Mohon tunggu...
Rahma Roshadi
Rahma Roshadi Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer Bahagia

Penikmat tulisan dan wangi buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hijrah Tidak Harus Islam

16 Maret 2019   09:00 Diperbarui: 16 Maret 2019   09:26 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena hijrah semakin merebak dan tersiar dengan lugas di berbagai media cetak maupun elektronik. Tidak hanya selesai pada perubahan individu secara pribadi, gelombang hijrah pun membentuk bulir-bulir air dalam bentuk komunitas-komunitas dakwah yang semakin hari semakin membesar kuantitas pengikut serta kegiatan-kegiatannya.

Secara pribadi, seseorang yang hijrah akan lebih ternilai dari penampilan fisiknya terlebih dahulu, seperti cara berpakaian, atau aktivitas yang diikuti. Ada perubahan kecenderungan yang biasanya berpakaian asal nyaman meskipun bercelana pendek dan kaos oblong 'belel', sekarang lebih sering tampak dengan busana rapi yang dinamakan 'nyunnah'.

Demikian halnya dengan kebiasaan nongkrong yang telah bergeser tempatnya, dari kafe-kafe atau pusat perbelanjaan, sekarang ini tempat ibadah ataupun tempat yang menyelenggarakan kajian-kajian rutin akan sangat sering digelar dan dibanjiri oleh peserta-peserta muda. 

Tidak lagi berlaku seorang yang berangkat ke tempat ibdadah adalah mereka yang berada di usia senja, karena anak-anak muda pun sekarang tak sungkan untuk melangkahkan kakinya ke masjid atau tempat kajian.

Mengamati perubahan pola, yang kemudian dikatakan sebagai tren anak muda Indonesia belakangan ini, saya sejenak bangga sebagai pemeluk agama Islam. Namun disaat yang bersamaan, terketuk hati saya ketika gelombang hijrah ini ternyata tidak membuat orang untuk menahan kritik tajamnya. Tidak sedikit yang melempar wacana 'budaya kita Indonesia, bukan Arab', atau juga 'saleh itu dari hati bukan pakaian', dan lain sebagainya.

Saya bukan ingin menanggapi kritikan apapun, karena hal tersebut semata-mata adalah 'hukum bermasyarakat', dalam hal mana, perilaku apapun yang kita lakukan, pasti akan ada beberapa sorot mata yang memberikan  penilaian positif maupun negatif di sisi lainnya. 

Artinya, sepanjang yang kita lakukan tidak mengganggu norma kesopanan dan kesusilaan, maka tidak ada kewajiban untuk mengikuti pola pikir dan cara pandang orang lain.

Hijrah, dalam pengertian umum memiliki makna sebagai perpindahan atau berpindah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memang dijelaskan pada salah satu artinya adalah perpindahan Nabi Muhammad salallaahu alaihi wasallam untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum kafir Quraisy. Dalam makna lain, hijrah berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dalam konteks untuk alasan yang lebih baik.

Manakala kita melihat pada makna yang kedua, hijrah dalam hal ini diartikan sebagai sebuah keputusan seseorang dan/ atau kelompok untuk berpindah, dalam artian merubah sikap, perilaku, dan kemungkinan pula tempat, untuk menemukan sebuah alasan kebaikan, atau untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. 

Hijrah pada makna ini, KBBI tidak menyebutkan dilakukan oleh Nabi Muhammad atau pengikutnya, melainkan dicontohkan dengan menggunakan contoh kalimat 'memindahkan tentara dari suatu tempat ke tempat yang lain.'

Ada sebuah makna yang mendalam yang seharusnya terlihat dan terbaca oleh masyarakat pada umumnya, tidak hanya terbatas pada para pemeluk agama Islam, bahwa hijrah adalah sebuah keputusan besar untuk merubah diri menjadi lebih baik. Perubahan ini tentunya harus dibarengi dengan dasar yang sangat kuat dengan pedoman yang akurat, yang diyakini kebenarannya, untuk menjadi sebuah tolok ukur baik dan benarnya perilaku hijrah seseorang.

Para pemeluk agama Islam tentu saja akan mengambil Alquran dan hadis sebagai dasar perpindahan mereka dari perilaku yang semaunya, menjadi perbuatan yang difrmankan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam. Namun demikian, bagi mereka yang, tidak mengambil Alquran dan hadis sebagai sumber keyakinan, bukan berarti tidak memiliki kewajiban untuk berhijrah sesuai dengan pedoman-pedoman yang mereka sematkan sebagai kebenaran.

Sepertinya setiap orang pernah mendengar sebuah nasihat, 'hari ini harus lebih baik dari hari kemarin'. Jika demikian, artinya kita semua, tanpa terbatas agama, sebenarnya sadar dan wajib untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan senantiasa memperbaiki diri dari hari ke hari. Mari kita tanyakan kepada diri kita masing-masing, apakah kita sepakat bahwa memutuskan untuk berubah menjadi manusia yang patuh dan bermanfaat adalah sebuah kebaikan?

Hanya karena mayoritas peduduk Indonesia beragama Islam, dan mereka berbondong-bondong melakukan gerakan hijrah, sehingga terlihat oleh kebanyakan orang bahwa hijrah adalah ajaran agama Islam dan hanya dilakukan oleh orang-orang Islam. Mereka yang hijrah dan bergabung dalam komunitas-komunitas hijrah pastilah beragama Islam. Dalam satu sisi bisa dibenarkan, namun tidak demikian semestinya jika melihat makna kebaikannya secara umum.

Berbuat baik, menjadi pribadi yang baik, dan selalu memperbaiki diri, perilaku, lisan, dan keadaan adalah sebuah kewajiban moral bagi siapapun yang hidup dan bermasyarakat dan masih merasa membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Berubah menjadi lebih baik adalah sebuah tuntutan jiwa yang harus tercapai di atas cita-cita kehidupan yang lain.

Maka hijrah, dalam konteks mengambil keputusan besar dalam hidup untuk bergerak ke arah kebaikan dan meninggalkan segala macam jenis keburukan, adalah sebuah kebutuhan jika kita menginginkan kehidupan masyarakat luas yang nyaman dan saling menghormati.

Kemaksiatan tidak lain adalah setiap perbuatan-perbuatan jahat dan mengganggu kenyamanan serta ketenteraman orang lain, yang mana juga mendapat peraturan keras untuk tidak dilakukan. Dan seseorang yang tidak beragama Islam pun, pasti sepakat dengan hal ini. Mari hijrah, untuk Indonesia yang lebih damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun