Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Gejolak Adrenalin di Tebing Curug Cimarinjung, Ciletuh Geo Park Sukabumi

21 September 2015   17:37 Diperbarui: 21 September 2015   20:20 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

AKu bertanya tentang posisi Ciletuh (saat itu aku belum tahu bahwa lokasi tepatnya di Curug Cimarinjung) namun jawaban sang bapak malah membuat aku bingung. Menurut bapak itu, Ciletuh itu luas dan saat aku bilang ada air terjun di jawab lagi kalau air terjun di sekitar situ banyak. Kembali aku bilang kalau aku mencari lokasi orang-orang sering panjat tebing, oleh bapaknya di jawab lagi kalau di sekitar situ banyak tebing atau gunung batu. Matilah awak!

Akhirnya aku meminta izin untuk numpang shalat maghrib dan menyampaikan maksud dan tujuan utama, nge-charge handphone. Untungnya sang bapak beserta istrinya sangat baik dengan senang hati  nge-charge handphone-ku dan mempersiapkan tempat shalat di kamar tidur mereka. Rumah mereka hanya 3 ruangan, area warung, kamar tidur dan dapur.  

Usai shalat aku kembali mengobrol dengan sang Bapak sambil menunggu battery handphone terisi.  Setengah jam berselang, aku berpamitan kepada bapak dan ibu yang baik hati itu dan segera meyalakan handphone kembali. Battery sudah terisi lebih dari 50% namun masalah baru muncul, tak ada signal! Huffttt.. Tak ada pilihan lain, perjalanan aku lanjutkan karena sudah jam 7 lewat 15 menit. Aku hanya berharap agar GPS handphone bisa kembali on.  Untungnya setelah bergerak sekitar 10 menit, aku kembali dapat signal dan GPS kembali berfungsi. Tepat pukul 8 malam, aku tiba di lokasi camping dan bertemu dengan Kang Firman.

Aku segera melakukan registrasi ulang dan mendirikan tenda. Terlihat peserta lain sudah kembali berkumpul di tengah area camping untuk mendapatkan materi pelatihan. Aku bergabung setelah membereskan  registrasi ulang dan makan malam.

Peserta pelatihan SPTMP angkatan ke 57 ini diikuti 32 peserta dari beberapa daerah. Selain dari Jakarta dan Bekasi, peserta juga berasal dari Garut dan Sukabumi termasuk peserta dari lokasi sekitar Kawasan Geopark Ciletuh. Selain untuk memasyarakatkan dan mencetak 1 juta pemanjat tebing dari seluruh Indonesia, hal itu juga merupakan bentuk sumbangsih SPTMP bagi masyarakat lokal. Tujuannya agar mereka khususnya kaum muda dapat menjadi pelopor kegiatan panjat tebing sekaligus menjadi pemandu   masyarakat atau wisatawan yang datang ke kawasan Cimarinjung.

Malam itu materi yang diberikan adalah matery Safety and Climbing Equipment yang dibawakan oleh instruktur Deden Wahyudin.  Karena aku terlambat datang sebenarnya aku ketinggalan beberapa materi. Namun setelah melihat handbook-nya, beberapa materi dasar yang tertinggal itu sudah pernah aku pelajari saat melakukan panjat tebing di tempat lain dan hasil belajar sendiri lewat internet. Pukul 10 malam kelas teori berakhir dan seluruh peserta diminta istirahat termasuk aku yang sudah menyetir selama hampir 10 jam dari Jakarta dengan bonus offroad selama 2,5 jam!

Terbangun jam 5 di sabtu pagi, usai shalat subuh aku menikmati segarnya udara pedesaan di Desa Ciwaru sekitar Curug Cimarinjung. Aku berjalan berkeliling sambil photo hunting. Karena tiba semalam, aku baru sempat melihat situasi sekeliling lokasi perkemahan yang berada di halaman rumah pak Hamdan. Ternyata tempatnya sangat indah. Berada di ketinggian dikeliling bukit batu dengan hamparan persawahan yang sedang  dipersiapkan untuk ditanami, udara sejuk dan segar dan dari kejauhan terlihat Teluk Ciletuh dengan laut biru yang mempesona. Hidup di desa itu indah, kawan…

Waktu menunjukkan pukul 7.30 saat panitia mengumumkan agar peserta bersiap-siap dengan perlengkapan masing-masing karena akan segera dilakukan pemanjatan. Aku diberikan Harness (alat pengaman panjat) oleh salah seorang panitia dan segera bergabung dengan peserta lain yang sudah berkumpul di bagian tengah. Setelah pengecekan peserta, kami mulai bergerak menuju lokasi pemanjatan di Curug Cimarinjung. Lokasi curug hanya membutuhkan 5 menit berjalan kaki dari tenda. Setelah menyusuri jalan berbatu dan berbelok ke kiri menyusuri aliran sungai kecil yang ternyata pengairan, akhirnya kami tiba di lokasi curug. Karena saat ini sedang puncak musim kemarau, debit air yang terjun tak seberapa besar, namun tetap menghasilkan bunyi gemuruh dan tentunya udara sejuk. Air  terjun yang bening jatuh di kolam berwarna hijau dan kuning karena pasir yang ada di dasar terlihat dengan jelas. Arghh…tempat ini indah…

Kami yang terbagi dalam 3 kelompok di berikan briefing singkat mengenai aktifitas pemanjatan hari itu. Masing-masing kelompok mendapatkan materi yang berbeda dan selanjutnya akan di rotasi. Hari itu kami mendapatkan materi Perintisan pemanjatan di jalur yang sudah ada (Top Rope and Leading Climbing) , cara Ascending (naik) dan Descending (turun) dengan menggunakan metode Single Rope Technique (SRT) dan Topping Out at the Anchor (Pemanjatan dengan aktifitas pembersihan gear/alat pengaman di tebing). Instruktur tak henti-hentinya mengingatkan perihal keselamatan di setiap aktifitas pemanjatan. Seperti kita ketahui bahwa panjat tebing adalah salah satu aktifitas ekstrim yang sangat berbahaya bagi keselamatan jiwa, baik jiwa pemanjat itu sendiri maupun rekan lainnya. Oleh karenanya segala hal yang berhubungan dengan safety adalah harga mati yang tak boleh di tawar.

Karena sudah setahun lebih sejak terakhir aku melakukan panjat tebing di salah satu tebing di Purwakarta, aku agak sedikit ‘kagok’ dan lupa dengan beberapa hal yang bersifat teknis, termasuk membuat simpul dan cara melakukan belay. Untungnya aku dibantu rekan lain dan  instruktur. Saat melakukan pemanjatan, aku merasakan jantungku berdegup kencang. Darah seperti bergemuruh seiring suara gemuruh air terjun.  Itulah adrenalin yang sedang terpacu. Keringat bercucuran oleh panas matahari namun sesekali terasa sejuk oleh semilir angin. Berhati-hati dan tidak berbuat kesalahan sekecil apapun, itu yang paling penting. Aku sempat berhenti di tengah jalur pemajatan setinggi sekitar 30 meter itu. Rekan-rekan dan instruktur mencoba menyemangatiku.

Tangan sudah gemetar mencengkeram lekukan tebing, demikian juga dengan kaki yang hanya bertumpu pada cekungan tebing yang lain. Suara rekan-rekan yang memberiku semangat ditambah suara gemuruh air terjun seperti membakar semangatku. Dengan sekuat tenaga  aku mencoba mendorong badan dengan ujung kaki sambil berteriak “pull (tarik)” untuk meraih salah satu runner dan mengaitkan tali yang aku bawa dan berhasil. Meski dengan penuh perjuangan akhirnya aku bisa mencapai puncak jalur yang sudah disiapkan untuk latihan panjat hari itu. Sesaat setelah mengaitkan tali di runner terakhir, aku menyempatkan diri untuk melihat pemandangan dari atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun