Mohon tunggu...
Rahmat Hidayat
Rahmat Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Petani

Bertani

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Dinamika Kerja Generasi X dan Y

1 Mei 2019   13:17 Diperbarui: 1 Mei 2019   15:06 2883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Telah kita ketahui sebelumnya, bahwa periode di mana seseorang itu lahir, ikut membentuk budaya berpikir dalam menentukan berbagai macam keputusan termaksud dalam memilih kerja. Hari ini, dunia kerja telah dihidupi dua generasi yang berbeda, generasi X dan Y. Tentu saja, kedua generasi ini mempunyai pandangan yang berbeda mengenai makna kerja.

Beberapa studi yang telah dilakukan Tan Shen Kian (2012) dan Ji Bejtkovsk (2016) mengatakan, bahwa paradigma kedua generasi tersebut sangat berbeda dalam memilih kerja dan membangun karir. Fenomena tersebut juga ditemukan di Indonesia. Seperti survey yang berfokus pada studi mengenai perilaku kerja milenial,  sebuah survey yang dilakukan oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk. menyatakan bahwa 60 persen dari pekerja dewasa muda Indonesia yang baru meniti karier sudah pindah tempat kerja dalam kurun waktu satu sampai tiga tahun (Ngantung, 2013).

Faridah Lim, Country Manager Jobstreet.com Indonesia (2016) menyebutkan bahwa generasi millenial adalah generasi "kutu loncat" (Ningrum, 2016; diambil dari tekno.liputan6.com). Hasil survei yang dilakukan perusahaan penyedia informasi lowongan pekerjaan JobStreet.com terhadap 3.500 responden di Indonesia menunjukkan hampir 65,8 persen generasi milenial adalah kutu loncat alias tidak betah bekerja dalam waktu lama di satu perusahaan. Mereka akan pindah kerja dalam waktu kurang dari 1 tahun (Ningrum, 2016; diambil dari tekno.liputan6.com).

Dalam penelitian Yuen (2016) mengenai intensi job hopping pada para pekerja dari generasi millenial di Hong Kong, diketahui bahwa para pekerja generasi millenial memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih rendah dibandingkan generasi-generasi sebelumnya. Yuen (2016) menjelaskan bahwa kepuasan kerja yang rendah dapat mengarah kepada intensi untuk melakukan job hopping. Hasil penelitiannya konsisten dengan penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa karyawan yang lebih muda memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk berpindah tempat kerja (Ertas, 2015; Pitts, 2011; dalam Yuen, 2016). Generasi milenial memiliki intensi job hopping yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Selain kepuasan kerja, loyalitas yang rendah juga merupakan hal yang dikaitkan dengan job hopping (Aswathappa, 2005; dalam Yuen, 2016).

Kedua generasi, X dan Y, telah digambarkan dalam karakteristik yang berbeda. Dalam beberapa penelitian terdahulu, banyak fakta menjelaskan bahwa meraka memiliki masing-masing sifat yang tentunya banyak dipengruhi suasana atau periode di mana mereka lahir. Sebab itu mereka berbeda. Generasi X yang digambarkan setia kepada satu jenis pekerjaan, sebaliknya, generasi Y, dalam beberapa studi mengatakan, mereka cenderung gonta-ganti pekerjaan, kurang lebih tiga-empat kali dalam setahun. Perilaku generasi milenial yang sering gonta-ganti pekerjaan sebenarnya sangat sederhana, yaitu masalah kenyamanan. Dalam berita yang dimuat tirto.id, bahwa generasi milenial tidak suka kantor yang kaku, jam kerja yang ketat, membuat mereka ,generasi milenial, tidak betah kerja. 

Generasi ini mendambakan tempat bekerja yang fleksibel, yang justru membuat mereka bisa bekerja lebih efektif dan kreatif. Gambaran semacam itu dapat kita lihat di dalam perusahaan internet terbesar di dunia, Google. Para pekerja rata-rata anak muda bersliweran dengan bebas. Begitu pula pakaiannya. Ada yang hanya memakai celana pendek dan kaus. Ada pula yang memakai celana jeans dengan atasan kemeja santai. Juga ada yang memakai kemeja Hawaii seperti mau pergi ke pantai. Di dalam kantor google, ada replika Space Ship One yang digunakan untuk pergi ke luar angkasa. Ada perosotan raksasa, kafe yang segalanya gratis, tempat tidur siang, dan arena olahraga yang besar. Para generasi milenial lebih memimpikan tempat kerja yang santai dan tidak mengikat. Mereka, generasi milenial, tidak ingin hidup atau kerja seperti generasi Baby-Boomber dan generasi X sebelumnya yang mereka pandangan begitu kaku dan konvensional. Kekauan itu mereka lihat nampak pada jam-jam kerja, pakaian, dan suasana kantor, yang sering mebuat pekerja stres.

Studi yang dilakukan The American Institute of Stress pernah merilis data bahwa 46 persen penyebab stres terkait kerja dan tempat kerja. Nyaris serupa, survei dari lembaga Integra mengatakan bahwa 65 persen pekerja mengatakan bahwa stres di tempat kerja bikin hidup mereka tambah berat. Citra kantor yang mengekang ini kemudian membuat pekerjaan lepas (freelance) identik dengan kebebasan. Generasi Milenial kemudian tumbuh dalam bayangan kantor yang mengerikan itu. Ketika mereka dewasa dan mulai bisa bekerja, sebisa mungkin mereka tidak ingin ketakutan itu hadir lagi. Maka mereka, para milenial itu, membuat iklim kantor yang menyenangkan. Beberapa malah terkesan nyaris tak punya peraturan yang mengikat.

Dalam Data Karir.com yang dikutip liputan6.com, mengatakan, karakteristik Generasi Y itu sangat unik karena sudah tumbuh di tengah hiruk pikuk teknologi nirkabel yang sedang berkembang. Maka tidak heran kalau generasi ini sering dikatakan sebagai angkatan kerja yang produktif, penuh kejutan dan ide brilian, dan bisa jadi generasi yang andal. Data Karir.com menyebutkan bahwa Generasi X (dengan jumlah pengguna fitur sebanyak 1.448 orang) yang menyandang gelar S1 tercatat sebanyak 64% dan tersebar dalam proporsi jabatan sebagai Department Manager (23%), Senior Staff (18%) dan Supervisor (17%). Sementara kelompok generasi Y (dengan jumlah pengguna fitur sebanyak 5.273 orang), 62% di antaranya tercatat mengantongi gelar S1, dan meski 51% di antara total jumlah pengguna fitur masih berada pada entry level, persentase pada Senior Staff di kalangan kelompok pekerja ini telah mencapai 22% dan pada tingkat Supervisor 13%. Hal ini membuktikan bahwa generasi milenial itu bisa lebih produktif ketimbang generasi-generasi sebelumnya, ketika mereka mendapatkan kenyamanan di tempat-tempat dimana mereka bekerja.

Perilaku produktif generasi milenial seperti itu, sedikit banyak berkorelasi dengan suasana nyaman di mana mereka bekerja. Generasi milenial lebih suka bekerja pada suasana-suasana tempat yang santai, bebas, dan pastinya tidak terkungkung dan kaku. Seperti dilansir dalam majalahcsr.id, bahwa untuk mendapatkan perhatian para milenial, perusahaan atau tempat kerja harus dapat menghadirkan keseruan di tempat kerja dengan berbagai fasilitas, antara lain:

  • Snack bar gratis
  • Cuti tak terbatas
  • Kesempatan untuk bekerja secara remote
  • Fasilitas gym
  • Gaming room
  • Team dinner untuk seluruh anggota tim

Tempat-tempat kerja milenial cenderung tidak terkesan formal. Mereka lebih suka bekerja layaknya mereka sedang tidak bekerja, bebas menggunakan pakaian apa saja. Dan yang paling penting mereka tidak ingin bekerja layaknya generasi Baby-Boomber dan generasi X.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun