Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Ada Tangis di Tembok Ratapan, Ada Damai di Betlehem dan Ada Duka di Masjid Ibrahim Hebron

17 November 2015   12:28 Diperbarui: 17 November 2015   17:10 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terkadang ada yang sampai ditelanjangi untuk memastikan bahwa mereka tidak membawa senjata, bom  atau barang berbahaya lainnya. Bahkan tak jarang mereka tak diizinkan masuk Jerussalem, meskipun hanya untuk beribadah di Masjid Al-Aqsha.

Kami melewati kota Betlehem menuju restoran untuk makan siang. Kami agak sedikit tergesa-gesa karena Masjid Nabi Ibrahim yang terletak di Hebron masih cukup jauh. 

Usai makan siang, kami kembali melanjutkan perjalanan dengan melewati jalan berkelok-kelok. Kawasan perbukitan berwarna kuning kecoklatan mendominasi pemandangan sepanjang perjalanan. Jejeran pohon zaitun dengan daun berwarna hijau seakan menjadi oase penyejuk mata dari kegersangan. Dari kejauhan tampak jejeran pemukiman kaum Yahudi .

Setelah menempuh perjalanan selama sejam, kami tiba di tempat parkir sebuah bangunan berbentuk kotak. Sebelum turun kami sudah diwanti-wanti agar berhati-hati saat akan mengambil gambar. Tentara Israel sering menghukum seseorang hanya karena hal sepele. Konon seorang penduduk Hebron pernah dihukum berdiri selama 4 jam hanya karena terlambat menutup tokonya melewati jam yang sudah ditentukan.

Setelah menunggu hampir sejam karena harus menunggu approval dari tentara Israel penjaga pos yang sedang bertugas akhirnya kami bisa masuk ke dalam lokasi yang disebut Al Khalil atau Al Haram Al Ibrahim (tempat suci Ibrahim). Awalnya keseluruhan bangunan itu adalah masjid, namun oleh pemerintah Israel, sebagian bangunan masjid dimanfaatkan sebagai sinagoge atau tempat ibadah kaum Yahudi.

Di dalam masjid Ibrahim, tepatnya di bawahnya, terdapat Goa Makfilah  berisi makam Nabi Ibrahim, Nabi Ishak (putra Nabi Ibrahim), Siti Sarah (Istri Nabi Ibrahim) dan Nabi Ya’kub (Putra Nabi Ishak/Ayahanda Nabi Yusuf). Saat memasuki area masjid berlapis karpet sajadah berwarna merah, lagi-lagi perasaan haru dan geram timbul saat melihat ruangan di dalam masjid bersekat-sekat pembatas antara masjid dan sinagoge.

Tak seharusnya bangunan suci di buat seperti itu. Sempat teringat sebuah kisah. Saat Umar Bin Khattab pertama kali memasuki Kota Jerussalem setelah di taklukkan dari pasukan Romawi, beliau ditawari oleh salah seorang pendeta untuk melakukan shalat di dalam gereja saat tiba waktu shalat. Umar Bin Khattab menolak dengan halus dengan pertimbangan jika dia shalat di dalam gereja, suatu saat di kemudian hari akan ada umat Islam yang mengklaim gereja itu sebagai masjid karena Khalifah Umar Bin Khattab pernah shalat di dalamnya.

Hal itulah yang beliau hindari dan memilih membersihkan batu dengan jubahnya lalu shalat di atasnya. Tempat itulah yang di kemudian hari dibangun Masjid Umar Bin Khattab. Begitulah Islam bertoleransi.

Setelah shalat Sunnah, kami berkeliling area masjid. Tampak 2 bangunan berbentuk kotak persegi. Itulah simbol makam Nabi Ibrahim dan Nabi Ishak.  Dikatakan simbol karena jasad ke dua Nabi itu berada di dalam goa di bawah bangunan masjid. Interior masjid sepintas mirip dengan interior Masjid Al-Aqsha. Kaligrafi, mihrab, dan lampu-lampu yang tergantung .

Ada satu persitiwa ‘mengerikan’ yang pernah terjadi di masjid ini di tahun 1994 tepatnya di tanggal 25 February. Saat itu seorang Teroris Zionist Yahudi bernama Boroch Goldstain yang (konon) sedang stress masuk ke dalam masjid dan menembaki seluruh Jemaah yang sedang melakukan shalat subuh. Tak kurang dari 35 orang tewas dan 350 orang luka-luka dalam insiden berdarah itu.

Masjid yang seharusnya menjadi tempat ibadah yang suci dan dihormati saat itu berubah menjadi ladang pembantaian manusia. Hingga saat ini, bekas-bekas peluru yang menembus dinding masih bisa terlihat dengan jelas di masjid yang sudah berusia lebih 1000 tahun itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun