. Pernyataan itu seolah mempertegas bahwa profesi adalah sebuah sebutan lain daripada penghidupan.

Menilik jauh ke belakang sejarah, kita dipertemukan dengan adanya istilah penyair kerajaan, yang bisa ditelisik perannya yang turut dalam menentukan arah kehidupan. Sebut saja Enheduanna, putri kerajaan era Mesopotamia, Lord Tennyson di kerajaan Inggris, dan sebutan Mpu pada kerajaan-kerajaan di Nusantara. Para seniman tersebut bisa mempengaruhi alur sejarah seperti para ilmuwan, penemu teknologi terkini. Mereka mendapatkan penghidupan dari kerajaan seperti halnya royalti sebagai bentuk lain dari penghargaan.

 

Para seniman masa lalu tidak jauh berbeda dengan sekarang ini, di mana karya menjadi tolak ukur kematangan berpikir. Mereka menjadi rujukan dalam menentukan kebijakan, seperti Leonardo da Vinci, Henk Ngantung, dan lainnya. Yang membedakannya hanyalah pandangan politik, kekuasaan, yang telah banyak menyingkirkan pandangan hidup filosofis, beragama, budaya, dan pandangan hidup lainnya.

 

Meskipun telah banyak bertebaran pengasah, pembentuk para seniman di penjuru negeri dengan adanya mata pelajaran, ekskul, sanggar, dan sebagainya, tapi sebutan seniman masih terngiang sebagai orang yang hidup meng-awan, belum membumi kecuali sekedar kilatan saja.

 

Mereka masih terseok-seok mempertahankan "ideologi seni" menurut pandangan subyektif masing-masing individu. Masih mengejar pengakuan khalayak ramai tanpa mempedulikan berapa banyak yang ia korbankan dan berapa yang didapat. Para seniman dan yang mengaku seniman terus berjuang untuk kembali menjadi bagian dari sejarah yang direbut atas nama teknologi, ilmiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun