Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Babad Ikhwan Mistis: Ilmiah di Tatar Alamiah

1 Agustus 2020   19:52 Diperbarui: 1 Agustus 2020   19:43 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mungkin penjelasan ini bakal agak panjang De, ini bukan soal teknis semata, tapi sudah menjadi masalah yang cukup fundamental" Ujar Ical.

Sekali lagi Ical menarik napas, kali ini cukup panjang, dan ia hembuskan perlahan, kemudian ia baru berbicara.

"Bangsa kita adalah bangsa yang latah dan gagap De, Yu. Mengapa bisa disebut gitu? Kita sama-sama tau kalau bangsa kita sejak dulu hanya lebih banyak sebagai konsumen daripada produsen, terutama pada bidang teknologi. Lalu apa hubungannya dengan latah? Tentu ini adalah karena bangsa kita selain banyak mengkonsumsi, juga gagal paham dengan penggunaan teknologi secara kaffah, sehingga yang terjadi adalah sudah mah hanya menerima, juga salah menggunakan, atau tidak paham makna penggunaannya".

"Singkatnya begitu, nah dalam kasus tadi misalnya teknologi yang konotasinya positif saja bangsa kita bisa salah memahami dan menggunakan, apalagi ini terhadap virus berbahaya yang sudah jelas-jelas negatif akibatnya, bisa ambyar bangsa kita jika salah menanggulangi!" Tegas Ical.

Mendengar penjelasan Ical yang cukup gamblang, kepala Wahyu dan Dede hanya bisa naik turun sebagai isyarat persetujuan, namun dahi Wahyu masih mengkerut pertanda masih ada seberkas tanya yang bergelantungan di benaknya.

"Lha memangnya respon dari kita gimana Cal, pemerintah kita maksudnya?"

"Nah iya Cal gimana, gua udah lama nggak update beginian lagi" Ujar Dede menimpali.

Ical mengambil gawainya dari lengan Wahyu. Perlahan ia memainkan gawainya sambil terlihat membuka riwayat pencariannya di browser, lirikan matanya secara teliti melihat setiap nama web yang pernah ia buka. 

Hingga tak lama berselang ketukan jarinya membuka portal laman berita terkemuka. Wahyu dan Dede lantas mengambil gawai Ical dan kembali membaca informasi yang ada di dalamnya.

Wahyu dan Dede membaca dengan saksama dan dalam tempo yang agak lambat. Terlihat bahkan mulut Dede komat kamit seperti mbah dukun, dan tampak juga seperti tak ingin melewatkan setiap kata, koma, dan bahkan simbol lain yang terdapat pada artikel di laman berita itu. Sampai kemudian Wahyu mengembalikan gawai Ical dan seketika menyenderkan posisi duduknya pada kursi dengan lesu.

"Kenapa ya gini amat" Seru Dede gemas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun