Terkadang ada yang sampai ditelanjangi untuk memastikan bahwa mereka tidak membawa senjata, bom  atau barang berbahaya lainnya. Bahkan tak jarang mereka tak diizinkan masuk Jerussalem, meskipun hanya untuk beribadah di Masjid Al-Aqsha.
Usai makan siang, kami kembali melanjutkan perjalanan dengan melewati jalan berkelok-kelok. Kawasan perbukitan berwarna kuning kecoklatan mendominasi pemandangan sepanjang perjalanan. Jejeran pohon zaitun dengan daun berwarna hijau seakan menjadi oase penyejuk mata dari kegersangan. Dari kejauhan tampak jejeran pemukiman kaum Yahudi .
Setelah menempuh perjalanan selama sejam, kami tiba di tempat parkir sebuah bangunan berbentuk kotak. Sebelum turun kami sudah diwanti-wanti agar berhati-hati saat akan mengambil gambar. Tentara Israel sering menghukum seseorang hanya karena hal sepele. Konon seorang penduduk Hebron pernah dihukum berdiri selama 4 jam hanya karena terlambat menutup tokonya melewati jam yang sudah ditentukan.
Tak seharusnya bangunan suci di buat seperti itu. Sempat teringat sebuah kisah. Saat Umar Bin Khattab pertama kali memasuki Kota Jerussalem setelah di taklukkan dari pasukan Romawi, beliau ditawari oleh salah seorang pendeta untuk melakukan shalat di dalam gereja saat tiba waktu shalat. Umar Bin Khattab menolak dengan halus dengan pertimbangan jika dia shalat di dalam gereja, suatu saat di kemudian hari akan ada umat Islam yang mengklaim gereja itu sebagai masjid karena Khalifah Umar Bin Khattab pernah shalat di dalamnya.
Hal itulah yang beliau hindari dan memilih membersihkan batu dengan jubahnya lalu shalat di atasnya. Tempat itulah yang di kemudian hari dibangun Masjid Umar Bin Khattab. Begitulah Islam bertoleransi.
Ada satu persitiwa ‘mengerikan’ yang pernah terjadi di masjid ini di tahun 1994 tepatnya di tanggal 25 February. Saat itu seorang Teroris Zionist Yahudi bernama Boroch Goldstain yang (konon) sedang stress masuk ke dalam masjid dan menembaki seluruh Jemaah yang sedang melakukan shalat subuh. Tak kurang dari 35 orang tewas dan 350 orang luka-luka dalam insiden berdarah itu.
Masjid yang seharusnya menjadi tempat ibadah yang suci dan dihormati saat itu berubah menjadi ladang pembantaian manusia. Hingga saat ini, bekas-bekas peluru yang menembus dinding masih bisa terlihat dengan jelas di masjid yang sudah berusia lebih 1000 tahun itu.