Banyak diantara kita yang merupakan bukan perokok ataupun perokok pasif, merasa jengkel dengan perokok aktif yang ada di sekitar kita.
 Kata-kata "Sebat dulu", sebelum melakukan suatu pekerjaan membuat saya yang biasa jarang membuang waktu untuk menunggu rekan kerja saya itu, yang pada akhirnya membuat tugas dan kerjaan kita menjadi terhambat.
 "Sebat dulu" menjadi kata yang biasa digunakan seorang perokok untuk berleha-leha. Walaupun tidak semua perokok merupakan orang yang suka membuang waktu namun kebanyakan dari mereka seperti itu.Â
Saya pernah membandingkan seorang kuli bangunan yang tidak merokok lebih cepat bekerja daripada seorang kuli yang merokok dan sering berkata "Sebat dulu".
Asap dan aroma rokok juga sangat mengganggu kenyamanan saya yang bukan seorang perokok. Terutama jika di tempat umum dan juga tempat tertutup yang ventilasi udaranya kurang baik.Â
Saya paling kesal jika ada pengguna jalan seperti sopir angkot yang merokok dan asapnya diarahkan keluar jendela, Kami baik pengguna jalan lainnya dan penumpang merasa terganggu dengan asap rokok tersebut.
Sangat ingin dibenak kita untuk membuat seorang perokok untuk berhenti. Mulai diingatkan melalui pendekatan kesehatan dan ekonomi namun ada saja pembelaan yang muncul dari mereka.Â
Banyak pembenaran dari si perokok ini sehingga kita menjadi ogah dan malas memperingatkan mereka lagi.
Namun untuk memecahkan masalah perokok ini kita harus mencari tahu akar permasalahannya dahulu yaitu sebab-sebab mengapa orang tersebut merokok.Â
Banyak yang mengatakan merokok disebabkan dorongan lingkungan yang membuat si perokok terlihat maskulin namun banyak juga para perokok dari kalangan perempuan. Dan juga alasan yang terakhir mengatakan merokok membuat menghilangkan stress dan ini yang masih saya yakini sebelum masuk ke dunia psikologi.
Merokok jika dijelaskan melalui pendekatan psikologi dapat dirunut dari teori psikoanalis Sigmund Freud tentang psikologi perkembangan.
 Jika anda belum tahu tentang teori tersebut dapat membaca artikel saya yang berjudul Sigmund Freud dan Seksualitas.
Bawaan Pada Perkembangan Fase Oral
Sigmund Freud menjelaskan bahwa dalam salah satu fase perkembangan terdapat fase awal bernama fase oral yang terjadi pada usia anak nol hingga satu tahun.Â
Pada fase tersebut terdapat terjadi suatu ketergantungan terhadap daerah mulut yang menjadi sumber kenikmatan. Seperti kita tahu bahwa bayi menggunakan mulutnya sebagai penerima makanan.
Kenikmatan dan kepuasan dalam fase ini diperoleh dari rangsangan terhadap bibir, rongga mulut, dan kerongkongan serta perilaku menggigit, menelan dan memuntahkan.
 Kenikmatan yang diperoleh dari aktivitas menelan dan menggigit dipandang sebagai prototipe dari berbagai macam sifat pada masa yang akan datang.
Mulut sebagai daerah kepuasan terbawa hingga dewasa seperti menggigit jari ketika cemas, mengunyah permen karet, senang makan, dan tentu saja merokok.Â
Jadi perlu kita ketahui bahwa dorongan untuk merokok sama dengan dorongan yang ada sejak dini dimulai dari kita menghisap puting ibu dan mengenal makanan. Walaupun dorongan untuk memuaskan daerah mulut tersebut berbeda tingkah lakunya dengan saat kita dewasa.
Linkungan Saat Tumbuh Dewasa
Pada saat dewasa kita cenderung mengikuti lingkungan kita untuk berperilaku secara dewasa. Hal ini juga berlaku pada pemuasan daerah mulut yang tidak bisa dan berbeda cara pemuasannya.
 Kita tidak bisa terus mengempeng atau mengemut ibu jari lagi saat dewasa. Lingkungan dimana kita tumbuh memberikan peran dalam pengambilan keputusan seseorang merokok.
Biasanya seseorang mulai merokok pada usia remaja hingga awal dewasa karena mengikuti dorongan lingkungan.
 Memang jarang ada orang atau kelompok yang memaksa suatu individu untuk merokok, namun agar diakui menjadi anggota kelompok tersebut maka seseorang secara tidak langsung harus melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan dengan kelompok lingkungan tersebut.
Setelah kita mengetahui penyebab dan juga dorongan orang untuk merokok yang meliputi perkembangan masa bayi dan juga dorongan lingkungan, membuat kita merasa agak sulit menghentikan seorang perokok.Â
Namun sebaiknya kita tidak menyerah untuk menasihati mereka dengan cara lembut dan perhatian.
Dan jika merasa tidak mempan dan bebal sebaiknya kita menasihati mereka untuk mengontrol dorongan merokoknya.Â
Beritahu mereka agar merokok di tempat yang sudah disediakan dan bukannya sembarangan di tempat umum dan sarana publik. Â
Referensi
Alwisol. 2019. Psikologi Kepribadian. Malang: Universitas Muhammadiyah.
*****
(Rahmad Alam)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H