Pendahuluan
Sumber daya alam (SDA) adalah segala bahan, benda atau apapun yang ditemukan manusia di dalam alam yang dapat dipakai untuk kepentingan hidupnya. SDA dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu SDA yang dapat diperbarui dan SDA yang tidak dapat diperbarui. SDA yang dapat diperbarui adalah SDA yang memiliki daya regenerasi (pemulihan) yang tinggi, sehingga dapat dipakai secara berkelanjutan tanpa mengurangi ketersediaannya di masa depan. Contoh SDA jenis ini adalah energi matahari, angin, air, hutan, dan keanekaragaman hayati. SDA yang tidak dapat diperbarui adalah SDA yang memiliki daya regenerasi yang rendah atau tidak ada sama sekali, sehingga penggunaannya akan menghabiskan stoknya di alam. Contoh SDA jenis ini adalah minyak bumi, batu bara, gas alam, dan logam-logam berharga.
Dalam era globalisasi dan pembangunan ekonomi yang pesat saat ini, kebutuhan manusia akan SDA semakin meningkat. Namun, ketersediaan SDA di alam terbatas dan tidak seimbang dengan tingkat konsumsinya. Hal ini menyebabkan berbagai masalah lingkungan, seperti perubahan iklim, kerusakan ekosistem, kepunahan spesies, dan konflik sumber daya. Oleh karena itu, penting bagi manusia untuk mengelola SDA secara bijak dan bertanggung jawab, dengan memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan. Keberlanjutan adalah kondisi di mana kebutuhan generasi sekarang dapat dipenuhi tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan kata lain, keberlanjutan menuntut adanya keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam pengelolaan SDA.
Salah satu cara untuk mencapai keberlanjutan adalah dengan memanfaatkan SDA yang dapat diperbarui sebagai alternatif dari SDA yang tidak dapat diperbarui. Dua contoh SDA yang dapat diperbarui yang memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan adalah perikanan dan hutan. Perikanan dan hutan merupakan sumber pangan, energi, obat-obatan, bahan industri, pariwisata, dan jasa lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Namun, perikanan dan hutan juga menghadapi berbagai ancaman akibat eksploitasi berlebihan, perusakan habitat, pencemaran, perubahan iklim, dan invasi spesies asing. Oleh karena itu, diperlukan strategi-strategi pengelolaan perikanan dan hutan yang berbasis keberlanjutan, agar manfaatnya dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan mendatang.
Perikanan sebagai sumber daya terbarukan
Perikanan adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya ikan dan organisme lainnya yang hidup di perairan. Perikanan meliputi tangkapan ikan (capture fisheries) dan budidaya ikan (aquaculture). Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi penting di dunia, terutama bagi negara-negara berkembang. Menurut data Food and Agriculture Organization (FAO), pada tahun 2018 produksi perikanan dunia mencapai 179 juta ton dengan nilai 401 miliar dolar AS. Sekitar 59 juta orang bekerja di sektor perikanan tangkap dan 20 juta orang bekerja di sektor budidaya ikan. Selain itu, perikanan juga menyediakan pangan bergizi bagi lebih dari 3 miliar orang di dunia.
Perikanan dapat dikategorikan sebagai sumber daya terbarukan karena ikan dan organisme lainnya yang hidup di perairan memiliki kemampuan untuk bereproduksi dan menggantikan individu-individu yang mati atau ditangkap. Namun, kemampuan regenerasi ini tergantung pada faktor-faktor biologis, ekologis, dan lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup populasi ikan. Jika tingkat pemanfaatan ikan melebihi tingkat regenerasi ikan, maka akan terjadi penurunan stok ikan yang dapat mengancam keberlanjutan perikanan. Menurut FAO, pada tahun 2017 sekitar 34,2% stok ikan dunia telah ditangkap melebihi tingkat maksimum yang berkelanjutan (overfished), sedangkan 60,5% stok ikan ditangkap pada tingkat maksimum yang berkelanjutan (fully fished), dan hanya 5,3% stok ikan yang ditangkap di bawah tingkat maksimum yang berkelanjutan (underfished). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar stok ikan dunia telah dimanfaatkan secara optimal atau bahkan berlebihan, sehingga tidak ada ruang untuk meningkatkan produksi perikanan tanpa mengorbankan keberlanjutan.
Beberapa faktor penyebab penurunan stok ikan adalah sebagai berikut:
- Eksploitasi berlebihan (overexploitation), yaitu pemanfaatan ikan melebihi batas daya dukung ekosistem perairan, sehingga mengurangi kemampuan regenerasi ikan. Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah dan kapasitas kapal penangkap ikan, penggunaan alat tangkap yang tidak selektif dan merusak habitat, serta kurangnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap aktivitas perikanan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU fishing).
- Perusakan habitat (habitat degradation), yaitu kerusakan atau hilangnya tempat hidup dan berkembang biak ikan akibat aktivitas manusia, seperti pembangunan infrastruktur, reklamasi pantai, konversi mangrove, pembuangan limbah, dan perubahan penggunaan lahan. Hal ini dapat mengurangi kualitas dan kuantitas sumber daya perairan yang mendukung kehidupan ikan.
- Pencemaran (pollution), yaitu masuknya zat-zat berbahaya ke dalam perairan akibat aktivitas manusia, seperti pertanian, industri, pertambangan, transportasi, dan rumah tangga. Hal ini dapat menimbulkan efek negatif bagi kesehatan dan kelangsungan hidup ikan, seperti keracunan, penyakit, kelainan genetik, kematian, dan penurunan kesuburan.
- Perubahan iklim (climate change), yaitu perubahan kondisi iklim global akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer akibat aktivitas manusia. Hal ini dapat menyebabkan perubahan suhu udara dan permukaan laut, kenaikan muka air laut, pergeseran arus laut, asidifikasi laut, dan frekuensi dan intensitas bencana alam. Hal ini dapat mempengaruhi distribusi, migrasi, pertumbuhan, reproduksi, dan interaksi ikan dengan lingkungannya.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut dan mewujudkan keberlanjutan perikanan, diperlukan strategi-strategi pengelolaan perikanan yang berbasis ekosistem (ecosystem-based fisheries management). Strategi ini bertujuan untuk menjaga kesehatan ekosistem perairan sebagai sumber daya terbarukan bagi kepentingan manusia sekaligus melestarikan keanekaragaman hayati dan fungsi ekologisnya. Beberapa prinsip dasar strategi ini adalah sebagai berikut:
- Mengakui hubungan timbal balik antara manusia dan ekosistem perairan dalam pengambilan keputusan pengelolaan perikanan.
- Mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam menentukan tujuan dan indikator pengelolaan perikanan.
- Menyesuaikan tingkat pemanfaatan ikan dengan tingkat regenerasi ikan, dengan menerapkan kuota tangkapan, ukuran minimum ikan yang boleh ditangkap, larangan penangkapan pada musim pemijahan, dan pengurangan subsidi yang merangsang overfishing.
- Meningkatkan selektivitas dan efisiensi alat tangkap, dengan menggunakan alat tangkap yang sesuai dengan target ikan, menghindari penangkapan ikan yang tidak diinginkan (bycatch), dan mengurangi dampak negatif alat tangkap terhadap habitat dan spesies lain.
- Melindungi dan memulihkan habitat perairan, dengan melakukan konservasi, restorasi, dan rehabilitasi habitat penting bagi ikan, seperti terumbu karang, padang lamun, mangrove, dan sungai.
- Mengurangi pencemaran perairan, dengan menerapkan standar kualitas air yang ketat, mengendalikan sumber-sumber pencemaran dari darat dan laut, dan meningkatkan pengolahan limbah.
- Menyesuaikan pengelolaan perikanan dengan perubahan iklim, dengan memantau dan memprediksi dampak perubahan iklim terhadap sumber daya perairan, mengadaptasi strategi pengelolaan perikanan sesuai dengan kondisi iklim yang berubah, dan mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor perikanan.
- Meningkatkan partisipasi dan kerjasama pemangku kepentingan dalam pengelolaan perikanan, dengan melibatkan nelayan, komunitas pesisir, pemerintah, akademisi, swasta, LSM, dan organisasi internasional dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan penyelesaian konflik pengelolaan perikanan.
Hutan sebagai sumber daya terbarukan
Hutan adalah ekosistem yang didominasi oleh tumbuhan berkayu (pohon) yang tumbuh secara alami atau dibudidayakan di suatu wilayah. Hutan memiliki berbagai fungsi dan manfaat bagi manusia, antara lain:
- Fungsi ekologis, yaitu menjaga keseimbangan lingkungan hidup melalui proses fotosintesis, siklus air, siklus karbon, siklus nitrogen, dan siklus oksigen. Hutan juga berperan sebagai penyerap karbon (carbon sink), penahan erosi (erosion control), penjaga kualitas tanah (soil conservation), penjaga kualitas udara (air quality improvement), penjaga kestabilan iklim (climate regulation), dan penyedia habitat bagi keanekaragaman hayati (biodiversity conservation).
- Fungsi ekonomi, yaitu menyediakan sumber pendapatan dan kesejahteraan bagi manusia melalui pemanfaatan hasil hutan kayu (timber) dan hasil hutan non-kayu (non-timber forest products). Hasil hutan kayu meliputi kayu bulat (roundwood), kayu olahan (wood products), kayu bakar (fuelwood), dan arang (charcoal). Hasil hutan non-kayu meliputi tanaman obat (medicinal plants), tanaman hias (ornamental plants), tanaman rempah (spices), tanaman serat (fiber plants), tanaman pewarna (dye plants), tanaman minyak atsiri (essential oil plants), resin (resin), getah (latex), madu (honey), lilin lebah (beeswax), serangga (insects), jamur (fungi), rotan (rattan), bambu (bamboo), kulit kayu manis (cinnamon bark), damar (dammar), gaharu (agarwood), dan lain-lain.
- Fungsi sosial budaya, yaitu memberikan nilai-nilai spiritual, estetika, pendidikan, rekreasi, sejarah, identitas, dan tradisi bagi manusia. Hutan juga merupakan sumber kearifan lokal dan pengetahuan tradisional bagi masyarakat adat dan lokal yang hidup di sekitar hutan.
Hutan dapat dikategorikan sebagai sumber daya terbarukan karena pohon-pohon yang tumbuh di hutan memiliki kemampuan untuk beregenerasi melalui proses pertumbuhan vegetatif atau generatif. Namun, kemampuan regenerasi ini tergantung pada faktor-faktor biotik dan abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup pohon. Jika tingkat pemanfaatan hutan melebihi tingkat regenerasi hutan, maka akan terjadi penurunan luas dan kualitas hutan yang dapat mengancam keberlanjutan hutan. Menurut data FAO, pada tahun 2020 luas hutan dunia mencapai 4,06 miliar hektar, yang menurun sebesar 178 juta hektar dibandingkan dengan tahun 1990. Hal ini menunjukkan bahwa laju deforestasi (pengurangan luas hutan) masih lebih tinggi daripada laju reforestasi (penambahan luas hutan).
Beberapa faktor penyebab penurunan luas dan kualitas hutan adalah sebagai berikut:
- Konversi hutan, yaitu perubahan fungsi hutan menjadi fungsi lain, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, pemukiman, industri, dan infrastruktur. Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan kebutuhan manusia akan lahan, pangan, dan energi, serta kurangnya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat dan lokal atas hutan.
- Eksploitasi berlebihan, yaitu pemanfaatan hasil hutan melebihi batas daya dukung ekosistem hutan, sehingga mengurangi kemampuan regenerasi hutan. Hal ini dapat disebabkan oleh permintaan pasar yang tinggi terhadap hasil hutan, penggunaan teknologi penebangan yang tidak ramah lingkungan, serta kurangnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap aktivitas penebangan ilegal.
- Kebakaran hutan, yaitu peristiwa terbakarnya sebagian atau seluruh hutan akibat faktor alam atau manusia. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan iklim yang menyebabkan kekeringan dan suhu tinggi, petir, letusan gunung berapi, atau aktivitas manusia yang sengaja atau tidak sengaja menyalakan api di hutan. Kebakaran hutan dapat menyebabkan kerusakan fisik dan biologis pada hutan, serta emisi gas rumah kaca yang memperparah perubahan iklim.
- Hama dan penyakit, yaitu organisme hidup yang menyerang atau mengganggu pertumbuhan dan kelangsungan hidup pohon di hutan. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan iklim yang menyebabkan pergeseran distribusi dan perilaku hama dan penyakit, pengenalan spesies asing yang tidak memiliki predator alami di hutan, atau penurunan daya tahan pohon akibat stres lingkungan.
- Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut dan mewujudkan keberlanjutan hutan, diperlukan strategi-strategi pengelolaan hutan yang berbasis keberlanjutan (sustainable forest management). Strategi ini bertujuan untuk menjaga kesehatan ekosistem hutan sebagai sumber daya terbarukan bagi kepentingan manusia sekaligus melestarikan keanekaragaman hayati dan fungsi ekologisnya. Beberapa prinsip dasar strategi ini adalah sebagai berikut:
- Mengakui hak-hak dan tanggung jawab masyarakat adat dan lokal dalam pengelolaan hutan, dengan menghormati nilai-nilai budaya, pengetahuan tradisional, dan praktik-praktik lokal yang ramah lingkungan.
- Mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam menentukan tujuan dan indikator pengelolaan hutan.
- Menggunakan pendekatan adaptif dan partisipatif dalam pengambilan keputusan pengelolaan hutan, dengan melibatkan pemangku kepentingan dari berbagai sektor dan tingkat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan penyelesaian konflik pengelolaan hutan.
- Budidaya hutan (forest cultivation), yaitu pemanfaatan hasil hutan dengan cara menanam atau mengelola pohon-pohon tertentu di lahan yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhan manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan sistem agroforestri (agroforestry), yaitu sistem pengelolaan lahan yang mengintegrasikan tanaman pertanian, tanaman kehutanan, dan/atau ternak dalam satu unit lahan. Sistem ini dapat meningkatkan produktivitas, diversifikasi, dan ketahanan pangan, serta mengurangi tekanan terhadap hutan alam.
- Meningkatkan efisiensi dan nilai tambah hasil hutan, dengan menggunakan teknologi pengolahan yang ramah lingkungan, mengembangkan produk-produk inovatif dan bernilai tinggi dari hasil hutan, serta meningkatkan akses pasar dan rantai pasok yang adil dan transparan bagi produsen hasil hutan.
- Melindungi dan memulihkan hutan alam, dengan melakukan konservasi, restorasi, dan rehabilitasi hutan yang memiliki nilai ekologis, ekonomis, dan sosial budaya tinggi, seperti hutan hujan tropis, hutan gambut, hutan mangrove, dan hutan pegunungan.
- Mengurangi kebakaran hutan, dengan melakukan pencegahan, deteksi dini, pemadaman cepat, dan pemulihan pasca kebakaran hutan. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam pengendalian kebakaran hutan, menggunakan sistem peringatan dini berbasis satelit dan sensor, serta mengembangkan strategi adaptasi dan mitigasi terhadap dampak kebakaran hutan.
- Â Mengendalikan hama dan penyakit hutan, dengan melakukan pemantauan, identifikasi, penilaian risiko, dan pengendalian terpadu terhadap hama dan penyakit hutan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode-metode biologis, mekanis, kimiawi, atau kultural yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
Kesimpulan
Perikanan dan hutan merupakan dua contoh sumber daya alam yang dapat diperbarui yang memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan. Perikanan dan hutan menyediakan berbagai manfaat bagi manusia, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Namun, perikanan dan hutan juga menghadapi berbagai ancaman akibat aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, diperlukan strategi-strategi pengelolaan perikanan dan hutan yang berbasis ekosistem dan keberlanjutan. Strategi-strategi ini bertujuan untuk menjaga kesehatan ekosistem perairan dan hutan sebagai sumber daya terbarukan bagi kepentingan manusia sekaligus melestarikan keanekaragaman hayati dan fungsi ekologisnya. Dengan demikian, perikanan dan hutan dapat memberikan kontribusi positif bagi pembangunan berkelanjutan di masa sekarang dan mendatang.
Informasi Tambahan:
https://serupa.id/potensi-sumber-daya-alam-dan-kemaritiman-indonesia/
https://fiqihislam.id/apakah-hutan-dan-perikanan-merupakan-sumber-daya-terbarukan.html
https://money.kompas.com/read/2021/06/24/170000726/apa-itu-sumber-daya-alam-yang-dapat-diperbarui
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI