Perseteruan antara Gus Samsudin yang didukung para dukun melawan Pesulap Merah yang didukung para ahli agama dan juga para pakar sains nampaknya membuat para dukun menjadi bahan bully-an.Â
Hal ini dikarenakan mungkin para dukun ini juga sudah ketahuan trik dan tipuannya, dan juga karena blunder mereka melaporkan Pesulap Merah (yang padahal bisa mereka santet) ke polisi.
Menurut saya perseteruan tersebut sudah berakhir dan mengakibatkan kejatuhan para dukun gadungan itu diikuti bully-an netizen pada tokoh bersangkutan.Â
Kata-kata "Ho'oh Tenan" dari Gus Samsudin dan "Ente Kadang-Kadang" dari Habib Jindan menggema di sosial media sebagai simbol dari hinaan pada para dukun gadungan ini.
Dalam pikiran saya pribadi pasti kasus viral ini akan hilang tertelan waktu bersama nama Gus Samsudin dan Habib Jindan, namun saya tersentak ketika bersantai scroll Tiktok melihat Gus Samsudin berjualan kaos bertuliskan kata-kata ikoniknya "Ho'oh Tenan.Â
Belum saya terbebas dari kekagetan saya oleh Gus Samsudin, tiba-tiba saat scroll beberapa VT saya juga menemukan Habib Jindan sedang bernyanyi rap dengan beberapa kata ikoniknya.
Saya sempat bingung mengapa ada orang yang sangat tebal muka seperti mereka. Yah mungkin ini karena dilihat dari sudut pandang pribadi saya yang seorang pemalu tapi eksistensi dan keputusan mereka untuk tetap menjadi public figure sangat-sangat luarbiasa. Namun masih ada pertanyaan kenapa mereka seberani ini di kepala saya.
Hipotesis Narsistik Diawal Perseteruan Mereka
Saya menduga di awal perseteruan antara Gus Samsudin Vs Pesulap Merah yang ikut menyeret dunia perdukunan melawan dunia rasional, Gus Samsudin dan Habib Jindan pasti punya masalah narsistik yang membuat mereka enggan untuk "mengakui" kekalahan mereka.Â
Mereka merasa diri mereka punya keistimewaan walaupun keistimewaan itu bohongan dan anggapan diri mereka sendiri.
Narsistik atau narsisme sendiri merupakan sebuah kondisi di mana orang merasa dirinya istimewa dan penting diantara orang lain dan juga apa-apa saja yang dipercayainya (dalam masalah ini perdukunan) merupakan sebuah hal yang tidak bisa diganggu gugat.Â
Narsisme para dukun ini pada hal-hal mistis membuat mereka sulit untuk menerima kenyataan objektif.
Kita bisa lihat bagaimana mereka secara mati-matian menutupi kebohongan mereka dan secara jelas menghindari pembuktian-pembuktian rasional.Â
Mereka takut akan kebesaran yang mereka punya hilang, walaupun ya jelas kita lihat mereka tidak punya kebesaran apa-apa lagi. Para dukun narsisme ini menggabungkan diri sehingga terjadilah sebuah fanatisme, fanatik kepada dunia klenik.
Muka Tebal Demi Manfaatkan Engagement
Namun saat mereka memang tidak bisa menang sama sekali walaupun sudah berkunjung ke berbagai podcast sembari memberikan statment dan pembuktian (yang sering kali gagal), akhirnya mereka sedikit mangkir dari perilaku awalnya kepada sebuah perilaku baru, bertebal muka.
Hal ini mungkin disebabkan engagement yang naik karena perseteruan ini mengangkat branding mereka secara luas, walau tidak positif. Kata-kata yang sering mereka katakan itulah yang memperkuat branding mereka.Â
Saya sendiri dengan teman-teman sering mengatakan "Ho'oh tenan" atau "Ente kadang-kadang" sebagai guyonan.
Dan karena dukungan pada perdukunan palsu ini banyak ditentang akhirnya penghasilan mereka dari awal hilang dari situ dan ya tidak ada cara lain selain memanfaatkan engagement tadi.Â
Cara-cara yang tidak lagi mengandung hal-hal perdukunan namun kepada intervensi dunia hiburan dan juga marketing.
Lalu dapatlah kita lihat Gus Samsudin yang live di Tiktok menjual Clothingan-nya yaitu kaos bertuliskan kata ikoniknya dan juga gambar dirinya, dan tak lagi bersama keris petirnya dulu.
Sedangkan Habib Jindan bersama Denise Chariesta akhirnya membuat lagu rap dengan judul Istilah Kata, kali ini pengacaranya kemarin tidak diajak.
Simpulan
Sebenarnya hal ini bukan merupakan hal baru dimana seseorang memanfaatkan engagement-nya yang sedang naik walaupun bukan suatu hal yang positif.Â
Entertainment di Indonesia tidak peduli dengan nilai baik atau buruk dari masyarakat, jika ada engagement yang sedang naik memang tepat untuk mengambil keuntungan.
Keterkenalan adalah acara seseorang bisa mencari makan di dunia hiburan Indonesia terlepas dari negatif atau positif namanya naik. Stasiun televisi, kanal-kanal Youtube, dan media lainnya berbondong-bondong mendatangi mereka yang bersiteru untuk ikut merasakan manisnya engagement.
Walaupun begitu saya salut dan mendukung Gus Samsudin dan Habib Jindan yang telah mengambil jalan baru untuk mencari nafkah dan meninggalkan caranya dahulu.Â
Semoga mereka dapat sukses di dunia entertaint dan tidak lagi menggembar-gemborkan perdukunanan yang telah ditolak masyarakat saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H