Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Psikologi Behaviorisme, Terkait Masyarakat Sibernetik dan Kapitalisme

23 Juni 2022   20:52 Diperbarui: 6 Juli 2022   11:45 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perilaku manusia. (sumber: freepik.com/vectorjuice via kompas.com)

Dunia psikologi memang tidak lepas dari dualisme faktor yang mempengaruhi perilaku, bawaan (nature) atau lingkungan (nurture) jadi perdebatan yang tidak ada habisnya. 

Dua faktor tersebut juga mengilhami banyak mazhab psikologi seperti Behaviorisme yang mendasari teorinya dengan lingkungan. Setiap perilaku dapat dikendalikan asal lingkungan yang memberikan stimulus dapat dikendalikan.

Dua konsep behaviorisme yang banyak digunakan yakni classical conditioning dari J.B. Watson dan operant conditioning menurut B.F. Skinner mempengaruhi sebagian besar keilmuan psikologi khususnya di Amerika Serikat. 

Siapapun yang berhubungan dengan dunia psikologi pasti setuju dengan aliran behaviorisme karena pendekatannya yang lebih empiris dan mudah dipahami. 

Aliran-aliran lain seperti psikoanalisis atau humanis tampaknya kurang dalam pembuktian ilmiah dan juga masih dibayang-bayangi oleh pendekatan filsafat.

Sebenarnya konsep dari teori behaviorisme sangatlah sederhana, yakni dengan adanya stimulus dari lingkungan akan dihasilkan respons dari individu. Hukumnya pasti jika ada perilaku maka perilaku tersebut berasal dari stimulus dari luar. 

Tidak ada suatu penyelewengan akan hal tersebut dan itu sudah dianggap hukum pakem atas perilaku. Melalui hal tersebutlah timbul optimisme bahwa segala perilaku dapat dikontrol asal dapat memodifikasi stimulus atau lingkungan.

B.F. Skinner dan Neobehaviorisme-nya

Dalam sejarah perkembangan behaviorisme, kita tidak bisa melupakan sosok B.F. Skinner yang memperbarui konsep dari behaviorisme dari pengkondisian klasik (classical conditioning) yang terpaku pada rekayasa perilaku yang tidak terkondisikan kepada sebuah konsep baru yakni pengkondisian operan-nya (operant conditioning) yang dinilai lebih menitikberatkan pada unsur kognitif manusia.

Dalam pengondisian operannya dapat kita temui bahwa pelestarian dari perilaku tergantung pada pengambilan makna dari si subjek, jika dirasa itu buruk dan menyakitkan maka akan selalu dihindari dan jika dirasa baik dan menyenangkan akan terus diulang. 

Melalui konsepnya ini membuat para ilmuan yang ragu karena aspek kognitif manusia yang dapat "memilih" bisa dijelaskan.

Namun sangat disayangkan bahwa semua itu masih dikatakan kurang memjelaskan secara memuaskan manusia dengan segala kehebatannya jika perilakunya tidak dapat diinisiasikan dari dalam dirinya. 

Ilustrasi. Sumber: pixabay.com
Ilustrasi. Sumber: pixabay.com

Walaupun begitu bukan berarti semua konsep behaviorisme ini salah kaprah namun terasa sedikit kurang bernafaskan kebebasan dalam teorinya.

Sanggahan dari Erich Fromm atas Behaviorisme yang berujung pada masyarakat sibernetik dan kapitalisme

Erich Fromm sebagai seorang psikoanalisis menyanggah teori behaviorisme dari Skinner. Dalam buku Akar Kekerasan (1973), Fromm merasa bahwa konsep behaviorisme hanya sebuah bukti dari prosedur laboratorium yang subjeknya berasal dari dunia sosial. 

Seperti kita ketahui bahwa banyak para pendukung behaviorisme yang melakukan uji coba perilaku menggunakan subjek hewan dengan asumsi bahwa perilaku hewan sama dengan manusia dan begitu juga asal muasalnya.

Subjek seperti tikus yang dibawa ke laboratorium dan menerapkan beberapa posedur ilmiah tanpa harus mempertimbangkan bahwa interaksi sosial sangat berbeda jauh dengan penelitian yang ada di laboratorium terlebih memakai hewan sebagai subjeknya. 

Memang secara saintifik dapat dipercayai bukti empiriknya, namun secara realitas dimana berbagai interaksi sosial berkombinasi dan bersebrangan dalam membentuk perilaku amat sangat susah diterapkan.

Jikalau perilaku memang dapat dikontrol dengan modifikasi lingkungan tersebut maka yang akan terjadi adalah terbentuknya masyarakat sibernetik yang mengandalkan ke praktisan dan juga minim kebebasan. 

Kita tahu bahwa setiap manusia tidak pernah bebas sepenuhnya namun dengan modifikasi ini seolah mengkerdilkan hasrat manusia sendiri dalam berkembang menjadi lebih baik.

Homo Machina atau manusia mesin merupakan ungkapan yang banyak dikaitkan pada pandangan behaviorisme.

Masyarakat sibernetik yang mungkin sedang kita alami menuntut kita berperilaku dengan sesuai pasar dan juga pengumpulan keuntungan. 

Sehingga, dalam kaitannya dengan meluasnya sistem permesinan yang menguntungkan ini juga meningkatkan perkembangan kapitalisme walaupun juga dibarengi dengan melesatnya teknologi karena dibangun dari prinsip saintifik.

Peran sains memang tidak lepas dari adanya kebutuhan kapitalisme yang berprinsip pada pengambilan keuntungan. 

Bayangkan bagaimana keuntungannya jika semua orang dapat dimodifikasikan sehingga perilakunya cocok dengan pasar atau dapat mentaati berbagai aturan produksi, sangat fantastis keuntungannya jika ada yang berniat demikian.

Pengondisian perilaku kita dengan pengambilan keuntungan sebesar-besarnya dapat kita lihat dari ketergantungan kita terhadap gadget, kendaraan, dan lainnya yang bahkan orang yang tidak perlupun jadi terpaksa membelinya.

Masyarakat kita juga sangat gandrung dengan kepraktisan teknologi hingga terkadang lupa esensi dari hidup ini dan terpaku pada pengkondisian terhadap perilaku yang konsumtif.

Masyarakat kita terkagum-kagum akan kecanggihan robot yang menyerupai perilaku manusia sampai mereka lupa bahwa sebenarnya mereka sendiri yang mendekati perilaku robot dan bukannya robot yang mendekati perilaku manusia.

Simpulan

Jika melihat dari keobjektifan konsep behaviorisme memang dapat kita temukan sebuah konsep yang tidak diragukan lagi kebenarannya namun ada yang terlupakan jika kita melihat bahwa segala sesuatu dapat dilihat dari stimulus lingkungan. 

Kekurangan itu ada pada filosofi dari perkembangan manusia itu sendiri yang harusnya ada "hasrat" dari dalam guna menyeimbangkan keduanya.

Antara motivasi dari luar (nurture) dan juga dari dalam (nature) haruslah memiliki keseimbangan. 

Teori belajar kognitif dari Albert Bandura, teori humanisme Abraham Maslow, dan juga teori Locus of Control dari Julian Rotter mungkin dapat menengahi perdebatan antara Nature versus Nurture ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun