Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Resensi Buku: Man for Himself karya Erich Fromm

26 Juni 2023   13:19 Diperbarui: 26 Juni 2023   13:23 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover depan. Sumber: Dokumen pribadi.

  • Judul Buku: Man for Himself
  • Penerbit: IRCiSoD
  • Penulis: Erich Fromm
  • Penerjemah: Sushela M. Nur
  • ISBN: 978-623-7378-18-1
  • Jumlah Halaman: 303
  • Harga: Rp. 75.000

Apakah kita sudah hidup untuk diri kita sendiri? Bagaimana etika, norma, dan watak membuat seseorang tidak mengenal dirinya?

Dalam buku berjudul bahasa Indonesia Manusia untuk Dirinya Sendiri ini, kita akan disuguhkan berbagai dinamika psikologis antara dunia luar dengan perwatakannya sehingga dia dapat memperoleh kebebasan secara psikologis.

Buku ini adalah kelanjutan buku Lari dari Kebebasan yang kita tahu ditulis oleh Erich Fromm, seorang psikoanalisis sekaligus filsuf sosial yang banyak menulis karya-karya hebat seputar psikologi sosial. Karya-karyanya seperti Akar Kekerasan, Perang Dalam Diri Manusia, Gagasan Tentang Manusia, dan tentu saja Lari dari Kebebasan adalah beberapa buku fenomenal yang sudah saya baca.

Man for Himself, judul asli buku ini merupakan karya beliau yang bermaksud menjelaskan lebih dalam keterkaitan antara watak dan dunia luar manusia. Buku ini membahas tiga pokok utama yakni Ilmu Pengetahuan Terapan Seni Hidup, Sifat Dasar dan Watak Manusia, serta Masalah-Masalah Etika Humanistik dan Moral Masa Kini.

Baca Juga,Resensi Buku: Gagasan tentang Manusia karya Erich Fromm

Ilmu Pengetahuan Terapan Seni Hidup

Manusia menginginkan realitas yang seperti didambakannya, oleh karena itu dia mulai memanipulasi dunia sekaligus bebas dari kesatuan dunia. Pada masa pencerahan, setiap orang diberitahu untuk mempercayai akal budinya daripada doktrin agama lama sehingga terjadilah relativisme nilai yang membawa manusia pada kebingungan. 

Padahal apa yang menjadi tujuan manusia adalah menjadi dirinya, namun sebelum itu dia harus meng-ada bagi dirinya.

Dalam proses menjadi dirinya, etika sangat berkaitan erat dengan hal tersebut. Fromm membagi etika menjadi dua menurut asalnya yakni etika otoritarian dan humanisme. Jika dilihat dari bentuknya, etika dibagi menjadi etika objektif dan etika subjektif. Lalu bagaimana kaitannya?

Etika otoritarian merupakan norma yang dibuat oleh otoritas khusus bagi perilaku manusia, baik dan buruk ada di tangan mereka sedangkan mereka kadang tidak turut melaksanakannya. 

Etika humanisme, berasal dari manusia dan manusia itu sendiri yang menyusun sekaligus melaksanakannya. Etika otoritarian lebih menekankan perintah sedangkan etika humanisme bersumber pada individu.

Namun etika humanisme memunculkan etika yang berlandaskan subjektivisme karena berasal dari masing-masing individu. Walaupun etika otoritarian menghasilkan objektivisme etika, namun pada akhirnya etika akan dibawa pada hedonisme saja karena manusia senantiasa mendekati kebahagiaan dan menjauhi ketidakbahagiaan.

Pada dasarnya etika humanisme adalah sebuah ilmu pengetahuan terapan yang berkaitan juga pada psikoanalisa karena pendekatannya yang tidak relativistik. Hal ini membuat ilmu pengetahuan terapan berkembang seiring dengan perkembangan psikologi juga. Hingga kita akan mengerti bahwa etika sangat dipengaruhi oleh perwatakan manusia.

Baca juga, Resensi Buku : Akar Kekerasan karya Erich Fromm

Sifat Dasar dan Watak Manusia

Sebelum mengetahui watak manusia yang dibahas Fromm dalam buku ini, alangkah baiknya kita membedakan antara apa itu perangai dan watak. 

Perangai adalah sebuah mode reaksi dan gerak badan yang tidak bisa diubah. Sedangkan pembahasan utama kita yaitu watak, adalah suatu sifat yang dibentuk oleh pengalaman dan sewaktu-waktu dapat berubah jika mendapat pengalaman baru.

Setiap watak mempunyai dua proses dalam berinteraksi pada dunia yaitu proses asimilasi yang merupakan interaksi pada objek dan sosialisasi, interaksi terhadap sesama manusia. 

Fromm turut membagi jenis watak menjadi dua yakni, watak non-produktif dan watak produktif. Watak non-produktif lalu dibagi lagi menjadi orientasi reseptif, orientasi eksploratif, orientasi menimbun, dan orientasi pasar. Penjelasannya sebagai berikut:

  • Orientasi Reseptif

Orang dengan orientasi ini berpikir bahwa semua yang baik berasal dari luar dirinya dan dia harus menerima dengan pasrah. Asimilasi orientasi ini dengan menerima tanpa berusaha. Sedangkan sosialisasinya cenderung pada perilaku masokistik.

  • Orientasi Eksploratif

Orang dengan orientasi ini adalah ingin mengambil segala yang baik dari luar dirinya. Asimilasi orientasi ini adalah mengambil secara ekspoitatif. Sedangkan sosialisasinya cenderung sadistik.

  • Orientasi Penimbun

Orang dengan orientasi ini memiliki sedikit keyakinan pada hal yang baru sehingga ia senantiasa menimbun (Hoarding) apa yang dia miliki dan tidak mau melepaskannya. Asimilasinya dengan selalu menjaga sesuatu yang dia miliki sedangkan sosialisasinya ada pada merusak orang yang ingin mengambil sesuatu darinya.

  • Orientasi Pasar

Orientasi ini sering dimiliki oleh manusia modern dimana dia harus menyesuaikan diri dengan kondisi ekonomi yang ada. Asimilasi orientasi ini pada bentuk memasarkan dan barter. Sedangkan sosialisasinya ada pada ketidakpedulian asalkan memuaskan pasar.

  • Orientasi Produktif

Orientasi inilah yang paling baik dimana seseorang menyalurkan potensi-potensi kepribadiannya pada sebuah kerja yang produktif. Asimilasi orientasi ini ada pada bekerja. Sedangkan sosialisasinya ada pada mencintai dan menalar.

Seseorang akan menjadi dirinya jika dia dapat memiliki orientasi produktif dimana dia dapat bebas mengeluarkan potensi kepribadiannya dan bebas bernalar serta bebas mencintai dirinya, orang lain dan dunia.

Baca juga,Resensi Buku: Perang Dalam Diri Manusia karya Erich Fromm

 Masalah-Masalah Etika Humanistik dan Moral Masa Kini

Kita sering dibenturkan pada dilema antara mencintai diri sendiri atau mencintai orang lain. Mencintai diri dianggap bentuk egoisme sedangkan mencintai orang lain adalah pengorbanan yang melukai jiwa. 

Padahal sebenarnya egoisme berbeda dengan mencintai diri dan juga jika seorang sudah mencintai dirinya maka dia akan mencintai orang lain karena hal itu adalah hubungan konjungtif sebagai proses menjadi dirinya sendiri.

Permasalahan moral modern ini adalah kita semakin tidak peduli dengan diri sendiri maupun orang lain. Kita dipaksa menjadi komoditas pasar yang harus menyediakan barang dan mengabaikan diri kita serta hubungan kita dengan orang lain.

Dalam buku ini kita diminta menjadi diri kita tanpa membuang hubungan kita dengan dunia. Memaknai produktivitas sebagai cara untuk menjadi diri kita dengan menyalurkan potensi-potensi kepribadian kita sehingga terbentuklah cinta terhadap diri dan dunia kita.

Buku ini bagus buat kamu yang ingin memahami diri tanpa harus meninggalkan hubungan dengan dunia luar. Namun sebelum membaca buku ini, alangkah bagus baca buku sebelumnya berjudul Lari Dari Kebebasan agar lebih mengerti konsep diri dari Erich Fromm ini, selamat membaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun