Hal tersebut dapat dilihat dari ikatan pribadi atau persahabatan individu yang hanya didapati pada kawanan binatang dengan dorongan agresi intraspesifiknya yang kuat.
Jadi kesimpulannya saat kita melepaskan agresi kita (dalam hal ini rasa benci) satu sama lain maka akan muncul ikatan yang membuat kita merasakan cinta. Lorenz dengan itu membuat penegasan kembali bahwa rasa benci merupakan syarat bagi keberadaan cinta.Â
Seseorang bisa sangat membenci bila telah sangat mencintai, sekalipun ia menginkari rasa cinta itu.
Dari pertanyaan tersebut mungkin kelihatan masuk akal dimana banyak pasangan bisa saling membenci satu sama lain jika salah satu pasangannya selingkuh, bahkan tak jarang juga terbit kasus kriminal dimana seorang istri membunuh suaminya yang selingkuh padahal kita tahu bahwa saat menikah keduanya bisa sangan cinta satu sama lain.
Contoh sebaliknya mungkin bisa kita lihat dalam kasus penculikan yang berujung pada Stockholm Syndrome. Pastilah kita tahu bahwa korban penculikan atau penyanderaan pada awalnya merasa benci pada penyandera namun bisa sangat mengherankan mengapa mereka bisa merasakan simpati dan bahkan menyayangi penyandera.
Gagasan dari Lorenz ini menjadikan cinta dan benci ini menjadi dua sisi yang saling berkaitan. Seolah-olah dalam dua sisi koin yang sewaktu-waktu dapat berubah. Jika ada cinta maka pasti ada benci, sebuah kata-kata yang sangat indah didengar.Â
Tak jarang banyak FTV yang sering kali mengambil premis ini dalam cerita mereka dimana si laki-laki atau perempuan dipertemukan oleh sebuah konflik agresi dan lalu berakhir pada sebuah cinta, klasik memang.
Penolakan dari Erich Fromm
Gagasan dari Konrad Lorenz tidak menjadikan sebuah fakta yang menggambarkan tentang keterkaitan antara benci dan cinta. Dalam buku Akar Kekerasan karya Erich Fromm (1973), si filosuf sosial ini menolak gagasan Lorenz tentang benci adalah syarat dari cinta.Â
Fromm beranggapan bahwa bukan rasa cintalah yang mengalami perubahan menjadi benci namun karena perasaan narsistik seseorang yang dimabuk cinta.
Perasaan narsistik yang dimabuk cinta ini bukan sebuah cinta namun perasaan bahwa seseorang itu menganggap dirinya spesial menurut pasangannya ini dan harus mendapat rasa perhatian yang cukup dari pasangannya ini. Yang pada akhirnya jika kebutuhan perhatian ini dilanggar entah karena peselingkuhan atau apapun, membuat rasa benci timbul.