Dalam salah satu kitabnya yang terkenal yakni An Nizham Al Iqtishadiy Fil Islam, beliau memaparkan pengertian ekonomi politik secara umum, ia mengatakan:
Tujuan yang ingin dicapai oleh hukum-hukum yang dipergunakan untuk memecahkan mekanisme pengaturan berbagai urusan manusia.Â
Dengan kalimat yang beliau sampaikan ini berarti bahwa ekonomi politik merupakan suatu strategi yang dilakukan untuk mencapai tujuan dalam memecahkan mekanisme pengaturan berbagai urusan manusia. Hukum yang dimaksud adalah hukum ekonomi sedangkan urusan manusia adalah berbagai kebutuhan yang harus dimiliki oleh manusia.
Lebih lanjut ia menjelaskan ekonomi politik dalam pandangan Islam:
Jaminan tercapainya pemenuhan semua kebutuhan primer (basic needs) tiap orang/perorang dengan pemenuhan secara menyeluruh, berikut kemungkinan tiap orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kesanggupannya, sebagai orang yang hidup dalam sebuah masyarakat (society) yang memiliki life style tertentu
Dari ungkapan beliau dapat disimpulkan bahwa ada tiga bentuk kebutuhan manusia yang harus diraih oleh individu, yakni kebutuhan primer, sekunder dan tersier.
Namun, dari ketiga bentuk kebutuhan tersebut, ada yang dijamin oleh pemerintah berupa kebutuhan pokok, yakni: sandang, pangan, papan, keamanan, kesehatan dan Pendidikan.
Dengan demikian, pemerintah secara umum bertanggung jawab terhadap pemenuhan dari setiap warga negaranya tanpa terkecuali.
Al Imam Syaikh Taqiyuddin An-Nabani juga mengingatkan bahwa Sistem Ekonomi Islam telah menjamin terpenuhinya hak hidup tiap orang secara pribadi serta memberikan kesempatan kepada orang tersebut untuk memperoleh kemakmuran hidupnya.
Sementara pada saat yang sama, membatasi pemerolehan harta orang tersebut, yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan primer (basic needs), kebutuhan sekunder dan tersiernya, dengan ketentuan yang diperbolehkan oleh syariat Islam.
Oleh karena itu, tiap muslim tidak boleh (haram) untuk memproduksi dan mengkonsumsi khamar (minuman keras). Karena minuman keras tidak dianggap sebagai barang ekonomi (economics good). Juga tidak memperbolehkan riba dalam berekonomi, riba tersebut tidak dianggap sebagai barang ekonomi (economics good).
Sumber: Ekonomi Politik Islam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H