Seseorang dari kelompok A bisa jadi diserang kelompok B karena hanya perkara kecil karena Kelompok A sangat berbeda dengan kelompok B, ini adalah sebuah solidaritas yang berdampak negatif pada kelompok.
Mengenai hal ini saya jadi ingat kata-kata Erich Fromm dalam buku Akar Kekerasan:
"Sebenarnya kekerasan bukan tabiat atau hasrat asli manusia, hanya saja ada beberapa perkembangan manusia yang dihalangi sehingga muncul kekerasan karena imbas dari ketidakmampuan manusia untuk berkembang menjadi lebih baik."
Jadi saya tidak akan menyalahkan suatu pihak atau instansi tertentu tapi sudah menjadi tugas kita semua untuk memberikan mereka ruang agar berkembang dengan jalan yang benar.Â
Seni bela diri seharusnya ditempatkan pada ajang kompetisi olahraga, kesenian, perfilman dan bukan adu jago di jalan.
Balasan Saya Menggunakan Ajaran Tamansiswa
Saya akan membalas para pericuh tersebut karena merusak Museum Dewantara Kirti Griya namun tidak dengan mengumpulkan masa lalu menggeruduk balik para perusuh tersebut.Â
Mari kita gunakan tulisan ini sebagai perlawanan layaknya Ki Hadjar Dewantara melawan pemerintahan kolonial dengan tulisan "Seandai Aku Seorang Belanda"-nya.
Melalui hal ini saya akan menggunakan fatwa beliau yakni "Lawan Sastra Ngesti Mulya", yang artinya dengan pengetahuan kita menuju kemuliaan.Â
Kebiadaban para pericuh akan saya lawan dengan kemuliaan ilmu pengetahuan dimana kita harusnya menggunakan perlawanan tanpa kekerasan, tanpa intimidasi, tanpa fanatisme, tapi menggunakan adab dan pengetahuan.
Saya sebagai dewantara muda akan melawan kebiadaban dengan riset ilmu pengetahuan seperti saya menyangkutkan kericuhan hal ini dengan kelimuan psikologi saya.Â