Mohon tunggu...
rahmat ridho
rahmat ridho Mohon Tunggu... Freelancer - freelancer

saya akan menulis berbagai macam artikel yang membahas isu lingkungan, energi terbarukan, pertanian, sumber daya alam. semoga bermanfaat bagi pembaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Lautan dalam Krisis, Mengapa Geopolitik Harus Mengalah pada Ekopolitik?

13 Juli 2024   17:13 Diperbarui: 18 Juli 2024   18:16 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lautan, sumber kehidupan planet kita, berada dalam bahaya. Meskipun pulau ini menyimpan rahasia sejarah bumi dan potensi sumber daya di masa depan, kesehatan bumi semakin memburuk dengan cepat.

Perubahan iklim, yang dipicu oleh aktivitas manusia, mendatangkan malapetaka pada ekosistem laut, meninggalkan jejak air yang menjadi asam, terumbu karang yang memutih, dan spesies yang terancam punah.

Meskipun krisis meningkat, tata kelola global atas sumber daya penting ini masih terfragmentasi, tidak memadai, dan tidak berhubungan dengan urgensi darurat iklim.

Artikel ini menyelidiki interaksi kompleks antara geopolitik, perubahan iklim, dan tata kelola kelautan, dan berpendapat bahwa diperlukan perubahan perspektif yang radikal. Kita tidak bisa lagi memandang laut melalui kacamata kepentingan nasional dan eksploitasi sumber daya.

Sebaliknya, paradigma baru yang didasarkan pada pemahaman Antroposen, di mana tindakan manusia terkait erat dengan nasib bumi, sangat penting untuk mengarungi lautan badai di masa depan.

Lautan Perairan Bermasalah: Darurat Iklim dan Dampak Kelautannya

Lautan bukan sekadar kumpulan air yang luas; ini adalah sistem yang kompleks dan saling berhubungan yang memainkan peran penting dalam mengatur iklim bumi. Hutan menyerap sebagian besar kelebihan panas yang terperangkap oleh gas rumah kaca dan bertindak sebagai penyerap karbon besar-besaran, menyerap sekitar 25% emisi karbon dioksida yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Namun, layanan penting ini memerlukan biaya.

Perubahan iklim mengubah struktur lautan. Naiknya permukaan air laut, yang disebabkan oleh mencairnya gletser dan perluasan suhu, mengancam masyarakat dan infrastruktur pesisir.

Pengasaman laut, yang disebabkan oleh penyerapan karbon dioksida berlebih, mengganggu ekosistem laut, sehingga menyulitkan organisme seperti karang dan kerang untuk membangun kerangka dan cangkangnya. Pemanasan air menyebabkan deoksigenasi, menciptakan "zona mati" di mana kehidupan laut berjuang untuk bertahan hidup.

Perubahan-perubahan ini tidak terjadi secara terpisah. Aktivitas manusia, yang didorong oleh upaya yang tiada henti untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, memberikan tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap ekosistem laut. Penangkapan ikan yang berlebihan, polusi, perusakan habitat, dan berkembangnya industri pertambangan laut dalam mendorong lautan menuju titik kritis.

Arus Bawah Geopolitik: Kekuasaan, Persaingan, dan Lautan

Laut selalu menjadi panggung persaingan geopolitik. Secara historis, kendali atas jalur laut dan akses terhadap sumber daya maritim dipandang penting bagi kekuatan dan kemakmuran nasional.

Saat ini, perebutan sumber daya, ditambah dengan semakin besarnya dampak perubahan iklim, semakin memperketat persaingan tersebut.

Arktik, yang dulunya merupakan gurun beku, menjadi semakin mudah diakses karena mencairnya es laut, terbukanya rute pelayaran baru, dan akses terhadap cadangan minyak dan gas yang belum dimanfaatkan.

Hal ini menyebabkan meningkatnya ketegangan geopolitik, dimana negara-negara Arktik berlomba-lomba untuk menguasai perairan penting yang strategis ini.

Laut Cina Selatan, yang merupakan jalur pelayaran penting dan merupakan lokasi penangkapan ikan yang berharga, telah menjadi titik konflik lainnya.

Klaim teritorial Tiongkok yang tegas di wilayah tersebut telah menimbulkan kekhawatiran di antara negara-negara tetangganya dan komunitas internasional, yang menyoroti potensi konflik mengenai berkurangnya sumber daya laut.

Selain itu, kurangnya peraturan internasional yang jelas yang mengatur kegiatan di wilayah di luar yurisdiksi nasional, seperti laut lepas, menciptakan kesenjangan tata kelola yang memicu praktik-praktik tidak berkelanjutan dan menghambat upaya konservasi yang efektif.

Dari Geopolitik ke Ekopolitik: Menuju Masa Depan Laut yang Berkelanjutan

Tata kelola kelautan saat ini, yang ditandai dengan peraturan yang terfragmentasi, kepentingan nasional jangka pendek, dan terputusnya hubungan dengan urgensi krisis iklim, sangatlah tidak berkelanjutan. Untuk menjamin kesehatan laut dan kesejahteraan generasi mendatang, diperlukan perubahan paradigma yang radikal.

Pergeseran ini memerlukan peralihan dari kerangka geopolitik tradisional yang memandang laut terutama melalui kacamata persaingan dan ekstraksi sumber daya.

Sebaliknya, kita perlu menganut perspektif "ekopolitik" yang mengakui keterhubungan antara masyarakat manusia dan lingkungan alam.

Elemen kunci dari paradigma baru ini meliputi:

1. Mengakui Laut sebagai Milik Bersama Global

Laut bukanlah kumpulan wilayah nasional, melainkan sumber daya bersama yang dimiliki seluruh umat manusia. Tata kelolanya memerlukan kerja sama internasional, transparansi, dan komitmen terhadap pembagian keuntungan yang adil.

2. Memprioritaskan Konservasi dan Pemanfaatan Berkelanjutan

Eksploitasi sumber daya laut harus diimbangi dengan kesehatan dan ketahanannya dalam jangka panjang.

Hal ini memerlukan investasi di kawasan perlindungan laut, penerapan praktik penangkapan ikan berkelanjutan, dan pengembangan teknologi inovatif yang meminimalkan dampak lingkungan.

3. Mengintegrasikan Perubahan Iklim ke dalam Tata Kelola Laut

Perubahan iklim bukanlah isu tersendiri namun merupakan ancaman menyeluruh yang harus diintegrasikan ke dalam seluruh aspek tata kelola kelautan.

Hal ini termasuk mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan ketahanan laut terhadap dampak iklim, dan berinvestasi dalam penelitian dan pemantauan.

4. Memperkuat Kerjasama Internasional

Untuk mengatasi tantangan kompleks yang dihadapi bidang kelautan, diperlukan institusi internasional dan kerangka hukum yang efektif.

Hal ini termasuk memperkuat perjanjian yang sudah ada, seperti Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), dan menjajaki mekanisme kerja sama baru dalam isu-isu seperti pertambangan laut dalam dan sumber daya genetik kelautan.

5. Pemberdayaan Komunitas Lokal

Masyarakat pesisir, yang seringkali berada di garis depan dalam menghadapi perubahan iklim dan degradasi laut, memiliki pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga.

Partisipasi mereka dalam proses pengambilan keputusan sangat penting untuk mengembangkan solusi yang efektif dan adil.

Menavigasi Masa Depan dengan Kompas Baru

Masa depan lautan, dan juga planet ini, bergantung pada kemampuan kita untuk menghadapi permasalahan geopolitik, perubahan iklim, dan pengelolaan sumber daya yang kompleks dan sering kali penuh gejolak. Kompas yang tradisional, yaitu kepentingan nasional dan keuntungan jangka pendek, tidak lagi memadai.

Era Antroposen memerlukan peta navigasi baru, yang mengakui keterhubungan sistem manusia dan alam serta memprioritaskan keberlanjutan jangka panjang dibandingkan keuntungan jangka pendek.

Dengan merangkul perspektif ekopolitik, memperkuat kerja sama internasional, dan memberdayakan masyarakat lokal, kita dapat merencanakan masa depan dimana laut terus berkembang, menyediakan makanan, inspirasi, dan planet yang sehat untuk generasi mendatang.

Ini bukan hanya persoalan lingkungan hidup; ini adalah masalah keamanan global, kesejahteraan ekonomi, dan keadilan antargenerasi. Saatnya untuk bertindak sekarang, sebelum gelombang perubahan yang tidak dapat diubah melanda kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun