Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Analisis Surah Al-Kahfi oleh Carl Gustav Jung

23 Agustus 2022   17:03 Diperbarui: 23 Agustus 2022   17:06 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: pexels.com


Akhir-akhir ini saya sedang menggandrungi tulisan-tulisan dari Carl Gustav Jung, seorang psikolog bermazhab psikoanalisa yang terkenal akan teori arketipenya itu. 

Buku-buku karyanya seperti Psikologi dan Agama, Empat Arketipe, dan Diri yang Tak Ditemukan sedang sibuk saya baca.


Dan saat saya membaca bukunya yang berjudul Empat Arketipe, saya agak kaget tentang analisisnya dari Al-Qur'an Surat 17 yakni surah Al-Kahfi. Lebih mengejutkan lagi bahwa beliau menuliskannya dalam satu subbab tersendiri dari banyak analisisnya di buku tersebut.


Memang tidak terlalu mengejutkan jika kita tahu bahwa sebenarnya Jung juga banyak mengambil simbolisasi banyak agama guna mendukung konsep Arketipe-nya, namun sampai membahas suatu analisa dari agama tertentu dalam satu subbab sangat mengejutkan menurut saya. 

Entah ini mungkin karena saya overproud kepada agama sendiri atau memang hal ini benar-benar unik dan harus diulik.

Analisis Jung tentang surah Al-Kahfi sebenarnya berkaitan dengan salah satu konsep Arketipe-nya tentang kelahiran kembali dimana ketidaksadaran yang berisi segala macam nilai-nilai spiritual terkoneksi dengan kesadaran sehingga merubah kepribadiannya dan membuat individu tersebut menjadi "terlahir kembali" secara psikis dan spiritual. 

Ada tiga kisah yang dianalisis Jung dalam surah Al-Kahfi ini yakni 7 pemuda Ashabul Kahfi, perjalanan Nabi Musa A.S. dengan Nabi Khidir A.S.. dan pembentengan Yakjuj dan Makjuj oleh Zulkarnain.


Tujuh Pemuda Ashabul Kahfi

Dalam surah Al-Kahfi memang paling identik dengan para pemuda Ashabul Kahfi yang tidur di dalam goa karena dikejar raja yang lalim dan kafir. 

Setelah mereka bangun ternyata waktu sudah berlalu selama 309 tahun dan raja yang lama telah digantikan oleh raja yang shalih. Oleh karena itu surah ini diberi nama Al-Kahfi yang artinya goa, merujuk pada tempat para pemuda ini bersembunyi dan tidur.

Goa ini menurut analisis Jung merupakan simbolisasi tempat terdalam bagi kita untuk diperbarui dan terlahir kembali. Sedangkan tidur sendiri merupakan simbol dari masuknya kita dalam alam ketidaksadaran dan interaksinya yang dapat merubah kepribadian. 

Sedangkan waktu yang berlalu sangat panjang merupakan tanda keabadian spiritual dimana individu yang bertransformasi ini memiliki umur panjang.

Carl Gustav Jung (1875-1961). Sumber: aghatanadira.blogspot.com
Carl Gustav Jung (1875-1961). Sumber: aghatanadira.blogspot.com


Jung memang sering memakai simbolisasi dari berbagai kebudayaan dan kepercayaan untuk menjelaskan konsep Arketipe-nya. 

Dalam kaitannya tentang transformasi atau kelahiran kembali ini kita dapat temukan gambarannya secara jelas dari analisisnya mengenai surah Al-Kahfi.


Perjalanan Nabi Musa A.S dan Nabi Khidir A.S.

Selanjutnya Jung menjelaskan analisisnya mengenai kisah perjalanan Nabi Musa dan pembantunya guna menemui Nabi Khidir untuk belajar dengannya. 

Kisah dimulai saat pembantu Nabi Musa yaitu Yusya bin Nun tak sengaja melepaskan ikan yang ditangkapnya untuk bekal diperjalanan ke sebuah tempat pertemuan dua laut. 

Dan saat Nabi Musa menayakan ikan tersebut pembantunya lupa mengingatkannya dan Nabi Musa ingat bahwa tempat itulah yang dia cari.
Lalu saat tiba di tempat pertemuan dua laut itu mereka bertemu dengan Nabi Khidir dan akhirnya Nabi Musa menyampaikan maksudnya untuk berguru dengannya. 

Nabi Khidir berkata bahwa Nabi Musa tidak akan tahan bersamanya. Namun Nabi Musa menyanggupinya dan tidak akan protes apapun perbuatan Nabi Khidir.
Dalam perjalanan mereka, Nabi Khidir meminjam perahu dari nelayan miskin untuk mereka naiki dan di tengah laut Nabi Khidir melubangi perahu tersebut dan saat sampai di daratan kapal itu tenggelam. 

Nabi Musa protes akan hal itu tapi Nabi Khidir telah mengingatkannya dari awal agar jangan protes jika dia ingin mengikutinya. Akhirnya Nabi Musa minta maaf dan melanjutkan perjalanan dengan Nabi Khidir.

Lalu di tengah perjalanan Nabi Khidir membunuh seorang anak dan hal ini membuat Nabi Musa protes kembali karena membunuh jiwa yang tidak berdosa yakni anak kecil. 

Nabi Khidir memperingatkan lagi jika ingin tetap mengikutinya dia tidak boleh protes. Nabi Musa sadar akan hal itu dan minta maaf seraya mohon ingin terus mengikutinya.

Di suatu perjalanan mereka sampai ke para penduduk desa yang amat pelit sekali dan tidak mau menerima mereka bertamu. Lalu di suatu tempat di desa itu Nabi Khidir memperbaiki rumah yang hampir roboh dan Nabi Musa bertanya kepadanya mengapa Nabi Khidir memperbaiki rumah yang penduduk-penduduknya pelit dan tidak ramah ini.

Mendengar protes dari Nabi Musa akhirnya beliau merasa harus menghentikan perjalanan mereka bersama dan menjelaskan maksud dari perbuatan-perbuatanya ini. 

Nabi Khidir melubangi perahu itu karena tahu di daratan tempat mereka singgah ada raja yang lalim dan suka merampas perahu dan harta orang yang singgah di pulau itu.

Sedangkan beliau membunuh anak itu karena tahu nanti pemuda itu akan menjadi kafir dan durhaka kepada kedua orang tuanya yang shalih.

Sedangkan maksud beliau memperbaiki rumah yang hampir roboh di desa yang pelit dan tidak ramah itu karena beliau tahu bahwa rumah itu milik anak yatim-piatu yang orang tuanya adalah orang yang shalih di desa itu dan meninggalkan harta warisan mereka di bawah rumah yang hampir roboh itu.

Sangat banyak simbolisasi pada cerita ini yang dianalisis oleh Jung seperti lepasnya ikan merupakan gejala disosiasi dari kesadaran. Pertemuan dua laut merupakan pertemuan antara kesadaran dan ketidaksadaran. 

Laut yang menandakan air merupakan simbolisasi kehidupan. Dan Nabi Musa yang kembali mencari ikan ke tempat pertemuan dua laut itu merupakan simbolisasi kehidupan yang kembali lagi.


Nabi Khidir digambarkan sebagai penasihat, manusa yang abadi, citra Tuhan, dan yang terus menerus memperbaharui diri. 

Nabi Musa adalah simbolisasi dari kesadaran atau ego yang mengetahui bahwa terdapat ketidaksadaran yang lebih superior untuk membimbing yakni Nabi Khidir.

Nabi Musa sebagai ego yang berpikir logis akhirnya tidak bisa menjawab bagaimana ketidaksadaran spiritual yakni Nabi Khidir mengetahui semua yang ada dan melambangkan sifat Maha Tahu Tuhan. 

Dalam mistisme islam, Nabi Khidir memang dianggap sebagai guru kebijaksanaan yang rahasia dan menurut Jung Nabi Khidir ada di Arketipe kelahiran kembali sebagai teman dan penasihat.


 Zulkarnain  yang Memenjarakan Yakjuj dan Makjuj

Kisah terakhir yang dianalisis oleh Jung dalam Surah Al-Kahfi dimana diceritakan Zulkarnain sang peguasa yang shalih berjalan ke arah matahari terbenam dan menemukan suatu kaum yang tidak beragama. 

Setelah membuat mereka beriman Zulkarnain melanjutkan perjalanan ke sebuah tempat diantara dua gunung.

Kaum yang ada di sana lalu meminta Zulkarnain dan pasukannya untuk membangun dinding yang memisahkan mereka dengan kaum yang kejam yakni Yakjuj dan Makjuj. 

Zulkarnain lalu membangun dinding itu dengan lelehan besi agar kokoh dan Yakjuj dan Makjuj tidak akan bisa menaikinya sampai hari kiamat tiba atas Kehendak Allah SWT.

Simbolisasi dari Jung mengenai kisah Zulkarnain banyak mengenai transformasi atau kelahiran kembali seperti Zulkarnain yang berjalan ke arah matahari terbenam diartikan sebagai perjalanan pembaruan atau kelahiran kembali. 

Sedangkan mengapa kisah Nabi Musa diganti tiba-tiba oleh cerita Zulkarnain secara psikologis agar tidak terjadi individuasi terhadap ego-kesadaran yang menyebabkan keangkuhan diri dan gila.

Tempat yang dilindungi oleh dinding diantara dua gunung itu adalah penempatan diri dimana harus dilindungi dari kekuatan dengki, perselisihan iri hati, dan individuasi dari kekuatan kolektif ketidaksadaran. 

Runtuhnya dinding tersebut oleh kiamat merupakan tanda kesadaran kembali ke ketidaksadaran penuh yang berarti kematian.


Kesimpulan

Analisis Jung mengenai Surah Al-Kahfi memang hanya dilihat dari konsep teorinya tentang salah satu Arketipe-nya yakni kelahiran kembali sehingga terkadang banyak pemaknaan yang kurang selaras dengan tafsir Al-Qur'an banyak kalangan. 

Hal ini juga dikarenakan pendekatannya yang bercirikan psikologis spiritual dan bukannya agama dan ritus yang konkrit.

Namun konsep kelahiran kembali yang digagas olehnya menjelaskan banyak fenomena spiritual secara psikologis terjadi dan ditandai dengan banyaknya simbolisasi pada banyak kepercayaan dan kebudayaan.


Sumber
Jung, C. G. (2020). Empat Arketipe. Yogyakarta: IRCiSoD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun