Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Eloknya Kota Warisan Dunia di Melaka Malaysia

2 Desember 2015   15:02 Diperbarui: 4 Desember 2015   15:15 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku harus berjalan kaki menyusuri jalanan menempuh jarak sejauh 5 kilometer sambil memanggul daypack mejelang tengah malam. Sempat merasa kesal hingga menegur salah seorang turis asing di Masjid Keling yang penuh sejarah. Apa pasal? Bagaimana pula rasanya mengendarai mobil amphibi sambil menikmati panorama kota hingga berlayar di perairan selat Melaka? Simak kisahnya…

Weekend kemarin aku kembali berjalan-jalan.  Kali ini tujuanku adalah Kota Melaka, kota kecil berjarak 148 km sebelah selatan Kuala Lumpur. Jumat sore aku tiba di Section 13 tempat Bus Station Shah Alam berada. Terminal bus darurat yang dibangun pemerintah karena terminal bus permanent sedang di renovasi. Selain ke Melaka, terminal ini juga menjadi tempat pemberangkatan dan kedatangan untuk beberapa daerah di sekitar Kuala Lumpur semisal Penang, Seremban, Kedah dan daerah lainnya. Aku yang sudah memesan tiket online langsung mencari counter bus Transnasional, bus yang akan membawaku ke Melaka.

Tepat pukul 5.30 sesuai sore waktu yang tertera di tiket, bus meninggalkan terminal dan langsung di sambut kemacetan panjang. Bus sempat berhenti selama hampir 30 menit menunggu kemacetan terurai sebelum akhirnya mulai melaju menyusuri jalan tol yang tertata rapih. Hari mulai gelap dan aku yang masih merasa kelelahan menggunakan waktu perjalanan untuk tidur.

Aku baru terbangun setelah bus mulai memasuki daerah Melaka setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam.  Awalnya aku mengira Melaka hanyalah sebuah kota kecil yang tak begitu ramai. Apalagi dengan status sebagai The World Heritage City atau Kota Warisan Dunia yang disandangkan UNESCO, tentunya kota ini hanya dipenuhi dengan bangunan-bangunan tua yang menjadi alasanku untuk mengunjunginya. Namun ternyata aku salah besar. Dari kejauhan sudah tampak bangunan-bangunan tinggi menjulang. Kendaraan yang di dominasi kereta (mobil) berseliweran.

Tepat jam 9 malam aku sudah berada di dalam terminal bus di Melaka Sentral. Beberapa supir taxi menawarkan taksinya namun aku tolak karena berencana berjalan-jalan sambil mengambil foto di sekitar terminal. Aku melangkah menyusuri koridor terminal menuju jembatan penyeberangan dimana terdapat tulisan Melaka Sentral.  Aku sempat mengambil beberapa foto dari atas jembatan sebelum berjalan menuruni anak tangga menuju sebuah minimarket. Usai menghapus dahaga dengan minuman dingin dan sebungkus roti, aku bergegas keluar menunggu taksi menuju hotel yang sudah aku book secara online.

Waktu demi waktu berlalu namun tak ada taksi yang melintas. Mobil banyak berseliweran, motor hanya sesekali. Tak ada orang berjalan kaki. Aku sempat berpikir apakah kawasan yang aku tempati menunggu itu bukan kawasan pejalan kaki. Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan kaki menuju arah pusat bandar (kota) sesuai papan petunjuk. Sesuai informasi saat melakukan reservasi, hotel yang akan aku tempati selama di Melaka terletak di pusat kota. Sambil berjalan sesekali aku menoleh ke belakang berharap ada taksi yang melintas.

Harapan tinggal harapan. Waktu sudah menunjukkan pukul 9.30 malam artinya aku sudah berjalan hampir setengah jam. Segera aku mengaktifkan aplikasi google map untuk melihat seberapa jauh lokasi hotel dari tempatku berada. Ternyata masih tersisa 4.2 kilometer dan membutuhkan waktu 15 menit! Keringat sudah membasahi sekujur tubuh, rasa lapar kembali mendera dan rasa ngantuk tak ketinggalan mulai merongrong kondisi fisikku. Taksi masih tak kelihatan batang hidungnya. Akhirnya aku kembali berjalan mengikuti arahan google map dan tiba di hotel sesaat menjelang pukul 10 malam. Aku segera menyelesaikan pembayaran lalu mengambil kunci dan berjalan menuju ke kamar yang terletak di ujung lorong. Aku ingin segera mandi, makan malam dan tidur. Pelajaran hari ini, jangan pernah menolak taksi di Sentral Melaka atau engkau harus trekking sejauh 5 km!

Usai shalat subuh, aku keluar berjalan-jalan. Hari masih gelap dan Hotel Traveler tempatku menginap masih sepi. Belum banyak orang berseliweran di kawasan Dataran Pahlawan dan Plaza Mahkota, kawasan tempat hotelku berada. Aku melintasi menara Taming Sari, sebuah menara yang menjadi tempat pelancongan (wisata) baik bagi warga lokal maupun turis. Bentuknya  mirip stasiun TVRI di Jakarta dan memiliki kapsul yang bisa turun naik hingga ke puncak menara. Nanti aku ceritakan detailnya..

Selepas Taming Sari, tampak sebuah kapal yang mirip kapal phinisi. Itulah replica kapal Flora De La mar, kapal portugis yang digunakan untuk mengangkut rempah-rempah dari Melaka usai kerajaan itu ditaklukkan tahun 1511 oleh Alfonso D’ Albuqurque. Malangnya, kapal itu tenggelam di tahun 1512 dalam pelayarannya kembali ke Eropa. Replika kapal itu sengaja di buat pemerintah untuk menjadi pengingat warganya akan kelamnya penjajahan di masa lalu seperti tertulis di Prasasti yang terdapat di depan kapal, “Bahwa hilangnya kuasa politik, maka hilanglah segala-galanya.”

Pemandangan di tempat itu sangat indah. Di kelilingi bangunan-bangunan bersejarah yang terpelihara rapih dan bersih. Sungai Melaka mengalir dengan air agak kecoklatan bermuara langsung ke perairan Selat Melaka yang berbatasan langsung dengan Pulau Sumatera. Di seberangnya berdiri dengan gagahnya Casa Del Rio, bangunan hotel bergaya eropa. Aku berhenti sejenak mengabadikan suasana pagi di tepi sungai yang masih sepi itu.

Aku kembali berjalan menyusuri pinggiran sungai yang dijadikan jogging track. Suasana pagi nan hening sesekali ditimpali suara burung camar selat Melaka menjadikan awal hari itu terasa sangat syahdu. Aku sempat berimajinasi andai sungai-sungai di Jakarta seperti ini tapi ah..sudahlah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun