Tak terasa waktu begitu cepat hingga sedikit lagi Ramadan akan kembali bertamu kembali setelah hampir setahun pergi. Tak terasa pula sudah hampir tiga kali puasa kita berada di masa pandemi ini dan pastinya ada beberapa momen yang hilang saat sebelum pandemi seperti kebiasaan ngabuburit yang harus terhalang PPKM.
Namun pastilah pandemi kelak akan usai dan kita akan merasakan kembali beberapa tradisi atau kebiasaan yang terhalang pandemi.Â
Namun ada beberapa momen dahulu yang mungkin tidak bisa kembali lagi saat Ramadan karena seiring bertambah usianya saya yang kini sudah masuk dunia perkuliahan.
Momen yang sudah tidak ada itu membuat saya bernostalgia masa-masa kecil saya itu dimana saya masih hidup menikmati dunia tanpa harus mengenal beban hidup seiring bertambahnya usia.Â
Yah memang setiap masa walaupun kanak-kanak juga memiliki masalah dan beban dihidupnya namun kala itu entah mengapa kita masih bisa menikmati hidup.
Seketika terngiang-ngiang lirik lagu Takut dari Idgitaf yang berbunyi " Aku Takut Tambah Dewasaa...Takut Aku Kecewa... ".
Oleh karena itu mari kita ingat-ingat lagi kebiasaan kita saat kita masih kecil dulu. Berikut beberapa momen yang buat saya dan mungkin kalian tak terlupakan dahulu.
Kolektor Tanda Tangan Imam
Momen Ramadan buat dunia pendidikan tidak lengah memberi tugas bagi kami, apalagi jika kita bersekolah di Madrasah atau ikut TPA. Berburu tanda Imam Tarawih hingga guru ngaji setempat membuat kita tidak lupa akan momen Ramadan.
 Beberapa dari kita juga pasti masuk pesantren kilat demi memperkokoh iman kala Ramadan.
Walau begitu, tak jarang kita kadang berbuat tindakan tak terpuji kala masa-masa tersebut.
 Kadang karena kita malas menunggu sholat Tarawih yang rakaatnya banyak, apalagi imamnya tidak bisa diajak kompromi hingga sering baca surat panjang sehingga kerap kali kita main petasan dan memalsukan tanda tangannya hehehe.
Setelah saya bertambah dewasa akhirnya saya tahu bahwa bukan kolom yang terisi penuh tanda tangan yang dinilai bagus namun nilai kejujuran yang tertanam kala bulan Ramanadan-lah yang dinilai.
Tanda tangan ini memang tidak pernah dicek oleh guru kita namun pasti para malaikat yang akan mengecek dan akhirnya Allah SWT nanti yang membalas dengan menurunkan kualitas diri kita saat dewasa nantinya.Â
Karena pasti perbuatan kita saat kecil akan terbawa sampai dewasa dan tidak ada yang suka orang yang sering berbohong.
Puasa Tengah Hari dan Sembunyi-Sembunyi Batalkan Puasa
Belajar puasa tidak harus langsung berpuasa satu hari penuh, ada beberapa anak termasuk saya dahulu yang sedikit demi sedikit belajar puasa hingga genap satu hari. Puasa bedug atau puasa setengah hari kadang menjadi solusi bagi anak-anak yang ingin belajar puasa.Â
Puasa setengah hari ini dilakukan seperti puasa pada umumnya hanya saja saat tengah hari atau bedug, anak diperbolehkan makan siang mengganjal perut.
Kadang ada beberapa teman saya dahulu yang pintar sudah berpuasa penuh satu hari tapi juga ada yang masih malas dan kadang juga sembunyi-sembunyi makan atau minum seperti saya waktu kecil.Â
Yah memang kala itu saya tidak terlalu peduli bahwa puasa membutuhkan banyak energi dan saya hanya ingin bermain dengan lari kesana-sini bersama teman-teman.
Walhasil saya kehausan walaupun saya tahu sedang berpuasa, lalu saya mendekatkan diri ke kulkas sembari mendinginkan badan. Segelas air saya pikir tidak membatalkan puasa saat itu toh saya juga masih belajar hehehe.
Namun jika kalian tertangkap basah minum atau makan kala puasa, maka cara satu-satunya adalah berpura-puralah kalian lupa itu bulan Ramadan, anggap sudah lebaran.
Mungkin salah satu momen epik yang dulu saya tunggu-tunggu dengan teman-teman saat puasa adalah ini. Ya perang sarung adalah kenangan paling keren bagi anak laki-laki saat bulan Ramadan, memang terkesan sedikit anarkis tapi aslinya kami melakukan hal ini hanya kepada teman-teman sepergaulan kami saja kok.
Saling sabet dengan menggulung sarung dan berkejar-kejaran jadi momen paling memicu adrenalin kala bulan Ramadan.Â
Setiap anak laki-laki yang punya jiwa petarung pasti memiliki strategi tersendiri dalam menggulung sarung dan mengikatnya agar jadi senjata mematikan. Namun semua akan kalah dengan yang berani menggulung sajadah masjid tanpa diketahui marbot.
Namun ada beberapa jenis sarung yang sangat sayang dibawa unutk berperang sarung. Sarung Al-Hazmi contohnya, sarung khas Kudus Jawa Tengah ini amat sayang jika digulung dan dipecut ke punggung teman kita yang kurapan.Â
Hal ini karena motif batiknya yang elok dan bahannya yang halus serta lembut sepertinya sangat membuat berat hati siapapun pemiliknya untuk dibuat main perang sarung.
Setelah beranjak dewasa ini sangat sulit memang untuk bermain perang sarung karena teman-teman sebaya saya yang sudah memiliki urusan masing-masing.Â
Hanya bocil anak tetangga yang dapat meramaikan suasana. Namun jika saya ikut membuat ini menjadi sebuah penganiayaan anak dibawah umur.
Waktu memang tidak bisa diulang namun bisa dikenang. Begitulah berbagai hal yang saya rindukan saat bulan Ramadan datang kala saya masih polos dan belum mengerti pahitnya dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H