Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Latto-Latto dan Internet Gaming Disorder Bocil Epep

8 Januari 2023   20:19 Diperbarui: 9 Januari 2023   12:00 1563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara "Taktaktak" memecah ketentraman tidur di akhir pekan saya. Siang itu yang harusnya saya balas dendam tidur seharian jadi terganggu karena para bocil yang punya mainan baru.

Apakah tidak cukup suara dangdutan tetangga yang hajatan dan suara las tukang bangunan tetangga yang ingin renovasi rumah mengganggu tidur saya, mahasiswa jomblo yang malam minggu tetap ngerjain tugas ini?

Setelah saya cari tahu ternyata benda titisan setan yang telah mengganggu tidur saya inu bernama latto-latto, sebuah permainan dua bola yang diikat satu tali. 

Kabarnya latto-latto berasal dari Amerika Serikat dan terkenal pada akhir 1960 hingga 1970. Apakah mainan ini adalah sebuah kiasan dua kubu yang bebenturan pada masa perang dingin? Saya tidak tahu.

Mainan yang pernah dipakai menjadi senjata oleh Joseph Joestar dalam anime JoJo's Bizarre Adventure ini sebenarnya sangat gampang cara memainkannya yaitu dengan terus membenturkan dua bola tersebut dengan ayunan satu tangan. 

Semakin lama dua bola itu terus berbenturan dan semakin keras suara yang dihasilkan menjadi tujuan dari permainan ini dimainkan. 

Terkhusus bagi pemain laki-laki agar tidak terlalu dekat memainkannya di daerah pusar kebawah karena rawan dua bola ini bertemu dengan kembarannya.

Namun kembali lagi kepermasalahan kita yaitu bunyi yang kadang meresahkan gendang telinga. Sangking seringnya bunyi "taktaktak" membuat saya ingin membawa gunting untuk tiba-tiba menggunting putus tali latto-latto itu. 

Namun saya sepertinya mulai sedikit berdamai dengan kondisi ini mengingat dosen saya yang pernah mengatakan bahwa Internet Gaming Disorder telah masuk buku DSM V, buku acuan bagi beberapa ganggauan kejiwaan yang dipakai banyak ahli psikologi.

Lalu terbersit dalam pikiran saya hubungan antara latto-latto ini dengan para bocil epep.

Internet Gaming Disorder yang Sudah Merajalela

Menurut keterangan yang diberikan American Psychiatric Association (2013), gamer yang mengidap Internet Gaming Disorder memiliki perilaku bermain game yang bersifat kompulsif atau terus menerus berulang tanpa bisa mereka kendaliakan. 

Perilaku kompulsif ini membawa dampak buruk dengan mengesampingkan urusan-urusan yang normal dilakukan seperti belajar, bersosialisasi, dan bekerja.

Perilaku bermain game online secara kompulsif ini juga berdampak pada kondisi mental mereka seperti distress, jenis stres yang mengganggu penderitanya. 

Intinya orang yang mengidap Internet Gaming Disorder tidak bisa hidup normal seperti orang pada umumnya dan cenderung menarik diri dari sosial karena perilaku bermain game onlinenya yang sudah tidak wajar.

Perkembangan teknologi yang semakin pesat dan juga dua tahun pandemi membuat anak-anak jadi terpaku kepada gadgetnya masing-masing.

Keterpaksaan kondisi karena pemabatasan gerak dan sekolah yang dialihkan ke perangkat daring menjadikan game di android masing-masing anak menjadi kawan baru mereka, kawan yang nantinya membuat mereka menjadi budak gadget.

Dan salah satu jenis bocil yang meresahkan kita dan saya rasa cukup rawan terkena Internet Gaming Disorder adalah Bocil Epep.

Optimisme Latto-Latto Dapat Menjauhkan Bocil Epep dari Internet Gaming Disorder

Sujud
Sujud "Freestyle" bocil epep yang meresahkan. Sumber: computory.com
Jika kita melihat dari tingkah laku para anak-anak pemain game 8 bit tak berpintu ini seperti sujud freestyle kaki diatas saat shalat hingga topup jutaan memakai uang orang tuanya.

Maka perilaku sampingan yang merusak kehidupan yang normal bagi mereka atau orang disekitarnya membuat gejala Internet Gaming Disorder ini lebih kentara terlihat pada para bocil epep.

saya mulai optimis bahwa dengan adanya latto-latto bisa mengatasi sedikit ketergantungan para bocil epep terhadap gadget mereka. Latto-latto sebenarnya dapat melatih kelincahan motorik dan sensorik dilihat dari ketepatan tangan dan mata saat mengadu dua bola pendulum itu. 

Melihat para bocil bermain latto-latto bersama teman-temannya sudah menjadi tanda bahwa ketergantungan gadget dan dampak isolasi sosialnya dapat dikalahkan di dunia yang serba digital saat ini.

Dari segi materi mungkin kita lihat bahwa latto-latto tidak semahal smartphone atau bahkan iphone yang seharga ginjal bapak-ibu para bocil epep ini. 

Kebutuhan untuk listrik guna mengisi ulang gadget mereka juga mulai berkurang. Terlebih juga para orang tua harus berterima kasih kepada latto-latto karena keperluan anak untuk topup diamond dapat dikurangi. 

Latto-latto bisa dikatakan menyelamatkan bukan hanya anak-anak dari Internet Gaming Disorder tapi juga dompet para bapak diluar sana.

Jadi kita para orang yang dewasa harus merelakan sedikit ketidaknyamanan di telinga kita guna melihat tumbuh kembang para anak-anak dari Internet Gaming Disorder. 

Ternyata melihat sisi baik adanya latto-latto yang merusak tidur akhir pekan saya tidak terlalu mengganggu ketimbang generasi kita yang selanjutnya yang terkena dampak buruk gadget. Saya putuskan ambil earphone, nyalakan lagu, lalu tarik selimut, dan lanjut tidur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun