Apa hubungannya antara Masjid Al-Aqsha, Jalan Salib dan rumor batu terbang di Baitul Maqdis Jerussalem Palestina? Kenapa aku harus kembali berurusan dan di-interview tentara Israel? Ikuti kisahnya…
Masih ingat cerita saat aku Terjebak di tengah-tengah tentara Israel? Kali ini aku akan menyajikan sekuel-nya saat menjelajah di sudut-sudut Kota Jerussalem. Namun, harus lebih berhati-hati dalam bercerita karena tempat ini adalah tempat yang disucikan oleh 3 agama, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi.
Saat berada dalam posisi siap untuk shalat Tahiyyatul Masjid, aku merasakan badan bergetar, bulu kuduk di seluruh tubuh merinding. Saat membaca niat dan melakukan Takbiratul Ihram sambil mengucapkan "Allahu Akbar", air mata mulai mengambang di pelupuk mata dan menetes membasahi sajadah. Rasa haru tak dapat aku tahan. Aku hampir tak percaya bisa melakukan shalat di salah satu masjid tersuci umat Islam ini.
Masjid yang berdiri di lokasi terakhir sebelum Rasulullah diterbangkan ke langit untuk bertemu sang Maha Kuasa. Masjid yang pernah menjadi kiblat shalat sebelum dipindahkan berkiblat ke Mekkah atas perintah Allah SWT. Air mata terus menerus mengalir hingga aku mengucapkan salam di akhir shalat penghormatan kepada Masjid AL-Aqsha. Selanjutnya bersama jamaah lainnya aku akan melaksanakan shalat subuh secara berjamaah.
Saat melaksanakan shalat subuh nan penuh khidmat, rasa haru semakin terasa. Suara syahdu sang Imam terdengar begitu menyayat hati di subuh yang dingin itu. Sesekali terdengar suara isak tangis tertahan dari beberapa Jemaah. Yah, hampir kami semua menangis pagi itu.  Bukan hanya suara tangis dari rombongan Jemaah Indonesia tapi juga dari penduduk asli Palestina yang melakukan shalat subuh di sana. Terbayang penderitaan dan perjuangan rakyat Palestina untuk bisa masuk ke masjid ini. Beberapa aturan ketat diterapkan oleh pemerintah Israel sebagai pemegang authoritas  Jerussalem.
Rentetan sejarah panjang yang berdarah-darah juga sepintas terlintas dalam ingatan. Catatan sejarah yang menorehkan luka di atas tanah suci bagi ke 3 agama. Andai negeri indah dan suci ini bisa dikembalikan ke masa saat Umar Bin Khattab, khalifah Islam ke dua yang pernah berkuasa saat ke 3 agama itu hidup berdampingan dengan damai. Suara adzan, lonceng gereja dan Sinagoge (tempat ibadah orang Yahudi) berpadu membentuk harmoni pagi saat pagi menyapa. Â Semoga perdamaian abadi itu bisa terjadi suatu hari nanti di negeri suci Baitul Maqdis ini, Aminnn..
Masjid Al-Aqsha sendiri ada di sampingnya tepatnya di sebelah selatan Masjid As-Shakhrah. Jika As-Shakhrah memiliki kubah dari emas, maka kubah Masjid Al-Aqsha berwarna abu-abu tembaga. Karena keunikan arsitekturnya, Masjid As-Shakhrah lebih sering menjadi landmark atau icon kota Jerussalem atau Palestina. Apalagi batu yang konon adalah batu terbang ada di dalam masjid itu. Benarkah? "Sabar ya, kita jalan-jalan dulu di sekelilingnya."
Sinar keemasan mentari pagi berpendar menerangi langit biru dan berpadu dengan sinar keemasan yang berasal dari pancaran kubah Dome of the Rock. Bisa terbayang kan betapa indahnya? Hamparan halaman yang ditumbuhi pohon zaitun mulai terlihat dengan jelas. Dari kejauhan terlihat pemandangan Mount Olive atau Gunung Zaitun yang mulai bergeliat menyambut hari baru. Indah, teramat indah dan rupawan wajahmu wahai Baitul Maqdis….
Kami kembali menyusuri lorong-lorong dan terowongan di dalam Old City atau Kota Lama menuju Gerbang Herod, tempat kami masuk tadi. Beberapa aktifitas sudah mulai terlihat. Anak-anak yang berangkat ke sekolah, tentara Israel yang senantiasa mengawasi setiap sudut dan beberapa pedagang sudah mulai membuka tokonya. Kami kembali ke hotel untuk menikmati sarapan untuk selanjutnya menikmati City Tour untuk ke Mount Olive, kembali ke Mesjid Al-Aqsha dan Dome of the Rock! Aku sangat penasaran ingin membuktikan fenomena batu terbang yang sempat beredar di media massa beberapa waktu lalu.
Sebuah batu yang menjadi pijakan terakhir Rasulullah SAW di bumi sebelum terbang ke Sidratul Muntaha untuk bertemu langsung dengan Allah SWT untuk menerima perintah shalat 5 waktu. Sayang sekali saat itu di lokasi batu itu sedang direnovasi dan ditutupi kain jadi tak terlihat. Di sini aku jelaskan bahwa batu terbang itu hanyalah hoax atau rumor. Batu tempat berpijak Rasullullah Muhammad SAW itu tepat berada di bawah kubah emas. Menurut penjelasan pemandu kami, saat tidak direnovasi batu itu bisa terlihat dengan jelas karena hanya dibatasi kayu mahoni setinggi 1 meter.Â
Meskipun direnovasi, namun para pengunjung tak perlu kecewa karena masih tersedia sebuah tempat di mana pengunjung diberikan kesempatan untuk bisa memegang batu tersebut. Sebuah lubang dibuat agar pengunjung bisa memasukkan tangan untuk meraba dan menyentuhnya. Semua rombongan mencobanya termasuk aku dan mama. Ada rasa berbeda saat aku memasukkan tangan ke dalam lubang dan merasakan permukaan batu yang terasa sejuk seperti basah. Saat tangan aku keluarkan, tercium aroma wangi dari sela-sela jari. Subhanallah…Â
Usai shalat sunnah, kami menuju sebuah tangga yang akan membawa kami turun ke sebuah tempat berupa gua yang berada persis di bawah batu tempat berpijak tadi. Mungkin itulah menjadi penyebab batu itu dinamakan batu terbang atau melayang karena di bawah batu itu terdapat gua. Dikisahkan Rasulullah sempat melakukan shalat di tempat itu saat melakukan Isra’ Mi’raj.
Sajadah sekaligus karpet merah berada di lantai gua yang diterangi beberapa lampu berchaya kuning. Kami semua melakukan shalat sunnah meski harus bergantian karena ruangan yang gua yang sempit. Â Lagi-lagi terselip rasa haru dalam setiap gerakan shalat mengingat Rasulullah Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan kami Umat Islam pernah menunaikan shalat di tempat ini. Tetesan air bening kembali menetes membasahi sajadah yang terhampar di lantai goa.
*Sumber foto : Dokumen Pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H