Sepanjang sore Enjang duduk terdiam di kursi belakang rumahnya. Entah mengapa ia begitu tampak khidmat duduk selonjoran di kursi reyotnya itu, padahal alih-alih nyaman, sekelas cecurut pun seolah ogah untuk sekedar singgah di dalam kursi yang sudah tak jelas bentuknya. Namun apa mau dikata, hanya tinggal kursi di belakang rumah ini yang bisa Enjang gunakan untuk merebahkan diri dan kembali mulai berangan-angan dengan santai.
Maklum saja, Enjang yang hanya seorang anak tukang cuanki tak bisa banyak berharap bisa duduk di sofa yang empuknya ibarat pipi bayi artis yang chuby dan squishy itu. Sore itu kebetulan suasana langit sedang cerah-cerahnya, mungkin ini sebagai bentuk balas budi dari alam karena sejak tiga hari ke belakang kampungnya seperti terkena azab dari tuhan karena matahari seolah tak diberikan kesempatan lagi untuk bersinar di sana.
Tak hanya Enjang yang ikut merasakan senang dari indahnya hari ini, bahkan burung-burung pun keliatan amat kegirangan, kicuannya terus bersahutan, malahan lebih kelihatan seperti mengadakan konser segala jika disamakan dengan alam manusia. Ya, kelihatannya memang pada sore itu semuanya nampak baik-baik saja.
Baru saja lamunan Enjang hendak beranjak pada pertemuannya dengan gadis cantik berkerudung merah siang tadi sedetik kemudian langsung terusik. "brakk, brakk, brakk" Enjang lalu segera turun dari singgasana reyotnya.
"rusak lagi pa?"
Sambil menghela napas ayahnya menjawab "ya maklum Jang tv butut"
Kali ini Enjang membantu bapanya membetulkan tv di rumahnya, tentu saja makna membetulkan disini bukan seperti profesional dengan dibongkar, ganti PCB, di solder kemudian, dan di cek menggunakan travo. Biasalah, Enjang menggunakan cara paling jitu yang telah diketahui banyak orang ampuh membetulkan macam-macam barang yang rusak.
"brakk brakk brakkkkkk"
Tepat pada pukulan ketiga inilah akhirnya suara berita dapat terdengar juga oleh bapa anak ini.
"Baik pemirsa kita kembali lagi pada acara berita dalam dunia, bersama saya Maman Lewandowski. Berita yang akan saya sampaikan pertama kali adalah tentang penangkapan komplotan pencuri tabungan kasih sayang....."
Enjang masih menyimak dengan serius bersama bapanya tentang berita yang cukup fenomenal ini.
"Komplotan yang sudah diduga telah terampil dalam berbagai kasus pembobolan tabungan kasih sayang ini disinyalir merupakan bagian dari jaringan yang sudah sejak lama dipantau oleh tim densus 78 anti baper dari satreskrim siaga kawal perasaan. Kabar terkini dari ketua satgas melaporkan bahwa para pelaku sudah ditangkap dan akan segera menjalani proses penyelidikan lebih lanjut, berikut adalah hasil wawancara reporter kami Boni Dongkrak dengan SerKolLetMayJen Raden Kusuma Arya Wibawa Tresna Sliramu selaku ketua satgas densus 78 anti baper"
"Jadi bagaimana awal mula gerakan ini dapat terendus pa SerKolLetMayJen?" tanya wartawan tergesa-gesa.
"Oh iya dek jadi begini, awa......"
Masih dengan posisi mulut terbuka, wartawan gesit ini kembali memberondong pertanyaan.
"Baik pa, lalu bagaimana dengan korban, berapa banyak korban pada perisiwa ini?"
"oh iya iya, untuk korban sejauh ini masih kami identifikasi, karena rupanya selain pembobolan brankas kasih sayang, beberapa orang yang kebetulan ada di rumah juga menjadi korban kekerasan pelaku yang......"
Ucapannya kembali terpotong oleh semangat sang wartawan,
"baik baik pa, lalu apa sebetulnya motif utama pelaku dalam aksi pembobolan ini?
"Oh iya iya dek baik siap, untuk motif tentu saja ini karena faktor kasih sayang, jadi para pelaku ini memang berasal dari kelas sosial yang kurang berada secara kasih sayang, tentu saja ini dilakukan karena tadi, berkaitan dengan faktor himpitan kasih sayang"
Enjang dan bapanya cukup tercengang mendengar berita ini, ia masih tidak habis pikir kejahatan kemanusiaan seperti itu masih saja terus dilakukan oleh banyak orang.
"Pa, kenapa sih orang-orang ini suka sekali mengambil kasih sayang orang lain? Padahal itu kan hal yang mudah dan tidak perlu sampe mengorbankan banyak orang?" Tanya Enjang dengan serius.
Bapanya tersenyum dengan lembut, ia menampakan wajah teduhnya, setidaknya dengan begitu kekesalan yang ada pada diri Enjang beserta emosinya bisa diturunkan.
"Begini Jang, manusia zaman sekarang itu unik, kenapa, ya karena isi dari zamannya sendiri sudah unik dan aneh-aneh, sekarang teknologi berkembang kaya kuda kesetanan, susah dikendalikan, liat saja kamu kuda kesetanan Jang, hal apapun yang bahkan tidak masuk akan ia lakukan, ya ini sama dengan yang barusan kita tonton"
"Tapi pa, soal kasih sayang saja masa sih sampe harus dirampok"
"Wah Jang, jangan salah, di zaman sekarang kalo kamu pahami lebih dalam, yang paling berharga dan bermakna itu bukan teknologi, kenapa bukan, karena sekarang dengan adanya itu kehalusan akal budi dan perasaan, bahkan hati nurani kita jadi luntur, padahal dua hal itu kan aset terbesar yang dipunyai manusia, bukan teknologinya Jang, dan sekarang yang terjadi dari adanya teknologi yang ambyar ini ya rasa dan sentuhan kasih sayang mulai banyak hilang lho Jang"
"Ohhhhhh" Enjang mulai paham apa yang dimaksud oleh bapanya
"Jadi karena sekarang akal budi sama hati nurani mulai hilang jadi orang-orang pada lomba buat ngejaga itu ya pa, berarti juga mereka yang ngerampok kasih sayang itu orang-orang yang sebetulnya sudah paham tentang pentingnya hati nurani ya pa, cuma salah di aplikasinya aja ya pa"
Kini wajah bapanya mulai mengguratkan senyum yang makin kentara.
"Nah itulah Jang kurang lebihnya, di masa depan akan makin banyak orang yang butuh kasih sayang apalagi hati nurani, makanya dari sekarang jaga baik-baik jang kehalusan budimu, karena itu modal terbesar hidup di masa depan"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H