Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masa Jabatan Seumur Hidup agar Kades Tidak Post Power Syndrome

23 Januari 2023   17:34 Diperbarui: 23 Januari 2023   17:38 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: joherejo.desa.id .

Demonstrasi para kepala desa yang dilakukan pada hari selasa (17/1) kemarin untuk menuntut perpanjangan masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun sedang hangat diperbincangkan. 

Dilansir dari CNN Indonesia pada rabu lalu (18/1), demonstrasi yang digelar di depan Gedung DPR RI ini dimotori oleh para kepala desa yang tergabung dalam Papdesi (Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesi) menuntut agar UU Nomor 6 tahun 2014 tentang kepala desa direvisi terutama tentang masa jabatannya.


Masa jabatan yang hanya 6 tahun dinilai tidak cukup oleh para kepala desa karena persaingan politik yang terjadi oleh para calon kepala desa berikutnya. 

Menurut Kepala Desa Proja, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yakni Robi Darwis menyebutkan bahwa dengan menambah masa jabatan menjadi 9 tahun diharapakan tensi persaingan politik mereda dan pemerintahan desa berjalan dengan baik.


Beberapa masyarakat banyak yang menganggap bahwa perpanjangan masa jabatan kepala desa ini merupakan bentuk keserakahan kekuasaan. 

Hal ini juga ditolak oleh beberapa pihak kepala desa sendiri seperti yang dikatakan oleh Kepala Desa Bayah Timur, Lebak, Banten, Rahmat Taufik yang merasa bahwa perpanjangan masa jabatan ini menjadi bahan hujatan masyarakat (Kompas.com,20/1/2023).


Masa Jabatan Kepala Desa Saat Ini


Menanggapi demo yang terjadi, pemerintah langsung cepat tanggap dengan dengan pernyataan Presiden Jokowi yang setuju memperpanjang menjadi 9 tahun. Cepat sekali memang respon pemerintah kita ini. 

Selain oleh presiden sendiri, Menteri Desa PDTT, Abdul Halim Iskandar juga menyetujui perpanjangan masa jabatan ini dilansir dari detik.com pada jumat lalu (20/1).


Disetujuinya hal itu menurut Menteri Abdul Halim Iskandar karena dampak Pilkades melebihi dampak Pilgub, bahkan Pilpres. Saya tidak mengerti bagaimana peliknya politik desa tapi yang saya tahu karena tinggal di desa adalah fasilitas belum terlalu memadai jika dibanding di kota. 

Saya juga jarang mendengar demo karena politik seperti yang terjadi di ibukota karena pemilu 2019 terjadi serupa di desa. 

Kalau begitu ya manut apa kata pak menteri saja deh karena beliau yang lebih tahu.


Post Power Syndrome Kepala Desa


Karena saya tidak terlalu paham politik, mari kita bahas terkait psikologi dan pemerintahan yang kerap kali terjadi pada orang yang pensiun setelah masa jabatannya. 

Ada istilah yang kita pahami di dunia psikologi bernama Post Power Syndrome, yakni suatu sindrom psikologis yang terjadi setelah seseorang kehilangan jabatan atau kekuasaannya.


Gejala seperti ingin sok mengatur, mudah marah, menjadi minder, dan bahkan kelihatan lebih cepat tua dari umurnya. Penyebab dari Post Power Syndrome adalah dari kepuasan kerja, usia, dan juga status sosial. 

Post Power Syndrome terjadi secara garis besar karena kehilangan kekuasaan dan alam bawah sadar dari orang tersebut merasa tidak rela kehilangan kekuasaan tersebut sehingga muncul gejala-gejala tadi.


Jika kita lihat kepala desa dengan masa jabatan sebentar memungkinkan terjadinya Post Power Syndrome. Dan jika sampai para mantan kades bermasalah maka di desa membuat desa tidak aman.


Masa Jabatan Seumur Hidup


Karena khawatir akan Post Power Syndrome inilah lebih baik bukan hanya sembilan tahun namun seharusnya seumur hidup saja seperti tahta kerajaan Inggris dan monarki lainnya. 

Jika semisal 9 tahun habis lalu mantan kades tersebut terkena Post Power Syndrome bagaimana? Apakah mau desa kita tiba-tiba ada orang yang ingin terus mengimami masjid walau bacaan Al Quran-nya tidak bagus=bagus amat atau tiba-tiba mantan kades itu marah-marah tidak jelas?


Walaupun ada penanganan untuk Post Power Syndrome ini namun pasti kita tahu bahwa desa sangat minim kesadaran akan kesehatan mental, kesehatan fisik saja fasilitasnya kurang merata.

Oleh karena itu yang paling bagus buat masa jabatan para kades ya seumur hidup saja, jika terkena sakit tetap lanjut saja sampai ajal menjemput.


Intinya disamping masa jabatan pemerintahan saya hanya mengingatkan bahwa ada resiko Post Power Syndrome yang terjadi pada setiap orang yang memegang kekuasaan. 

Post Power Syndrome sendiri bisa merupakan hasil dari keserakahan dan ketidakpuasan dalam memangku jabatan.

Sumber

1, 2, 3,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun