Mohon tunggu...
Rahmad Arbadilah Damanik
Rahmad Arbadilah Damanik Mohon Tunggu... Aktor - Penulis Lepas

Communication Student - Riau University

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mental Health dan Agama, Kontradiktif?

1 Agustus 2024   21:26 Diperbarui: 1 Agustus 2024   21:33 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dulu penulis pernah sepaham, bahwa jangan bawa-bawa agama sebagai solusi dari masalah mental health seseorang.. jangan sarankan apapun berkaitan dengan agama, dan jangan salahkan iman plus ibadahnya. Apalagi mereka mengklaim bahwa mereka masih melaksanakan ritual ibadah, tapi tetap mengalami masalah mental health.

Saat itu penulis berfikir ada benarnya, karena orang yang memiliki masalah mental pada saat itu hanya butuh ketenangan. Bukan ceramah apalagi ibadah. Apalagi khawatir kalau dia malah mikir "aku udah rajin ibadah, tapi kok malah makin begini? Kok Allah ga adil" dan kemudian membawanya semakin jauh dari Allah, naudzubillah min dzalik..  Pokoknya ga ada kaitan dengan agama deh.

Kemudian beberapa waktu berselang, muncul beberapa pertanyaan dalam benak penulis:

1. Apa kira-kira penyebab penyakit ini dalam pandangan islam? Apakah penyebab dan solusi dari islam ternyata tidak selaras dengan ranah psikologinya?

2. Apakah islam ada ngebahas tentang solusi ini ga ya? Baik spesifik atau secara umum..

3. Ini penyakit udah ada dari jaman dulu ga ya? Harusnya ada ga sih, cuma istilahnya beda atau mungkin ini ga terlalu dikeluhkan karena sifatnya non fisik?

Mungkin terkesan mabuk agama apabila semuanya dikaitkan dengan islam. Tapi sebenarnya tidak, karena islam adalah agama yang kompleks mengatur semua lini kehidupan. Allah menciptakan sesuatu, pasti ada solusi dan hikmahnya. Al-Qur'an dan hadits yang ditinggalkan, tentulah sudah dipersiapkan untuk seluruh zaman. Apalagi ini masalah hati dan jiwa.

Tulisan ini bukan bermaksud untuk mengatakan bahwasanya Agama adalah satu-satunya solusi dan menyampingkan ikhtiar dari medis dan psikologi. Tulisan ini hanya ingin membahas, bahwasanya ada kaitan islam terkait masalah mental health. Apabila kita mengalami gejala ini, maka seyogyanya untuk tetap berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah serta berkonsultasi ke psikolog sebagai bentuk ikhtiar kita.

 

Mari kita bahas!

Biasanya masalah mental health/gangguan psikologi seseorang adalah berkaitan dengan future (apa yang akan terjadi) dan juga past (apa yang sudah terjadi). Apa yang sudah terjadi biasanya menyebabkan sadness/depressed (kesedihan). Sedangan gejala yang muncul berkaitan dengan apa yang akan terjadi adalah anxiety (kecemasan/overthingking).

Tidak jarang apabila hal tersebut dibiarkan berlarut larut, akan menyebabkan dampak negatif seperti kurangnya semangat hidup, merasa bersalah, takut, merasa gagal/tak berguna, bahkan sampai Gila!

Maka untuk mencegah hal tersebut, islam telah mengajarkan setiap manusia untuk beriman kepada Takdirnya Allah. Apapun bentuknya. Percaya bahwa "Whatever happens to me is the best for me." Baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Selama kita sudah maksimal menjalani sesuatu hal, maka pasrah dan berbaik sangka kepada Allah adalah hal kedua yang mestinya dilakukan. Tapi kalau dikondisi itu memang beraat bangeeet ngeaplikasikannya.. ga semudah kata dan tulisan.. tapi memang begitulah, kita harus belajar lebih legowo lagi..

Tanpa menyampingkan tinjauan psikologis yang menjadi basic pembahasan isu ini, ternyata penyebab masalah mental health ini lebih kompleks lagi. Bahkan beberapa diantaranya sudah masuk kedalam ranah medis. Namun penulis menemukan beberapa kesamaan dari tinjauan psikologi, seperti:

"Trauma karena diskriminasi, bulliying, kekerasan rumah tangga, omongan dan penilaian orang lain, hutang, pengangguran, harapan yang tak tergapai, pernah melakukan kesalahan fatal di masa dulu, dll." 1

Beberapa hal tersebut ternyata bermuara pada 2 hal tadi, yakni past dan future.

Terus, ada ga solusi dari tinjauan islam? Baik spesifik maupun umum? Jawabannya ada:

Pertama dengan menguatkan tauhid/keimanan kita kepada Allah beserta Takdir-Nya. Seberat apapun kita berusaha, maka hasilnya telah Allah tetapkan. Dan apapun yang telah terjadi, punya hikmah untuk kebaikan kita. Karena sejatinya Allah lebih tau daripada kita.

Jadi teringat konsep stoikisme didalam buku Filosofi Teras yang intinya menyatakan bahwa "kita harus mensyukuri apa yang dimiliki dan terjadi sekarang. Juga ga perlu pusing akan hal-hal yang berada diluar kendali kita". Biar apa? Biar hidup lebih tenang pastinya.

Kedua dengan berdoa. Karena Allah 24 Jam siap mendengar keluh kesah kita, melihat kepasrahan diri kita yang lemah. Menujukkan bahwa kita ga bisa apa-apa tanpa bantuan Allah. Dengan berdoa, maka hati akan menjadi lega. Dengan berdoa, maka tidak ada kekecewaan nantinya.

Salah satu doa, untuk mencegah datangnya kesedihan dan kekhawatiran:

Artinya:

"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari ketakutan dan kekikiran, aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan tekanan orang-orang."

Kemudian doa berikut ini:

Artinya:

"Ya Allah, dengan rahmat-Mu, aku berharap, janganlah Engkau sandarkan urusanku pada diriku walau sekejap mata, perbaikilah segala urusanku seluruhnya, tidak ada ilah yang berhak disembah selain Engkau."

Atau silahkan berdoa dengan hajat dan Bahasa masing-masing.

Ketiga, dengan melaksanakan amal shaleh seperti shalat, baca Al-Qur'an, dan berzikir.

Segala amal shaleh, sejatinya adalah untuk menunjukkan kepatuhan dan syukur kita kepada Allah. Sehingga dengan itu kita bisa selalu ingat kapanpun kepada Allah yang selalu mengawasi aktivitas kita. Mengawasi kesedihan dan kekhawatiran kita. Yang dengan itu, kita akan tenang dalam menjalani hidup dengan hati dan pikiran yang tenang.

Maka benarlah seperti yang Allah firmankan dalam Surah Ar-Rad ayat 28:

"Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram."

Salah satu solusi dari tinjauan psikologi adalah dengan bermeditasi setiap pagi. Untuk menenangkan pikiran, melupakan segala hal buruk, dan menyiapkan rencana yang akan dilakukan. Maka ini memiliki kesamaan dengan zikir pagi petang, istighfar, atau zikir lainnya. Dimana istighfar juga mampu untuk membuat kita selalu minta ampun akan kesalahan kita di masa lalu, meminta ampun akan kekhawatiran di masa depan yang Allah telah atur, dan meminta ampun dari berburuk sangka aka napa yang telah terjadi.

Ada hikmah menarik ternyata, mengapa kita disunnahkan membaca 2 ayat terakhir di dalam surah Al-Baqarah sebelemu kita tidur, tepatnya pada ayat 285-286, selain manfaatnya kita akan diberikan kecukupan, terhindar dari gangguan setan, serta pahala yang besar2, ayat tersebut juga memberikan makna tersirat bahwa Allah tau kita tuh punya masalah dan itu tuh memang berat.. Dan Allah ingin kita meminta pertolongan ke Allah agar siap untuk menjalani hari esok yang mungkin lebih berat lagi.. perhatikan pada potongan ayat ayat 286 berikut yang artinya:

"Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."

 

Pertanyaan berikutnya:

Ini penyakit udah ada dari jaman dulu ga ya? Harusnya ada ga sih, cuma istilahnya beda atau mungkin ini ga terlalu dikeluhkan karena sifatnya non fisik?

Menurut penulis, ada..... (Ini murni dari pendapat pribadi penulis, segala kesalahan mohon diluruskan).

Masalah mental health, pasti juga dirasakan oleh orang-orang terdahulu. Karena ini adalah masalah umum dari makhlukh yang Bernama manusia. Sama dengan penyakit demam, pilek, dan penyakit lainnya. Hanya saja mungkin dahulu belum dikenal tuh namanya anxiety, depresi, dll. Tapi secara umum perasaan past and future tadi pasti menjangkiti orang-orang terdahulu.

Bisa jadi penyakit-penyakit ini tidak dikeluhkan atau dianggap sebagai hal yang tabu. Sehingga kebanyakan dari penderitanya tidak mau bercerita karena tabu. Bisa jadi mereka beranggapan bahwa ini bukanlah penyakit medis seperti layaknya penyakit demam tadi. Sehingga mereka hanya merasakan kekacauan dan kepedihan didalam hati serta pikiran mereka sendiri.

Maka dari itu Islam mengajarkan cara serta doa untuk mencegah hal tersebut seperti yang sudah penulis paparkan diatas. Dikarenakan manusia dari jaman baholok sampai jaman now bakal beresiko ngerasin tuh yang namanya gangguan mental health.

Kesimpulan

Ada kaitan mental health dengan Agama. Meski dari sisi Islam tidak gamblang secara teori dan solusi, namun kita sepakat keduanya memiliki titik temu. Apabila kita mengalami gejala ini, maka seyogyanya untuk tetap berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah serta berkonsultasi ke psikolog sebagai bentuk ikhtiar kita.

Plus

Hidup di dunia cuma sebentar. Masalah, kesedihan, kekecewaan, ujian, sifatnya sementara. Nangislah sambil ngejalani ini semua, nangislah sambil ngadu ke Allah, karena di Surga-Nya, tidak ada lagi kekhwatiran, kesedihan, dan segala macam kelelahan di dunia.

"Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadapmu dan tidak (pula) kamu bersedih hati". (QS. Al-A'raf Ayat 49)

 

Semangat, semoga bermanfaat, barakallahu fiikum ;)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun