Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses, dan dilepaskan ke alam dalam bentuk padatan, cairan, atau gas. Sampah umumnya dikategorikan menjadi 3 jenis, yaitu sampah organik, anorganik, dan beracun.
Sampah organik seperti bangkai hewan misalnya, cenderung dapat terurai secara alami dalam waktu relatif singkat. Sedangkan sampah anorganik seperti plastik, jauh lebih sulit untuk diuraikan dan butuh ratusan tahun bagi alam untuk menguraikannnya.
Terakhir, sampah beracun seperti limbah pabrik, limbah radioaktif, dan bekas kegiatan farmasi membutuhkan penanganan khusus dalam menguraikannya, tidak bisa dibuang ke sembarang tempat.
Sampah beracun tidak akan saya bahas lebih jauh disini mengingat jarang digunakan oleh masyarakat awam. Bagi masyarakat Indonesia, khususnya yang berada di kota besar, sampah merupakan masalah yang amat kompleks.
Tingkat produksi sampah yang tinggi, misalnya Jakarta yang menghasilkan 8 Kilo Ton Sampah per hari (Dinas LH DKI, 12/8/2019), mekanisme penanganan sampah yang buruk, dan kebiasaan sebagian masyarakat yang membuang sampah sembarangan merupakan beberapa hal yang masih menjadi masalah di negara kita.
Apabila memfokuskan pada hubungan antara sampah dan masyarakat, setidaknya terdapat 2 masalah utama yang menjadi perhatian saya, yaitu tingkat produksi sampah dan kebiasaan membuang sampah sembarangan. Dinas LH DKI mencatat bahwa pada tahun 2019, sekitar 60% sampah yang ada di Jakarta dihasilkan dari hunian masyarakat.
Hal ini menunjukkan bahwa dari total produksi sampah Jakarta, lebih dari setengahnya di produksi dalam rumah-rumah kita. Sampah sebanyak itu ada yang berasal dari sisa kegiatan memasak, bekas bungkus makanan, silahkan sebut sendiri, dirumah kita banyakkan contohnya?
Sampah sebanyak itu (yang jumlahnya 8 Kilo Ton/Hari), diangkut ke beberapa TPS (sebagian besar ke TPST Bantar Gebang) dan jumlah yang sedemikian besar ini menjadi masalah yang nyata dihadapan kita. Terbukti  dalam 9 tahun terakhir, rata-rata terdapat 12,33% (sekitar 863 Ton) sampah yang tak terangkut per tahunnya. Di antaranya dapat kita temukan dipinggir jalan dan berenang ria di sungai-sungai.
Pemerintah memang sudah semestinya mencari solusi atas permasalahan tersebut, namun apabila perbaikan yang dilakukan pemerintah tidak dibarengi dengan kesadaran dan langkah nyata dari masyarakatnya sendiri untuk menangani hal ini, saya ragu masalah sampah ini akan dapat terselesaikan.
Produksi sampah rumah tangga memang tidak dapat sepenuhnya dihilangkan, tapi dapat dibatasi atau dikendalikan. Kita dapat melakukan pengendalian sampah dari dalam rumah kita sendiri dengan beberapa cara, diantaranya :
1. Biasakan membawa kantung kain saat berbelanja.
Menggunakan kantung kain untuk menyimpan barang belanjaan, baik di pasar tradisional maupun swalayan dapat mengurangi jumlah sampah    plastik yang harus kita buang. Kalaupun terpaksa harus menggunakan kantung plastik, setelah digunakan jangan dibuang. Lipat dan simpan ditempat yang terhindar dari panas dan air, sehingga kantung plastik dapat digunakan sewaktu-waktu.
2. Usahakan membeli makanan dengan tanpa atau sedikit kemasan.
Kalau terpaksa membeli makanan atau minuman berkemasan, usahakan cari yang kemasannya sesedikit mungkin sehingga tidak memenuhi tempat sampah rumah kita.
3. Pisahkan sampah organik dan anorganik
Sampah organik dapat kita jadikan kompos, caranya mudah dan dapat search di internet apabila belum tau. Pupuk kompos sangat berguna untuk menyuburkan tanaman dihalaman rumah kita dan imbasnya, rumah kita jadi lebih asri dan sejuk. Sampah anorganik seperti botol plastik dll dapat kita kreasikan menjadi barang yang bernilai ekonomis (misalnya mainan anak-anak, hiasan lampu, celengan,dll).
Bisa juga diberikan kepada pengrajin tertentu apabila ada yang dekat lingkungan rumah. Intinya manfaatkan semaksimal mungkin apa-apa yang masih bisa dimanfaatkan, sisanya yang betul-betul tak bisa dimanfaatkan lagi baru dibuang. Jumlahnya pasti jauh berkurang.
4. Kurangi Pemakaian Kertas
Pakai kertas seperlunya saja, kalau bisa pakai softcopy, mengapa harus pakai hardcopy ? kalau bisa pakai kertas bekas,mengapa harus pakai yang baru ? bila kertas bekas masih bisa dimanfaatkan untuk hal lain (misalnya untuk alas lemari pakaian), ya jangan dibuang !
Selain beberapa hal diatas, masih banyak cara yang dapat kita lakukan untuk mengurangi produksi sampah di rumah kita. Jika kita dapat melakukannya dengan konsisten, secara tak langsung kita juga telah membantu pemerintah dalam menangani masalah sampah di kota dan negara kita kan ?
Masalah lain yang tak kalah memprihatinkan adalah masih banyaknya masyarakat kita yang belum sadar akan dampak negatif dari membuang sampah sembarangan. Saya pribadi tak punya data yang komprehensif mengenai berapa jumlah orang yang masih terbiasa membuang sampah sembarangan.
Tapi menurut pengalaman saya semasam kecil yang pernah tinggal di sekitaran sungai ciliwung, tidak sedikit warga yang membuang sampah ke kali. Sampai sekarang pun ketika saya tak lagi tinggal disana, saya masih mendapat informasi bahwa kebiasaan tersebut masih berlangsung.Â
Contoh lain dari kasus ini, saya yakin rekan-rekan pembaca juga pasti masih suka mendapati orang disekitar kita, entah di jalanan, bahkan di area pendidikan dan perkantoran, yang membuang sampah sembarangan. Kurangnya pengawasan aparat, lemahnya sosialisasi dan pencerdasan serta ketidakpedulian masyarakat terakumulasi menjadi sebab kebiasaan ini masih membudaya.
Menilik kedua masalah yang saya terangkan diatas, yaitu masalah produksi sampah rumah tangga dan kebiasaan membuang sampah sembarangan merupakan masalah yang perlu diselesaikan secara terstruktur dan bertahap. Tidak bisa diselesaikan secara instan, karena hakikatnya ini adalah masalah kebiasaan (karakter) manusia.
Dalam mengubah karakter manusia, diperlukan pembiasaan. Pembiasaan ini dapat dilakukan dengan sistem pendidikan terpadu, baik di dalam dan diluar institusi pendidikan formal.
Perlu sosialisasi, pencerdasan, pengawasan, juga diperlukan teladan dari orang-orang yang faham akan pentingnya lingkungan yang bersih dan sehat, yang selain menjadi teladan juga dapat saling mengingatkan satu sama lain sehingga tercipta kontrol sosial yang konsisten.
Terakhir adalah adanya dukungan dari pemerintah, baik pemerintah pusat dan daerah mengingat sistem pendidikan karakter yang terpadu ini akan lebih efektif apabila di kelola oleh pemerintah. Dari semua faktor dan cara diatas, hal terpenting tetap ada pada diri kita masing-masing. Sudah siapkah kita untuk merubah kebiasaan (karakter) kita ?
Pada dasarnya sampah adalah zat sisa yang apabila tidak ditangani dengan benar maka akan menyebabkan berbagai resiko pencemaran lingkungan dan masalah kesehatan. Menjaga lingkungan yang bersih dan sehat pada hakikatnya adalah demi kemaslahatan diri kita.
Masalah sampah dapat ditangani dengan perbaikan karakter manusianya, dan tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki karakter menjadi lebih baik. Mari berubah sekarang atau tidak sama sekali !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H