Bung Karno menunjuk R.M Soedarsono sebagai arsitek masjid tersebut. R.M Soedarsono sendiri merupakan arsitek yang pernah membangun monumen-monumen penting di Jakarta seperti Monumen Nasional (Monas) dan Museum Sejarah. Pembangunan masjid ini juga langsung di bawah pengawasan Bung Karno. Bahkan Sang Presiden juga ikut mengambil bagian dengan menyusun nuansa struktur bangunan yang lekat dengan nuansa Jawa-Bali. Masjid Baiturrahim memiliki satu kubah dan satu menara. Pintu masjid dibuat transparan, dan terukir ayat-ayat Al-Quran. Seluruh bangunan dicat warna putih. Dinding masjid ini hanya ditutupi oleh kaca tebal yang dibalut ukiran-ukiran dan ayat Al-Quran.
 Masjid Syuhada Yogyakarta
Masjid Syuhada yang terletak di Kelurahan Kotabaru, Kecamatan Gondokusuman, merupakan salah satu tempat ibadah umat Islam yang terkenal di Yogyakarta. Popularitas masjid ini setara dengan masjid keraton yang tak terletak di jauh dari Keraton Yogyakarta, tempat Sultan Yogyakarta tinggal.
Sesuai dengan namanya, masjid ini didirikan untuk mengenang para pejuang atau para syuhada dalam Bahasa Arab. Pembangunannya pun memiliki sejarahnya sendiri. Kala itu, Jepang menyerah pada Sekutu dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, pada 17 Agustus 1945. Jepang tetap tak mau mau segera menyerahkan kekuasaan di republik ini, sehingga kemudian ada aksi pengambilalihan perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik, dan jawatan-jawatan yang semula masih di tangan asing. Puncaknya pada 7 Oktober 1945 pemuda-pemuda dan masyarakat Yogyakarta menyerbu Jepang di Kotabaru. Penyerbuan itu membuat para pejuang gugur. Maka untuk memperingatinya dibangunkan masjid Syuhada.
Bung Karno ingin memperingati gugurnya pada 'Syuhada' itu dengan adanya pembangunan masjid. Maka kemudian panitia dibentuk dan diketuai Mr. Sa'ad. Sementara lokasinya disetujui oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Kemudian dihimpunlah sumbangan dana untuk pembangunan.
Hal yang sangat menggembirakan panitia adalah, selain ada sumbangan moril dari Bung Karno, juga ada sumbangan materiil. Sumbangan materiil yang dimaksud adalah uang sejumlah Rp 100 ribu untuk kemudian dibuat kubah persada. Acara peletakan batu pertama dilakukan pada 23 September 1950 bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha dan diresmikan pada 20 September 1952. Bung karno bersama para menteri hadir dalam peresmian masjid itu. Hadir juga Duta Besar Mesir, ketua usaha antara lain Pakistan, kuasa usaha Saudi Arabia, presiden direktur Javanesche Bank Syafruddin Prawiranegara, dan lain-lain.
 Masjid PERSIS Bandung
Masjid Persis (Pesantren Persatuan Islam) yang terletak Jl. Perintis Kemerdekaan merupakan masjid yang dirancang sendiri oleh Bung Karno. Hal ini terlihat dari sebuah piagam "The President Sukarno Heritage List" yang dikeluarkan lembaga yang menyebutkan Masjid Persis adalah salah satu warisan Bung Karno.
Masjid yang didirikan pada 1935 ini termasuk masjid tertua di Bandung. Soekarno mendirikan masjid ini karena terispirasi dari Pemimpin Sarekat Islam, Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto, yang tak lain adalah guru Bung karno. Ia ingin masjid ini bisa menuruskan perjuangan sang guru yang melahirkan banyak tokoh pendiri bangsa tersebut.
Masjid ini pernah mengalami renovasi besar-besaran pada 1955, namun juga tidak mengubah menara masjid. Menara itulah warisan Bung Karno untuk masjid ini. Masjid Persis juga pernah direnovasi pada 1977, karena sudah tidak menampung banyaknya jemaah yang datang beribadah. Renovasi itu pun tidak mengubah menara masjid yang memang sudah menjadi cirinya dan warisan Bung Karno tersebut.
Masjid Jamik Bengkulu