Begitu juga alasan kanibalisme pun juga bervariasi. Sepanjang budaya dan waktu, ada bukti hidup dari praktik kanibalisme. Saat melakukan ekspedisi, kemudian kelaparan, terancam, atau gagal, manusia harus makan bagian tubuh mayat atau memilih mati kelaparan.Â
Namun, dalam budaya tertentu, sudah dianggap lazim untuk memakan daging manusia dalam kondisi normal. Karena pemahaman Columbus yang keliru, sulit dikatakan seberapa umum praktik kanibalisme itu. Tetapi, ada beberapa bukti bahwa praktik kanibalisme dapat diterima dalam budaya yang mempraktikkannya.
EropaÂ
Praktik kanibalisme di Eropa terjadi pada masa Columbus. Mulai abad ke-15, permintaan mumia meningkat. Pada awalnya, mumi curian dari Mesir mampu memenuhi kebutuhan akan mumia, namun permintaan tersebut terlalu tinggi jika hanya disuplai mumi Mesir, dan para oportunis mencuri mayat dari kuburan Eropa untuk dijadikan mumia.Â
Penggunaan mumia berlanjut hingga ratusan tahun. Hal itu tercatat dalam indeks Merck, ensiklopedia medis terkenal pada abad ke-20. Dan mumi terkubur bukan satu satunya obat yang terbuat dari daging manusia yang umum di Eropa. Darah dalam bentuk cair maupun serbuk, digunakan untuk menyembuhkan epilepsi, sedangkan hati manusia, batu empedu, minyak sulingan otak manusia, serta hati tumbuk dikenal sebagai bahan pengobatan populer.
ChinaÂ
Di Tiongkok, praktik kanibalisme yang dianggap lazim, terjadi 2000 tahun yang lalu. Satu praktik kanibalisme yang umum adalah kanibalisme filial, yaitu anak lelaki dan perempuan dewasa menawarkan potongan daging mereka kepada orang tuanya.Â
Ini adalah cara terakhir untuk menyembuhkan orang tua yang sakit, dan yang tidak berakibat fatal bagi si anak, biasanya yang dipilih adalah daging dari paha atau kadang jari.
Papua NuginiÂ
Ritual pemakaman kanibal adalah bentuk lain kanibalisme yang diterima budaya tertentu. Contohnya adalah masyarakat Fore di Papua Nugini.Â
Selama pertengahan abad ke-20, anggota masyarakat di sana, jika memungkinkan, akan memilih cara pemakaman yang diinginkan. Terkadang, anggota keluarga diminta berkumpul memakan mayat si almarhum.Â
Tragisnya, meskipun ritual ini bertujuan untuk menghormati si almarhum, hal itu juga menyebarkan penyakit mematikan bernama kuru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H