Oleh : R. Amran
Â
Aku hanyalah jurnalis, penenun kata yang hidup di batas senja,
Menyelami setiap sudut kota, mengumpulkan cerita yang tersembunyi.
Namun malam itu, kutemukan dirimu, Kinan,
Perempuan malam yang langkahnya lirih, penuh makna yang tak terucap.
Kau hadir seperti bayangan yang malu-malu,
Menyentuh hatiku tanpa pernah bersuara.
Ada luka dalam pandanganmu, luka yang tak kau bagi,
Namun aku menangkapnya dalam diam yang dalam, dalam sepi yang berlapis.
Meskipun kata-kata tak buat kenyang,
Namun itulah caraku membuatmu abadi dalam dunia yang sering terlupa.
Kinan, setiap baris yang kutulis adalah jejakmu,
Sebuah upaya sia-sia untuk mengikat kehadiranmu dalam huruf yang fana.
Tatapmu adalah misteri yang tak bisa kupecahkan,
Senandung sunyi yang menggetarkan meski tak bersuara.
Aku yang terbiasa merangkai fakta di atas pena,
Kini tersesat dalam pesona yang tak bisa kubaca atau kujelaskan.
Kinan, kau bukan sekadar perempuan dalam cerita malam,
Kau adalah cinta yang lahir di celah sunyi dan gelap.
Dan meskipun kata-kata tak dapat menggenggammu sepenuhnya,
Kubiarkan dirimu hidup dalam tiap bait ini,
Abadi dalam cerita yang hanya aku dan kau yang tahu.
Kini aku tak perlu lebih dari ini,
Kisah kita bukan untuk dunia yang penuh sorak.
Cukup kau menjadi puisiku, cinta yang tanpa nama,
Hidup di dalam kata yang akan selalu ada, meski kau dan aku hanyalah bayang semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H