Demonstrasi merupakan salah satu contoh dari luasnya citra aktifitas mahasiswa ini. Namun ada yang terpenting dari dinamika emosi mahasiswa yaitu dorongan yang besar akan ekspresi.
Iya mungkin kita tahu bahwa setiap tahapan manusia juga punya dorongan untuk mengekspresikan dirinya namun berbeda dengan mahasiswa.Â
Perbedaannya terletak pada berbagai emosi dan dorongan yang hadir karena masa akan menjadi orang dewasa.Â
Lingkungan yang menuntut diri untuk menjadikan diri sebagai dewasa ini melahirkan banyak keresahan dan juga kecemasan dalam diri mahasiswa.
Dalam teori psikoanalisis dari Sigmund Freud khususnya tentang pertahanan diri (defense mechanism), ada sublimasi yang merupakan cara meredakan kecemasan itu dengan menyalurkannya menjadi berbagai perilaku yang positif. Demonstrasi bisa menjadi cara untuk mensublimasi kecemasan mahasiswa.
Lalu apakah setiap mahasiswa perlu turun ke jalan dan berdemonstrasi? Ya itu tergantung dari cara kita mensublimasikan kecemasan kita, jika dengan demonstrasi ekspresi kita terpenuhi dan kecemasan kita reda ya lakukan.Â
Kalau saya dengan menulis saja sudah mengekspresikan diri saya dan kecemasan saya sudah tentu reda.
Hal-hal yang Harus Diperhatikan
Namun demonstrasi bukan berarti mengekspresikan diri secara membabi buta. Ada beberapa hal yang tentunya tidak bisa kita lakukan dalam berdemonstrasi seperti perilaku anarkis yang sering kita lihat ada pada satu-dua mahasiswa demonstran, hal ini membuat makna demonstrasi menjadi buruk.
Anarkisme adalah perilaku yang kita tahu pasti melanggar hukum dan oleh karena itu tidak perlu ada pada setiap demonstrasi.Â
Tidak apa-apa jika kita memenuhi story medsos kita dengan ikut menjadi demonstran namun jangan sampai anarkis. Tidak perlu malu disebut mahasiswa yang haus validasi karena memang kita memerlukannya.