Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan (PJOK)Â di era digital memerlukan pendekatan yang lebih inovatif, relevan, dan sesuai dengan kebutuhan pradigma pendidikan abad 21, kurikulum merdeka memberikan ruang kepada guru untuk dapat beradaptasi dengan tantangan zaman dan kebutuhan oeserta didik di era modern, dalam konteks ini guru dapat mengembangkan model pembelajaran baru yang lebih kontekstual, menarik dan sesuai dengan kebutuhan dan potensi peserta didik.
Pada kurikulum merdeka guru bukan hanya sebagai penyampai materi, tetapi juga sebagai desainer pembelajaran yang memberikan atmosfer pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan, guru selalu di dorong untuk dapat berinovasi dan menerapkan pendekatan baru yang bisa menjawab tantangan dunia modern terutama perubahan masyarakat menuju society 5.0 , model pembelajaran harus mampu mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi tantangan zaman yang lebih kompleks.
Menurut Klaus Schwab, society 5.0 melangkah lebih jauh dari revolusi industri 4.0 dengan menempatkan manusia sebagai pusat perubahan teknologi, dalam bukunya The Fourt Industrial Revolution (2016)Â bahwa teknologi harus digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh, bukan hanya sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi industri.
Pada konteks ini, model pembelajaran yang di kembangkan oleh penulis adalah Hybrid Sport Education Model Teaching Factory (HySeT), sebuah model pembelajaran yang menggabungkan keunggulan dari sport education model dan teaching factory. Model ini dirancang untuk meningkatkan kompetensi peserta didik dalam pembelajaran PJOK pada ranah psikomotorik, kognitif, afektif  kemampuan kompetensi sosial-emosional, serta mempersiapkan mereka menghadapi tantangan dunia kerja melalui proyek pembuatan event pertandingan olahraga serta industri olahraga yang dapat di sesuaikan dengan kebutuhan.
Selain itu, HySET memfasilitasi pengembangan soft skills yang sangat dibutuhkan dalam Society 5.0, seperti kemampuan beradaptasi terhadap perubahan teknologi dan komunikasi efektif. Menurut Daniel Goleman, yang memopulerkan konsep Kecerdasan Emosional, kemampuan untuk mengenali dan mengelola emosi diri sendiri serta orang lain menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan di masa depan.
HySET adalah pendekatan integratif yang mengombinasikan pendidikan olahraga berbasis simulasi (Sport Education Model) dengan praktik industri berbasis produksi (Teaching Factory). Model ini dikembangkan dengan tujuan utama untuk mengembangkan kompetensi siswa secara holistik, termasuk keterampilan teknis, manajerial, serta kemampuan sosial-emosional melalui proses pembelajaran yang interaktif dan berorientasi pada praktik nyata.
Society 5.0, kemampuan kognitif seperti pemecahan masalah, kreativitas, dan kerja sama menjadi lebih penting daripada sekadar penguasaan teknis. Hal ini didukung oleh teori dari Howard Gardner tentang Multiple Intelligences, yang menekankan bahwa pendidikan harus mencakup lebih dari sekadar kecerdasan logika-matematis. Menurut Gardner, kecerdasan interpersonal dan intrapersonal, yang melibatkan kemampuan berinteraksi dan memahami diri sendiri, sangat penting di dunia yang semakin terhubung secara digital.
Dalam implementasinya, HySET menerapkan konsep simulasi peran yang memungkinkan siswa tidak hanya berperan sebagai peserta olahraga, tetapi juga sebagai pelatih, manajer, wasit, atau bahkan penyusun strategi tim. Hal ini sejalan dengan prinsip Teaching Factory, di mana siswa dihadapkan pada situasi nyata, seolah-olah mereka bekerja di lingkungan industri.
Langkah-Langkah Implementasi Model HySET
Implementasi HySET dalam pembelajaran olahraga dimulai dengan pemahaman mendalam terhadap materi pelajaran, yang kemudian dikombinasikan dengan aspek praktis industri. Berikut adalah tahapan sederhana yang digunakan dalam model ini:
Pengelompokan Berdasarkan Keterampilan
Peserta didik dikelompokkan berdasarkan tingkat keterampilan mereka untuk memastikan pembelajaran yang lebih efektif dan terarah. Hal ini memungkinkan pembelajaran yang lebih personal dan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing peserta didik. seperti peserta didik yang lebih unggul dalam kemampuan organisasi ditempatkan dalam peran sebagai pelatih, manajer tim, atau koordinator turnamen. Mereka mengelola aspek logistik, strategi tim, dan evaluasi.Pembelajaran Berbasis Peran
Setiap peserta didik mengambil peran tertentu dalam kegiatan olahraga, baik sebagai pemain, pelatih, manajer dll. Dengan cara ini, mereka tidak hanya belajar keterampilan-keterampilan teknik olahraga, tetapi juga mengasah keterampilan manajerial dan kepemimpinan. adapun peran yang dapat dipilih oleh peserta didik antara lain;- Pemain: Menerapkan teknik olahraga sesuai arahan pelatih.
- Pelatih: Merancang strategi permainan, mengatur sesi latihan, dan memotivasi pemain untuk mencapai target kinerja.
- Manajer: Mengelola keseluruhan operasional tim, termasuk jadwal pertandingan, logistik, serta memastikan koordinasi antara pemain dan pelatih berjalan efektif.
- Wasit: Memimpin jalannya pertandingan dengan aturan yang jelas, menilai dan membuat keputusan dalam permainan.
- Wartawan Olahraga: Meliput pertandingan, menulis artikel atau laporan terkait performa tim, serta wawancara pemain dan pelatih.
- Komentator Pertandingan: Menyampaikan analisis pertandingan secara langsung, menjelaskan taktik dan dinamika permainan kepada penonton.
Praktik Langsung dalam Simulasi Industri
Peserta didik terlibat dalam kegiatan yang mensimulasikan kondisi dunia kerja nyata, di mana mereka bertanggung jawab atas tugas yang melibatkan kerja tim, komunikasi efektif, dan pengambilan keputusan yang tepat.Âkegiatan yang mensimulasikan proyek-proyek dunia kerja yang sesungguhnya, seperti penyelenggaraan turnamen olahraga. Setiap peserta didik berpartisipasi dalam proyek nyata yang memiliki hasil konkret dan dinilai berdasarkan keberhasilannya.
Contoh proyek:
- Pengelolaan Turnamen Mini-Voli: Peserta didik bertanggung jawab penuh atas perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi turnamen mini-voli. Mereka mengatur aspek-aspek seperti pendaftaran peserta, penyusunan jadwal pertandingan, penyediaan fasilitas, hingga publikasi acara.
- Event Organizer dalam Olahraga: Peserta didik yang berperan sebagai event organizer harus mengoordinasikan semua elemen acara, dari logistik hingga promosi. Setiap bagian dari kegiatan ini direncanakan dan dieksekusi oleh peserta didik, dengan standar yang mencerminkan kebutuhan industri olahraga profesional. Melalui tahap ini, menunjukkan relevansinya dengan menghubungkan teori yang dipelajari di kelas dengan praktik nyata di lapangan, di mana peserta didik menghadapi tantangan nyata seperti mengelola sumber daya, waktu, dan menghadapi kendala logistik.
Evaluasi Kinerja Berbasis Produk dan Tim
Penilaian dalam HySET tidak hanya dilakukan berdasarkan hasil permainan atau keterampilan olahraga individu, tetapi juga mengukur kemampuan manajerial, kerja tim, dan hasil dari produk simulasi yang dihasilkan selama proses pembelajaran.
- Evaluasi Produk: Hasil dari proyek, seperti keberhasilan turnamen atau event olahraga, dinilai dari berbagai aspek, seperti:
- Kualitas perencanaan dan eksekusi.
- Kepuasan peserta atau penonton.
- Efisiensi penggunaan sumber daya.
- Evaluasi Tim: Penilaian juga dilakukan terhadap kolaborasi dan komunikasi dalam tim, di mana kinerja setiap anggota diukur berdasarkan kontribusinya terhadap keseluruhan proyek. Ini menekankan pentingnya kerja tim dan kemampuan manajerial dalam konteks industri olahraga.
Dengan penekanan pada produk nyata dan kerja tim, Â HySET memastikan bahwa peserta didik belajar untuk bertanggung jawab atas hasil kerja mereka, serta memahami pentingnya kolaborasi dan manajemen dalam mencapai tujuan bersama.
Pembentukan Hubungan Langsung dengan Industri
implementasi HySET juga dapat melibatkan hubungan langsung dengan dunia industri melalui kolaborasi dengan mitra industri olahraga atau perusahaan olahraga lokal. peserta didik memungkinkan terlibat dalam proyek-proyek yang memiliki relevansi dengan kebutuhan industri, seperti membantu pengelolaan event olahraga profesional atau bekerja dengan klub olahraga lokal untuk kegiatan nyata. Ini membantu peserta didik tidak hanya mempraktikkan keterampilan di lingkungan sekolah, tetapi juga mendapatkan pengalaman langsung yang sesuai dengan tuntutan industri.
 Pengalaman lapangan ini memberikan nilai tambah, karena peserta didik dapat melihat bagaimana proses di dunia nyata berlangsung, meningkatkan kesiapan mereka untuk terjun langsung ke dalam dunia kerja. Pembentukan hubungan langsung dengan industri jika memungkinkan dapat di lakukan tergantung pada tujuan, ketersediaan faktor-faktor pendukung terjalinya hubungan insdustri ini.
Model pembelajaran Hybrid Sports Education Teaching Factory (HySET) tidak hanya menciptakan lingkungan pembelajaran yang inovatif dan relevan, tetapi juga mendukung pencapaian visi Society 5.0. Dengan menggabungkan pembelajaran berbasis peran, teknologi digital, dan praktik industri, HySET mempersiapkan peserta didik untuk menjadi individu yang adaptif, kreatif, dan kompeten di dunia yang semakin digerakkan oleh teknologi. HySET sejalan dengan teori-teori pendidikan modern yang menekankan pentingnya pembelajaran holistik dan pengembangan soft skills yang relevan dengan kebutuhan masyarakat di masa depan.
Model Pembelajaran Hyset Dalam Implementasinya di SMK Negeri Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, pada kelas 10 Jurusan TSM, DPIB, TJKT akan di tulis pada artikel berikutnya, terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H