Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tina dan Teman Masa Kecilnya

23 Maret 2022   07:52 Diperbarui: 23 Maret 2022   07:54 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: pixabay.com 

Anak-anak dan dunianya adalah fanatasi yang mengagumkan. Kala dunia tidak serumit yang mereka kira dan juga tidak harus diterpa tuntutan ini dan itu. 

Setiap hari mereka awali dengan segala penasaran akan petualangan yang akan mereka temui kala hari menjelang. Enerjik, berlari kesana dan kemari tanpa lelah lalu kembali ke rumah dengan peluh keringat sembari minum segelas air.


Kala itu saat taman dipenuhi anak-anak yang bermain dengan gelak tawa dan suka-ria,Tina duduk termenung dibawah sebuah pohon. 

Sinar mentari menerobos masuk lewat sela-sela dedaunan yang jatuh menimpa rambut poni miliknya. Gadis itu menghela napas panjang disertai sebuah rasa kesedihan.


Dia yang sudah memasuki awal masa kedewasaan ini kembali bernostalgia masa kecilnya yang suka bermain di taman tersebut. 

Walau dahulu jungkat-jungkit dan ayunan besi belum ada, dengan peralatan seadanya dia dapat bermain puas. Bergelak tawa dan juga kembali pulang tanpa membawa beban berat dikepalanya.


Waktu itu dia memiliki teman yang selalu bermain bersamannya dan dia tidak pernah melupakan wajahnya, wajah seorang anak yang penuh tawa dan tergambar sifat polos dimatanya.

 Dahulu dialah teman terdekatnya yang menemani ia kala mencari kumbang atau kupu-kupu, mengajaknya bermain lompat tali, atau hanya berlari kejar-kejaran tak tentu arah.


Namun sayangnya Tina lupa akan namanya. Mungkin karena dahulu dia tidak peduli dengan siapa nama orang yang diajak bermain atau karena dia saat ini sudah lupa karena dewasa.

 Yang dia ingat bahwa teman masa kecilnya itu hilang tiba-tiba kala Tina beranjak remaja dan jarang bermain disana.


Tina berpikir mungkin dia sudah dewasa seperti dirinya kala sekarang. Waktu memang bergulir cepat dan dia sudah bukan seorang anak kecil lagi.

 Sembari bernostalgia dan mengenang masa kecilnya, Tina menikmati hembusan angin ditaman yang buat ia tenang lalu tak terasa membuat dirinya tertidur.


Dalam mimpinya ia ternyata kembali ke masa kanak-kanak dahulu. Dengan bertubuh seorang anak berusia 6 tahun dia berdiri dari bawah pohon tempat dia menikmati hembusan angin.

 Berkelilinglah dia ke taman yang dulu sangat ia kenali itu. Tiba-tiba ada seseorang yang mengagetkannya dari belakang.


"Dorr!..".


Tina menoleh dari belakang dan itu adalah teman masa kecilnya dulu yang tidak bertambah usianya.


"Eh, Kamu?" jawab Tina yang lupa nama temannya itu dan hanya menjawab itu.


"Yuk kita main Tina, kamu kenapa jarang main lagi Tina?", kata teman Tina sambil menarik tangan Tina untuk ikut bersamanya.


Disana mereka bermain selayaknya anak-anak lainnya. Bermain kejar-kejaran, lompat tali, dan juga mencari kupu-kupu. 

Tina sangat menikmati permainan dan kebersamaan dengan teman masa kecilnya itu. Sesuatu yang sudah lama dia tidak nikmati selama dia dewasa. Tidak pernah dia sebahagia ini waktu dewasa.


Hingga Tina akhirnya tahu bahwa dirinya telah dewasa dan saat bermain rumah-rumahan dengan teman masa kecilnya itu, dia beranikan dirinya menanyakan siapa sebenarnya teman masa kecilnya.


"siapa nama kamu?" tanya Tina kepada teman masa kecilnya itu.


"Siapa aja boleh, hahaha", jawab teman Tina bercanda dengan kepolosan seorang anak kecil.


"Kamu gak bertambah tua, apa kamu hantu, dedemit, atau sejenisnya?", Tina bertanya lagi.


"Hahaha, aku memang tidak terlihat tapi jelas aku bukan yang kamu sangka itu Tina. Aku pastikan aku bukan tuyul atau sejenisnya hahaha", jawab teman masa kecilnya itu.


"Lalu siapa kamu? Kenapa aku tidak pernah tahu siapa namamu?", Tina bertanya semakin penasaran.


Lalu dengan tatapan dalam teman masa kecilnya menjawab.


"Aku adalah nuranimu kala kanak-kanak yang melihat dunia ini penuh kecerian dan kebahagiaan, pandangan yang tidak berubah menjadi suram dan dingin karena perlakuan buruk satu-dua orang dan selalu memandang dunia penuh warna dengan perasaan baik tanpa batas".


"Bukankah itu yang disebut kepolosan?, saat dewasa kita tidak mungkin membawa kepolosan ikut serta jika ingin bertahan didunia dewasa yang keras", tanya Tina kepada temannya.


"Ya itu yang dikatakan oleh mereka yang dewasa. Pada akhirnya mereka membuat dunia yang mereka pandang menjadi tempat keluarnya si nasib buruk. Buat mereka terkurung dalam dunia keras yang mereka sendiri buat."

"Pada dasarnya mereka tidak tahu bahwa dari merekalah perasaan suram itu muncul", jawab teman Tina.


Tina terdiam dan temannya itu melanjutkan mendeskripsikan dirinya.


"Aku juga lah impian dan cita-citamu kala masih menerka dunia dewasa. Cita-cita yang disampaikan penuh semangat dan juga penuh pengharapan. Impian yang tidak hilang walau diterpa realita seburuk dan sekejam apa pun."

 "Ingat saat kau belajar bermain tali lalu terjatuh dan kau tidak menyerah karena luka yang ada di lututmu dan belajar lagi hingga berhasil, seperti itulah jiwa anak-anak yang kau sangka polos itu".kata-kata temannya Tina membuat ia terdiam dalam pikirannya.


"Beberapa orang membawaku ikut serta dalam masa dewasanya dan yang lainnya meninggalkanku entah mengapa."

 "Mereka yang membawaku ikut serta selalu kutemani bermain dan bersenda gurau walau mereka menghadapi getirnya hidup."

 "Aku bukan sifat kekanak-kanakan yang lupa tanggung jawab, tapi aku nurani utuh seorang anak yang memandang dunia penuh tantangan dan warna".


"Apa kau ingin ikut beramaku menapaki masa dewasa yang sulit ini?". Tanya Tina pada temannya itu.


Temannya itu pun tersenyum dan akhirnya Tina terbangun dari tidurnya dibawah pohon dekat taman.    


*****

Rahmad Alam, 23 Maret 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun