Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saat Gus Samsudin Berjualan Kaos dan Habib Jindan Rilis Lagu Rap, Tebal Muka demi Manfaatkan Engagement

1 September 2022   21:31 Diperbarui: 1 September 2022   21:54 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gus Samsudin yang berjualan kaos di Tiktok dan Habib Jindan yang rilis lagu rap. Sumber: tangkapan layar dari Tiktok dan Youtube 


Narsistik atau narsisme sendiri merupakan sebuah kondisi di mana orang merasa dirinya istimewa dan penting diantara orang lain dan juga apa-apa saja yang dipercayainya (dalam masalah ini perdukunan) merupakan sebuah hal yang tidak bisa diganggu gugat. 

Narsisme para dukun ini pada hal-hal mistis membuat mereka sulit untuk menerima kenyataan objektif.


Kita bisa lihat bagaimana mereka secara mati-matian menutupi kebohongan mereka dan secara jelas menghindari pembuktian-pembuktian rasional. 

Mereka takut akan kebesaran yang mereka punya hilang, walaupun ya jelas kita lihat mereka tidak punya kebesaran apa-apa lagi. Para dukun narsisme ini menggabungkan diri sehingga terjadilah sebuah fanatisme, fanatik kepada dunia klenik.


Muka Tebal Demi Manfaatkan Engagement



Namun saat mereka memang tidak bisa menang sama sekali walaupun sudah berkunjung ke berbagai podcast sembari memberikan statment dan pembuktian (yang sering kali gagal), akhirnya mereka sedikit mangkir dari perilaku awalnya kepada sebuah perilaku baru, bertebal muka.


Hal ini mungkin disebabkan engagement yang naik karena perseteruan ini mengangkat branding mereka secara luas, walau tidak positif. Kata-kata yang sering mereka katakan itulah yang memperkuat branding mereka. 

Saya sendiri dengan teman-teman sering mengatakan "Ho'oh tenan" atau "Ente kadang-kadang" sebagai guyonan.


Dan karena dukungan pada perdukunan palsu ini banyak ditentang akhirnya penghasilan mereka dari awal hilang dari situ dan ya tidak ada cara lain selain memanfaatkan engagement tadi. 

Cara-cara yang tidak lagi mengandung hal-hal perdukunan namun kepada intervensi dunia hiburan dan juga marketing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun